Mohon tunggu...
Farizah Auliya Brillianty
Farizah Auliya Brillianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maliki Malang

Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bukan Sekedar "Orang Tua"

20 Mei 2022   08:15 Diperbarui: 20 Mei 2022   09:25 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bukan Sekedar seorang "Orang Tua"

Kita adalah seorang manusia yang termasuk makhluk social dna membutuhkan bantuan orang lain. Begitu juga aku yang dilahirkan dan dibesarkan keluarga yang sederhana. Saat aku masih kecil, aku tak mengerti apa itu beribadah, apa itu huruf, dll. Namun berkat merekalah dengan pengajaran serta contoh-contoh yang mereka berikan sehingga aku bisa mengerti dunia.

Ayah dan Ibuku. Yah merekalah yang mendidikku, tak hanya persoalan pendidikan formal, namun mengaji dan perihal ibadah pun mereka sangat-sangat giat serta semangat membagikan ilmunya kepadaku. Dulu saat aku masih belum sekolah, panutanku hanyalah orang tua ku. Yang mana Ayahku adalah alumni PIQ Singosari dan ibuku alumni PP Wahid Hasyim yang ilmu keagamaannya sudah tidak dapat diragukan lagi.

Keluarga kecilku bukan termasuk dalam golongan keluarga yang terlalu fanatic terhadap ilmu keagamaan. Namun orang tuaku tetap berusaha keras melarang apa yang dilanggar agama dan menyeru apapun yang diperintahkan oleh agama.

Seperti halnya sholat, Ayah dan ibuku selalu mengajakku agar aku rajin sholat jamaah di masjid dengan cara memberi contoh yang baik walaupun saat aku masih kecil aku tidak mengerti doa-doa apa saja yang harus di baca ketika sholat, namun seiringnya waktu hari demi hari orang tuaku pun mengajariku agar aku bisa menghafalkan doa-doa dalam sholat meskipun aku belum faham mengenai huruf hijaiyah. 

Dulu memang aku juga ikut mengaji di yayasan namun menurut orang tuaku mengaji di sebuah yayasan itu tidak cukup karena perlu pengulangan yang berkala. Jadi orang tuaku pun mendidik aku sehingga aku hafal doa-doa dalam sholat.

Tak hanya perihal sholat, puasa pun sejak aku masih sekolah paud pun aku sudah diajari agar ikut puasa romadhon meski puasa hanya setengah hari. Seiring berjalannya waktu akhirnya aku pun terbiasa dan mulai aku kelas TK B barulah aku memulai untuk puasa Romadhon full. 

Pertama kali aku puasa maghrib, saat beduk dzuhur telah dikumandangkan aku merasa haus, letih dan lapar. Sangat merasa keberatan saat aku merasakan puasa maghrib untuk pertama kalinya. 

Apalagi saat nonton televise dan iklannya yang seger-seger, ibuku pun langsung mengganti chanel TV tersebut karena takut aku ngiler katanya .Namun ibuku tetap mensupport aku agar kuat puasanya hingga adzan maghrib tiba.

Saat pertama kali puasa maghrib dan adzan maghrib dikumandangkan betapa bahagianya hatiku akhirnya hari pertama puasa maghribku sukses karena dukungan orang tua. Pada intinya perihal keagamaan orang tuaku sangat memperhatikan anak-anaknya.

Mengaji pun aku sangat digembleng pada saat itu. Sampai-sampai pertama kalai aku menangis saat mengaji dikarenakan tidak bisa membaca surat Al-Lahab. 

Namun ayah dan ibuku tetap telaten mengajariku meski aku bermalas-malasan, sering lupa karena menurut mereka masih maklum karena aku anak-anak, meski begitu ayah dan ibuku tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya karena persoalan agama itu penting. Amal ibadah kita itulah yang akan ikut sampai ke liang lahat.

 Aku sering mengeluh pada saat aku masih kecil karena aku ingin bisa mengaji seperti halnya ayah dan ibuku. Alhamdulillah untung saja aku diberikan rang tua yang baik dan sangat telaten dalam mengajarkan ilmu agama kepada anak-anaknya. 

Meskipun dulu ayah dan ibuku orang yang sama-sama sibuk mencari nafkah namun mereka tetap meluangkan waktu mereka untuk mengajarkan sedikit demi sedikit ilmu agama kepada anak-anaknya meskipun aku kadang sering lelet, bermalas-malasan, suka tidur dan lain-lain. Namanya juga masih kecil ayah dan ibuku pun memaklumi sifatku yang masih suka bermain.

Saat aku sudah SMP pun ayah dan ibuku tidak segan-segan menuruti permintaan ku agar aku masuk ke pondok pesantren. Karena ayah dan ibuku perpendapat bahwasannya pengajaran orang tua hanyalah hal sederhana, perlu mengerti dulnia luar agar aku tak hanya bisa hal-hal sederhana seperti, mengaji, sholat dan puasa. 

Ayah dan ibuku juga perpendapat bahwa ayah dan ibuku sangat ingin pendidikan dan ilmu yang diperoleh anak-anak nya lebih banyak dan mumpuni dibandingan dengan ilmu yang pernah didapatakan oleh ayah dan ibuku. Maka dari itu ayah dan ibuku selalu mendukung apapun keinginan serta kiat baikku dengan apapun usaha yang mereka lakukan demi kebaikan ku.

Aku pun sangat bahagia dan bersyukur bahwa aku dilahirkan di dalam keluarga sederhana yang sangat memprioritaskan kebutuhan anak-anaknya. 

Saat aku menempuh pendidikan ayah dan ibuku pun masih saja sering mengingatkanku agar aku tetap pada hal-hal yang bersifat baik seperti, mengaji, sholat, puasa, bersedekah dan menjauhi hal-hal yang bersifat buruk seperti mencuri, bertengkar dengan teman dan lain-lain. 

Saat kunjungan wali santri pun ayah dan ibuku sring menyimak aku mengaji karena ayah dan ibuku sangat ingin tau seberapa banyak perkembangan aku selama aku di pondok dan Alhamdulillah berkat semangat ibuku aku berniat ingin menghafal Al-qur'an meski sangat sulit bahkan jatuh bangun serta air mata yang sering berlinang disaat aku sulit untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. 

Namun berkat kesabaran ayah dan ibuku mereka tetap telaten dan tidak pernah memarahiku ketika aku lalai atau tidak terlalu lancer dengan apa yang aku hafalkan. 

Karena ayah dan ibuku faham susahnya menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Seiring berjalannya waktu Alhamdulillah aku sudah lulus Madin dan juga lulus sekolah SMA lalu aku pun memutuskan untuk melanjutkan mondok di pondok yang berbeda dengan tujuan untuk focus menghafal Al-Qur'an karena dukungan ayah dan ibuku yang sangat menginginkan anaknya menjadi seorang Hafidzoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun