Mohon tunggu...
fariz akbar
fariz akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - manusia

halo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suudzon

26 September 2019   21:38 Diperbarui: 26 September 2019   21:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tergerak melihat berita di televisi, resah hingga ahirnya saya coba menganalisa inti permasalahannya. Tentu dibarengi dengan sumber tertulis dan tidak tertulis namun berdasarkan pengalaman.

Melihat acara diskusi di televisi bapak mentri seakan mengaminkan dan menggiring opini, bahwa aksi mahasiswa kemarin didompleng pihak yang berkepentingan. Tapi menurut saya, sudahlah jangan disuudzoni nikmati saja dan coba tanggapi serius akui saja kejadian itu merupakan hasil belajar atau malah pembelajaran.

Lalu misalnya nih kalau kesuudzonan bapak mentri kita balas dengan suudzon balik. Pertama, pemerintah gak usah khawatir dong karena periode sekarang mereka punya 60 persen dukungan diparlemen, mengingat periode kemarin aja 40 persen dukungan tamat kok sampe lima tahun.

Kedua, mari kita flashback ke beberapa hari lalu tentang revisi UU KPK nah, apa mungkin (kemungkinan sih benar, menurut saya lho tapi kan ini Cuma suudzon), revisi UU KPK merupakan tandingan hasil sakit hati tahun lalu, dimana saat gencar timbul kasus kasus di dalam Lembaga pemasyarakatan yang diakibatkan napi korupsi sehingga kepala lapas dicopot sehingga pula singgasana sang bapak mentri terguncang.

Yap saat itu temuan kasus lapas bermula "hanya" saat seorang jurnalis mengunjungi lapas, lalu melihat ada kejanggalan dan mencari titik terang. Makadari itu bisa kita baca hasil revisi UU KPK mengarah pada disulitkannya mekanisme pemeriksaan terhadap terduga pelaku korupsi.

Padahal selaku mantan mahasiswa jurnalistik, yang saya tahu di negara demokrasi keberadaan pers menjadi salah satu pilar negara disamping eksekutif, legislatif dan yudikatif. itulah mengapa saya memberi tanda kutip untuk kata hanya pada kalimat diatas.

Suudzon ke tiga, kenapa berbarengan dengan wacana pindahnya ibukota yang mungkin akan menghabiskan anggaran setara penjualan beratus atau bahkan berjuta hektar sawah di Kabupaten Garut, entahlah.

Mungkin saat membaca ini teman teman sudah ada gambaran dari pernyataan sang jurnalis Najwa shihab yang entah sudah di repost berapa kali, namun dalam hal ini saat menulis, saya belum melihat postingan tersebut karena kuota habis, haha.

Sebetulnya saya tidak terlalu tertarik dengan RUU KUHP tapi sekali lagi kalau kita arahkan pada kesuudzonan, RUU KUHAP hanyalah pemecah konsentrasi ditengah poin penting revisi UU KPK yang pada kenyataannya sempat ditunda lalu disahkan.

Tapi berkaca pada terbodohinya kita saat kemarin, kalau memang RUU KUHP dirasa ada poin tidak penting di dalamnya kita tolak saja, SEKALI LAGI SEKALIAN BELAJAR dan bangkitnya kedaulatan rakyat khususnya dalam menyampaikan pendapat. 

Kebangetan kalau tidak ditanggapi serius, karena itu sama saja pemerintah mengarahkan masyarakat untuk berfikir kolot, kenapa ? karena menganggap manusia setara mahasiswa cuitannya tidak berarti, sipil tidak berguna, pekerjaan terbaik adalah aparat negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun