Pagi tadi, mentari mengajakku untuk bergegas senyum
Menatap kilauan setetes embun
Kaki melangkah ke taman berteman kenangan
Bahwa semalam aku berjaga bersama Yesus di sebuah taman
Aku mencoba lupa perihal laluku; sulit
Aku bercumbu pada terang yang kian memudar; ah aku takut
Teriak batinku saat membacakan nas awal jalan penderitaan
Tentang kisah-Nya yang mengangkat martabatku
Aku masuk ke jalan gelap tiada terang                          Â
Lorong-lorong luka ku telusuri tinggalkan jejak
Tanpa kata kuucapkan pada gelap
Bisu, kaku, jadi kerikil terindah menghiasi gelapku
Hening mencekam nalar dan nurani hingga lelah ragaku
Aku hanya duduk dengan seribu imajinasi akan hari esok
Sebentar lagi sahut suara yang tak asing menemaniku sejak gelap tak bisa kutatap.
Waktu pun berganti begitu cepat bagai pelangi menghiasi
 simphoni
Ya simphoni; awal aku mengerti cinta
Kutuliskan sebait syukur pada lembaran putih polos
Saksi dari seribu rahasia tentang aku yang jatuh dan bangkit di lorong kegelapan
Menjadi cerita di peristiwa bersejarah; ya laluku akan mati bersama Dia
Bersama birunya langit di hari ini, aku ingin menengadah ke ruang pembaharuan
Ruang penuh cahaya yang tak akan memudar
Hingga hati ini tegar menyambut sumber cahaya
Yang menciptakan jejak baru dalam lorong hidupku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H