Mohon tunggu...
Fariz Maulana Akbar
Fariz Maulana Akbar Mohon Tunggu... -

Apakah dengan menjadi Islam saya langsung menjadi demokratis? dan apakah sebaliknya Anda yang demokrat otomatis menjadi Islam?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bredel Koruptor (Blepotan: Badan Lembaga Potong Tangan)

14 Desember 2010   18:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:44 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_79985" align="alignleft" width="300" caption="Potong Tangan Koruptor"][/caption] Korupsi adalah extra ordinary crime. Penanganan-penanganan kasus korupsi di negeri ini sudah semacam sebuah sinetron dari episode ke episode yang lama habisnya hingga mengakibatkan munculnya peluang kaderisasi bagi para koruptor. Akhirnya rakyat apatis bahkan skeptis terhadap pintu-pintu keadilan, sikap apatis itulah yang menelurkan rasa ketidak percayaan rakyat terhadap penegak hukum. Jeremy Poope dalam bukunya "Strategi Memberantas Korupsi." Dia mengatakan bahwa "negara membutuhkan anjing penjaga uang rakyat yang mana anjing tersebut memiliki mata menyalak, mampu menerkam serta mencabik-cabik para koruptor tetapi harus anjing yang ber-Tuhan." Di NKRI begitu banyak badan-badan hukum serta lembaga-lembaga yang bergerak dibidang hukum namun pertanyaannya adakah yang mampu seperti anjing yang ber-Tuhan?!! Keapatisan rakyat semakin menjadi-jadi ketika polisi menangkap polisi, hakim menghakimi hakim dan jaksa menuntut jaksa serta para tokoh pemuka agama/masyarakat kini telah diperkosa di dalam hotel berbintang oleh partai-partai politik, mereka hanya dijadikan pendamping kekuasaannya. Bukankah seharusnya mereka menjadi penasehat yang menyampaikan atau penyambung lidah rakyat?!! Hanya Tuhan Yang Maha Tahu. Situasi dan kondisi republik ini sudah tidak masuk akal. Jika kita lihat jika kita lihat sumber daya alam yang melimpah ruah, Tan Malaka seorang tokoh revolusioner pernah menyatakan bahwa: "Akan aku jadikan Indonesia sebagai laboratorium dunia" maksudnya adalah apa kiranya yang tidak ada di bumi Indonesia. Bicara minyak bumi, gas alam, tambang logam bahkan emas Indonesia pun memiliki. Apalagi sumber daya laut dan hasil lautnya sangat dahsyat serta luar biasa. Namun kenapa masih saja banyak pengangguran, SDM-nya renadah akan pendidikan serta kemiskinan yang merajalela hal ini justru dirawat dan dipelihara oleh negara. Kerancuan dan kemunafikan itu berasal karena adanya praktik-praktik korupsi di tiap-tiap instansi pemerintahan yang menghisap uang rakyat hanya untuk kepentingan individu atau kelompoknya saja. Sehingga kerusakan moral terjadi secara berjamaah kemudian berimbas menghancurkan tata kelola sekaligus sistem-sistem kepemerintahan dengan kata lain egoisme memperalat kekusaan (abuse of power). Akhirnya rakyat kebinguan ditengah manuver-manuver elit politik, dan terompet elit politik yang masih peduli terhadap krisis ini berdengung "Ganti sistem, ganti rezim". Hanya saja yang menjadi persoalan adalah pernyataan 'ganti sistem, ganti rezim' hanya sebatas kata-kata, tidak ada kelanjutan khusus dalam tindakan, sehingga kata 'ganti sistem, ganti rezim' sekadar dijadikan alat sekaligus jargon oleh para elit politik yang berlawanan untuk saling menjatuhkan, akhirnya episode-episode dengan judul lain selalu bermunculan. Dan timbul pertanyaan! Kapan permasalahan bangsa ini mau selesai??? Memang sudah saatnya hukum potong tangan untuk para koruptor dilakukan dan disahkan melalui sebuah produk hukum. Karena itu adalah solusi yang terbaik. Dan setegas-tegas hukum adalah kepastian hukum yang tidak menunda-nunda proses peradilan. Melakukan penyelewengan terhadap uang negara yang jumlahnya mega rupiah bahkan triliunan adalah suatu perbuatan jahanam yang sama artinya dengan merampas hak rakyat atau bahkan membunuh secara perlahan jutaan rakyat Indonesia. Uang negara yang seharusnya untuk biaya mensejahterakan taraf kehidupan rakyat amblas dan sirna seketika ketika seorang koruptor dengan lahab memakan uang tersebut. Apakah perbuatan itu tidak melanggar hak asasi manusia? Apakah perbuatan itu tidak melanggar hal asasi rakyat? Betapa dahsyatnya kelemahan supremasi hukum di republik kita, atau bahkan bisa dikatakan telah mati yang lebih mnyedihkan lagi para narapidana tahanan korupsi bisa bebas tanpa memakan waktu lama, tedeng aling-alingnya mendapat 'grasi dan remisi' dengan pertimbangan yang bersangkutan telah berlaku baik dalam masa hukuman ataupun hari-hari besar keagamaan. Saya rasa pemerintah kita terlalu baik dan ramah dengan penjahat-penajahat republik. Apakah ada garansi atau jaminan ketika pelaku-pelaku kejahatan dipercepat keluar dari masa hukumannya dapat dipastikan tidak akan mengulangi perbuatannya? Nihilisme bung!!!Faktanya banyak orang yang keluar masuk penjara dengan kasus serupa. Hal ini mempertegas bahwasanya penjara jarang sekali memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan. Dan Korupsi adalah bentuk kejahatan maha haram. Hukum telah diperkosa oleh kekuatan-kekuatan rupiah. Sadarkah kita? Jika si miskin berulah, mencuri ayam, mencuri makanan, mencuri pakaian dan sebagainya. Barang apa yang dicuri oleh si miskin? Tentu saja barang-barang yang memenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, proses hukum berjalan sangat cepat dan dahsyat bahkan tidak jarang mereka dihakimi oleh massa. Itulah yang terjadi di republik ini. Ternyata hukum hanya berlaku untuk orang-orang pedalaman, orang-orang pinggiran, orang-orang kolong jembatan, orang-orang tak mampu sehingga hukum menjadi ibarat pisau yang mengalami keterbalikan fungsi, yaitu tajam di bawah tapi tumpul di bagian atasnya. Dimanakah letak keadilan dan penegakkan hukum yang sesungguhnya Kisah Tragis di Republik Saya Seorang bapak mencuri ayam, tertangkap tangan beberapa siksaan dia lalui, yang pertama adalah pukulan para warga yang kesal (hukum adat) terkadang bahkan oknum aparatpun turut menyumbang pula bogeman mentahnya. Ketika ditanya kenapa kamu mencuri ayam? "tidak punya uang untuk biaya anak yang sedang sakit" jawab sang bapak (persoalan ekonomi). Dengan badan penuh memar akibat dipukuli hari itu juga langsung meringkuk dalam ruang tahanan yang penuh dan sesak. Tidak seperti koruptor yang proses peradilannya memakan waktu realtif lama karena banyak tanda kutip, dan ditahan/dipenjarakan dalam ruangan VVIP bahkan masih bisa jalan-jalan rekreasi ke Bali sekadar menonton tenis, jika perlu ke luar negeri untuk berobat. Ini semua tidak mengada-ada dan memang benar-benar terjadi khususnya bagi terpidana korupsi. Ironis memang jika dibandingkan dengan bapak pencuri ayam yang karena kebutuhan dengan koruptor yang karena keserakahan, sangatlah aneh memang dan tentu saja tidak berimbang. Padahal panglima tertinggi di republik kita ini adalah hukum namun nyatanya rajanya adalah uang karena itu hukum dapat dikendalikan oleh uang (kekuasaan). Ketika sang pencuri ayam ditahan/dipenjara berbulan-bulan bahkan tahunan. Anak dan istrinya di rumah tiada yang memberi 'penghidupan' akhirnya istrinya mengalami depresi kemudian menjual dirinya untuk mengidupi kehidupan anaknya sebab tidak adanya jaminan sosial untuk rakyat yang diberikan oleh negara. Berdosakah kita? Berdosakah pemerintah? yang membiarkan permasalahan semacam itu selalu ada dan tetap terjadi di republik kita ini!! Menyedihkan. Saya pribadi lebih sepakat jika sang bapak menerima hukum potong tangan. Jika kita/pemerintah/penegak hukum sudah membuat undang-undang tata pelaksanaan hukuman potong tangan bagi pencuri kelas teri hingga pencuri kelas kakap maka si pencuri ayam cukup di potong satu atau dua jarinya saja sedangkan seorang koruptor layak dipotong semua jarinya. Sehingga tidak perlu dipenjara sebab jika dipenjara  efeknya adalah:

  1. Pemerintah mengeluarkan APBN menghidupi para narapidana, anggarannya tidak sedikit dialokasikan untuk kesehatan dan pendidikan
  2. Jika di potong tangan, tanpa dipenjarakan si pencyri merasakan efek jera, karena sudah kehilangan satu atau dua jari tangannya dan pasti tidak mau lagi kehilangan seluruh jari tangannya tentu saja itu merupakan aset yang sangat berharga bagi dirinya.
  3. Jika dipotong tangannya si pelaku masih bisa bekerja memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga bagi keluarganya.

Hukum potong tangan ini bukanlah upaya formalisasi syariat Islam melainkan sebuah ungkapan  kekecawaan atas penegakkan hukum di Republik kita yang seolah main-main dan kurang serius karena lebih mirip sebuah parodi. Jadi wacana hukum potong tangan bagi pencuri khususnya koruptor (kejahatan maha haram) adalah kebutuhan yang urgent tentunya produk undang-undang yang kelak dihasilkan harus memenuhi azas equality before the law (tidak pandang bulu).  Alternatif ini dipilih sebagai upaya melakukan perubahan paradigma dalam penegakan hukum di Indonesia bedasarkan pembacaan atas tanda-tanda dan semangat zaman yang tengah terjadi (refleksi-persepsi-konsepsi-ekspresi---->revisi)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun