Mohon tunggu...
Fariz Arrifal
Fariz Arrifal Mohon Tunggu... Mahasiswa - PMI IAIN SALATIGA

Bismillahirrahmanirrahim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merawat Keluarga Sakinah

12 Mei 2022   16:16 Diperbarui: 12 Mei 2022   16:19 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Merawat Keluarga Sakinah

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS.Ar-Rum:21)

 Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa istri diciptakan oleh Allah untuk menjadi pendamping seorang suami. Maka sudah semestinya suami dan istri menjadikan hubungan mereka sebagai hubungan dengan timbal balik yang saling menguntungkan di antara keduanya. Ketika kedua bilah pihak tidak saling bertepuk sebelah tangan. Dan keduanya saling mengasihi dan menyayangi, maka akan tercipta sebuah keluarga yang sakinah. Tindakan seperti ini selaras dengan manusia yang berfikir layaknya manusia. Karena manusia yang benar-benar berfikir tidak akan menyia-nyiakan pasangannya. Bahkan hewan saja tidak pernah menyia-nyiakan pasangannya.

 Sebuah hubungan suami istri yang tentram dan menenangkan, serta keluarga yang sakinah sangatlah berpengaruh bagi kehidupan manusia. Keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter bagi setiap individu yang berada di dalamnya. Keluarga adalah masyarakat kecil yang merupakan sel pertama bagi masyarakat besar. Keluarga juga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak, yang melalui celah-celahnya sang anak menyerap nilai-nilai keterampilan, pengetahuan dan perilaku yang ada di dalamnya. Karena berperan sangat penting dalam pendidikan anak-anak (penerus bangsa) maka siapapun yang berada dalam lingkup keluarga dituntut untuk berperilaku sesuai akhlak dan etika dalam masyarakat, terlebih lagi sesuai dengan sumber ajaran Islam yakni Alquran dan hadits. Karena keluarga merupakan komponen pembentuk suatu masyarakat, kondisi suatu masyarakat sangat bergantung pada kondisi keluarga-keluarga yang membentuknya. Ini artinya keluarga merupakan unit terkecil dari sebuah negara. Dari keluarga yang baik akan terlahir generasi penerus yang baik. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut.

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui (QS. An-Nur: 32).

 Dalam ayat ini menurut beberapa mufassir terdapat tiga pesan yang disampaikan. Anjuran untuk menikah, kebebasan dan kemerdekaan untuk menikah bagi budak dan hamba sahaya, dan larangan untuk menghina orang miskin. Dari sini dapat kita pahami bahwa setiap manusia berhak untuk melakukan pernikaha. Sebegitu pentingnya keluarga hingga Allah menganjurkan seluruh manusia untuk menikah. Melalui surat An-Nur ayat 32 ini, al-Qur'an sebenarnya berusaha untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan terhadap para budak dan hamba sahaya pada waktu itu. Tentunya usaha ini tidak lain untuk menghilangkan zina yang dilakukan oleh para pemilik budak, mengingat bahwa kondisi seorang budak pada waktu itu sangat memprihatinkan.

Janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah ayat 221)

 Melihat tafsiran ayat ini di dalam Jmi'ul Bayn f Ta'wlil Qur'n bahwa imam Syafi'I menjelaskan "Tidak halal bagi lelaki yang masih menyandang status kufur untuk menikahi wanita muslimah, dan budak perempuan muslimah sekalipun selamanya. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara kafir dari ahli kitab maupun kafir dari golongan lainnya." Dari tafsiran ini dapat dipahami bahwa para wali dari para pempuan dilarang untuk menikahkan perempuan dengan seseorang yang kafir. Sekalipun perempuan itu budak, selagi dia masih muslim maka ia masih jauh lebih baik daripada orang kafir yang merdeka. Oleh karenanya dilarang untuk menikahkan perempuan yang muslim dengan orang-orang kafir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun