Rusia dan Ukraina memiliki hubungan yang khas. Kedua negara tersebut memiliki sejarah yang saling terkait karena merupakan bagian dari Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh dan Ukraina memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1991, Rusia masih memiliki pengaruh terhadap politik dan ekonomi Ukraina.
Pada tahun 2014, Presiden Ukraina, Viktor Yanukovyc, digulingkan dari jabatannya. Ambisi yang dimiliki oleh Viktor Yanukovyc selaras dengan kepentingan Rusia. Ia menolak untuk bergabung dengan asosiasi politik dan perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa dan lebih memilih untuk mendekatkan diri kepada Rusia. Hal ini menyebabkan serangkaian protes di Ukraina yang berujung pada pencopotan jabatannya.
Menyusul insiden ini, Rusia melakukan aneksasi terhadap Krimea pada 18 Maret 2014. Rusia mengklaim bahwa aneksasi tersebut merupakan mandat dari warga Krimea yang sebagian besar berasal dari Rusia. Hubungan bilateral antara Rusia dan Ukraina kian memburuk setelah peristiwa tersebut.
Sementara hubungannya memburuk dengan Rusia, Ukraina justru semakin dekat dengan Barat. Ukraina yang sudah tidak lagi netral berniat untuk memenuhi persyaratannya sebagai anggota NATO dengan meningkatkan kerja sama di antara mereka.
Meskipun keanggotaan Ukraina tidak mudah dan dapat memakan waktu yang lama, NATO tidak menolak gagasan tersebut. Seorang juru bicara NATO di Brussels berkata, “Pintu kami terbuka dan Ukraina akan menjadi anggota NATO jika meminta dan memenuhi standar serta mematuhi prinsip-prinsip yang diperlukan.”
Di sisi lain, Rusia sangat menentang keanggotaan Ukraina. Meskipun sudah diberi tahu oleh Barat bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan aliansi dalam waktu dekat, Putin menilai bahwa hal tersebut bukan merupakan jaminan yang memuaskan.
Ekspansi NATO dianggap oleh Putin sebagai ancaman terhadap keamanan Rusia. Keanggotaan Ukraina dalam NATO akan memberikan akses kepada Amerika Serikat untuk menaruh rudalnya di dekat perbatasan Rusia.
Selain itu, di dalam esai yang berjudul “On the historical unity of Russians and Ukrainians”, Putin mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa dan oleh karenanya Rusia berhak untuk ikut campur dalam urusan Ukraina.
Menanggapi invasi yang dilakukan oleh Rusia, Presiden Zelenskyy meminta bantuan NATO untuk menghadapi Rusia. Selain bantuan persenjataan, Zelenskyy juga meminta NATO untuk menerapkan no fly zone atau zona larangan terbang. Akan tetapi, NATO menolak untuk menerapkan zona larangan terbang. “Kami memiliki tanggung jawab sebagai sekutu NATO untuk mencegah perang ini meluas di luar Ukraina,” kata Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO.
Zelenskyy tetap berusaha membujuk NATO untuk memenuhi permintaannya meskipun sudah ditolak. “Apakah merupakan permintaan yang terlalu banyak untuk membuat zona larangan terbang di atas Ukraina untuk menyelamatkan orang?” kata Zelenskyy saat berpidato di depan Kongres AS secara virtual pada 16 Maret 2022.
Permintaan untuk menerapkan zona larangan terbang juga dilakukan melaui media sosial. Pada 12 Maret 2022, Kementrian Pertahanan Ukraina merilis video rekayasa melalui akun Twitternya yang menggambarkan serangan militer di Paris. Twit ini juga berisi permintaan kepada NATO untuk menutup langit Ukraina.