Mohon tunggu...
Fariz Maulana Akbar
Fariz Maulana Akbar Mohon Tunggu... -

Apakah dengan menjadi Islam saya langsung menjadi demokratis? dan apakah sebaliknya Anda yang demokrat otomatis menjadi Islam?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surga Penjahat Berdasi

4 September 2010   08:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:27 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_249200" align="alignright" width="260" caption="signnet.blogspot.com"][/caption] Saya tidak habis pikir, kenapa orang-orang yang mengenyam pendidikan tinggi sekaligus memiliki status sosial yang tinggi justru melakukan tindakan yang menentang hukum yang merugikan orang banyak. Kita mungkin akan lebih mudah memaafkan sebuah kejahatan yang dilakukan seseorang yang berpendidikan rendah sekaligus miskin karena ia melakukan kejahatan karena terpaksa akibat himpitan struktur sosial yang tidak adil. Lalu, bagaimana dengan pejabat dan birokrat yang berpendidikan sekaligus terhormat kemudian memakan uang rakyat, menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi/kelompok dan memungut upeti sekaligus menerima suap? Tentu tidak bisa dimaklumi dan dimaafkan. Pertanyaannya, apa yang menjadi motif orang-orang terhormat dan terpandang melakukan kejahatan? Mudah sekali menjawabnya, tidak lain dan tidak bukan adalah keserakahan dan ketidakpuasan terhadap apa yang dimilikinya (tidak bersyukur). Dalam lingkungan institusi pemerintah, kejahatan kemanusiaan yang berlabel korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merupakan kejahatan korporasi skala besar yang melibatkan insan penjabat tinggi, birokrat, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka adalah pejabat elite pemerintah yang mendapat amanat sebagai wakil rakyat untuk mengayomi hak-hak rakyat. Namun, praksisnya tega menyelewengkan hak-hak tersebut demi kepentingannya sendiri. Dalam hal ini, kejahatan yang mereka lakukan lazim disebut sebagai kejahatan kerah putih atau kejahatan kaum berdasi (white collar crime). White collar crime adalah istilah untuk menyebut kejahatan bagi kaum penguasa (priyayi) dari kalangan kerajaan atau pemerintahan. Mereka seolah menjadi panutan rakyat, memiliki kedudukan tinggi sebagai pemegang kekuasaan, namun karena sifat kemaruk (unsatisfying), mereka memanfaatkan jabatan dan kekuasaan yang digengamnya sebagai legitimasi untuk melakukan praktek kejahatan KKN tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa korupsi merupakan kejahatan skala besar (mega crime) yang merugikan aset negara milyaran hingga trilyunan rupiah. Di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, praktek kejahatan ini tumbuh subur layaknya jamur di musim penghujan. Ketika ada kesempatan dan peluang terbuka lebar, maka sangat dimungkinkan terjadi adanya penyelewengan kekuasaan. Ironisnya, kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang berpengaruh dan memiliki kekuasaan tinggi. Apa yang diakibatkan oleh white collar crime itu telah membuat rakyat menderita, menjerit bahkan menangis bergelimang air mata. Ironisnya negeri ini masih seperti surga bagi para koruptor. Kepolisian, KPK, Kejaksaan hingga Pengadilan seakan selektif menangkap para koruptor busuk dan keparat pembuat melarat rakyat. Untuk para koruptor yang telah membuat air mata tangis rakyat, engkau bisa lari dari hukum tetapi tidak bisa lari dari air mata rakyat. Kami semua akan terus mengejarmu. Yakin usaha sampai....

Kemanapun melangkah....kalian pijak air mata kami Kemanapun terbang....kalian kan hinggap diatas air mata kami Kemanapun berlayar....kalian kan arungi air mata kami Kalian sudah terkepung tak kan bisa mengelak Tak kan bisa kemana pergi Menyerahlah....Pada kedalaman air mata kami (SCB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun