Mohon tunggu...
Fariz Maulana Akbar
Fariz Maulana Akbar Mohon Tunggu... -

Apakah dengan menjadi Islam saya langsung menjadi demokratis? dan apakah sebaliknya Anda yang demokrat otomatis menjadi Islam?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Malaysia Bukan Musuh Kita

17 Agustus 2010   07:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:57 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja kita mendengar pemberitaan terhadap tiga orang petugas DKP ditangkap angkatan laut Malaysia pada saat mengamankan aksi pencurian ikan di perairan Indonesia bahkan sempat tersiar kabar angkatan laut Malaysia melakukan tembakan ke arah kapal petugas dari DKP. Ini sungguh sangat ironis, hanya sesaat sebelum kita memperingati kemerdekaan yang ke-65. Penyikapan terhadap peristiwa ini pun sangat beragam, ada yang kecewa terutama dari kelompok oposisi. Mereka menilai pemerintah takut terhadap negara tetangga (Malaysia) yang memiliki alutsista lebih modern dan canggih dibanding alutsista kita. Saya pikir tidak pantas jika Indonesia dikatakan takut terhadap Malaysia karena memang Malaysia tidak perlu ditakuti. Sebagai sesama negara muslim sudah sepantasnya setiap permasalahan diselesaikan melaui jalur diplomasi secara elegan. Dan akan sangat anakronis jika peperangan di dijadikan instrumen akhir dari diplomasi tetapi harus ditekankan objek paling penting dalam diplomasi ya untuk mencegah peperangan. Jadi sekali lagi saya tekankan tidak tepat jika berpendapat bahwa pemerintah Indonesia takut terhadap Malaysia. Karena sesungguhnya pemerintah kita sedang bersabar terhadap ulah dari saudara-saudara kita dari Malaysia. Jika hal ini terjadi dalam konteks Indonesia vis a vis Amerika serikat dan sekutunya maka sangat tepat jika pemerintah dikatakan takut atau pengecut. Banyak fakta memang bisa kita temukan untuk memberikan predikat pengecut terhadap bangsa kita yang telah berusia 65 tahun ini.Diantaranya intervensi yang berlebihan terhadap berbagai urusan dalam negeri Indonesia terutama dalam bidang ekonomi politik dan pengelolaan sumber daya alam dan parah lagi pemimpin negeri ini selalu mengakomodir setiap kepentingan asing yang merugikan bangsa sendiri ibarat seekor kerbau yang dicocok hidungya. Mungkin memang terdengar aneh, apa yang saya tulis diatas, tetapi perlu kita ingat bahwa Perang Dunia I dan Perang Dunia II bisa terjadi salah satunya atas faktor Nasionalisme yang berlebihan. Hari ini kita semua perlu Nasionalisme yang kosmopolitan bukan Nasinonalisme yang sempit dan cenderung Chauvinistik sehingga berakibat memandang rendah bangsa lain dan meninggikan bangsa sendiri. Dan ini sedemikian relevan dengan nilai-nilai ajaran Islam seperti tertuang dalam Al-Quran yang berbunyi: Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha teliti. (Qs. 49:13). Jelaslah sudah sikap dan tindakan apa yang harus kita ambil dalam menyikapi hal seperti ini. Mudah-mudahan kita semua tidak terjebak dalam sebuah Nasionalisme yang sempit. Yakin usaha sampai....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun