Mohon tunggu...
Fariz Nurman Adi Nugroho
Fariz Nurman Adi Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Sejarah dan filsafat berkenaan dengan Islam sangat menarik untuk bisa di bahas apalagi dengan paradigma kontemporer seperti sekarang yang banyak problematika umat yang harus diselesaikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Mufassir Kontemporer Terhadap Ketentuan Menutup Aurat Bagi Para Muslimah

20 Mei 2024   22:56 Diperbarui: 20 Mei 2024   23:34 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era zaman sekarang banyak para muslimah yang menganggap menutup aurat merupakan hal yang ribet dan menjadikan mereka kurang leluasa dalam beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Jika ditarik melalui rekam jejak sejarah, padamasa Nabi Muhammad Saw sebelum islam hadir perempuan hanya dijadikan alat pemuas nafsu dan budak. 

Kemudian islam hadir untuk menaikan derajat wanita dan menjaga kehormatan mereka, utamanya dengan menutup bagian-bagian yang dapat menimbulkan syahwat. Namun anehnya pada zaman sekarang banyak para perempuan dengan bangganya menampakan aurat mereka, baik secara langsung dengan memperlihatkan langsung pada bagian tertentu atau menonjolkan bagian tubuh sehingga membentuk lekukan tubuh.

Hal ini menjadikan sebuah pertanyaan bagi publik, sebenarnya bagaimana islam mengatur wanita untuk menjaga auratnya?. Dalam Surat An Nur ayat 31 Allah SWT berfirman

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya : Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (QS An Nur 24: 31)

Pendapat pertama dari Buya Hamka dalam tafsir Al Azhar dijelaskan bahwasanya Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk menerangkan kepada kaum perempuan untuk memelihara penglihatan matanya, memelihara kemaluan, dan jangan dipertontonkan perhiasan kecuali yang nyata saja seperti cincin di jari, muka, dan tangan. Beliau menekankan bahwasanya seorang  wanita sudah haruslah menjaga kemaluan, pandangan serta menjaga diri mereka baik-baik dengan tidak mempertontonkan perhiasan kecuali cincin, muka, dan tangan. Jika dikaitkan dengan problem sekarang beliau sangat menolak bahwasanya seorang wanita yang menunjukan auratnya selain dari 3 hal diatas, karena dapat menimbulkan syahwat bagi orang lain.

Pendapat kedua dari Muhammad Syahrur seorang ulama tafsir dari Damaskus yang menyatakan bahwasanya pakaian jilbab yang dipakai oleh perempuan yang menutup seluruh tubuh sampai kaki merupakan tradisi agama-agama Persi yang digunakan untuk membedakan antara perempuan merdeka dan budak. Dimana para budak pada umumnya tidak diperkenankan untuk memakainya. Syahrur membuat kategori batas minimal dan maksimal yang dikenal sebagai teori Hudud yang menerangkan batas minimal perempuan berpakaian adalah satr al-juyub, yakni menutup bagian dada (payudara), dua ketiak, dan kemaluan besar, termasuk kedua pantatnya. Sedangkan batas maksimalnya adalah menutup seluruh badannya, kecuali telapak tangan dan wajahnya.  Dalam hal ini syahrur berpendapat bahwasanya seorang muslimah yang memakai cadar/niqab dianggap berlebihan dan keluar dari batas maksimal.

Pendapat ketiga dari Fazlur Rahman yang dalam penafsirannya mengaitkan antara realitas historis-empiris dengan pandangan normatif  Al-Qur'an.  Menurut Rahman jika ditarik dari aspek sosio-historis selama berabad-abad  tubuh perempuan selalu menjadi objek reklame karena diciptakan dengan sedemikian indahnya. Bisa juga karena pengaruh pemikiran patiarki di masyarakat dimana perempuan selalu dijadikan objek seks. Karena itu Al Qur'an memerintahkan kepada kaum perempuan agar tidak berpakaian dan bertingkah laku layaknya objek seks dan seolah ingin diperlakukan sebagai objek seks. Rahman menjelaskan bahwa jilbab perempuan tidak harus pakaian yang menutup seluruh tubuh melainkan pakaian yang bisa menutup tubuh menurut kadar kepantasan. Metode penafsiran Rahman cenderung melihat dimensi moral, dimana seorang perempuan harus bersikap sopan, bersahaja, dan memakai pakaian yang memenuhi standar kesopanan meskipun tidak menutup rambut kepalanya.

Pendapat keempat dari Quraish Shihab pengarang  tafsir Al Misbah yang menerangkan bahwa memakai jilbab bagi seorang muslimah adalah kewajiban. Secara garis besar beliau tidak menyatakan batasan aurat bagi wanita karena beranggapan bahwa jilbab adalah masalah Khilafiyah dan Al qur'an tidak menjelaskan batas aurat secara detail. Beliau juga mengatakan bahwasanya perintah jilbab itu berupa anjuran bukan keharusan, serta merupakan pengaruh budaya Arab daripada kewajiban agama. Quraish Shihab menyatakan bahwa tidak boleh seorangpun mengatakan bahwasanya yang menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan telah menjalankan syariat, namun juga tidak boleh menyatakan bahwa mereka yang tidak berkerudung atau menampakkan tangan telah melanggar petunjuk agama. Beliau berargumen bahwa rambut bukanlah merupakan aurat karena menurutnya masih ada anggota tubuh lain yang lebih besar rangsangannya seperti, suara yang merdu, badan yang indah serta aneka make-up yang sedemikian rupa. Jadi wajah ketika dipenuhi oleh pacar (make up) lebih besar rangsangannya dibandingkan dengan menampakkan keindahan rambut, karena wajah merupakan perhiasan wanita yang paling berharga.

Dari berbagai pendapat diatas dapat kita  ambil kesimpulan bahwa masalah batasan pemakaian jilbab merupakan khilafiyah. Jika dikaitkan dengan konteks zaman sekarang yang paling mendasar adalah seorang perempuan haruslah bersikap sopan dan menjaga dirinya serta menampakkan hal yang sewajarnya tidak memberikan kesan yang seakan ingin dijadikan objek seks serta menjaga dari lekukan tubuh yang dapat menimbulkan syahwat. Dengan berbagai pendapat tersebut sudah seharusnya kita selalu menghargai pendapat para ulama terutama ulama tafsir yang berbeda pendapat dalam menafsirkan Al Qur'an. Karena kebenaran yang pasti hanyalah milik Allah SWT dan yang belum dapat terselesaikan adalah kita tidak bisa konfirmasi langsung kepada Tuhan berbeda dengan Nabi Muhammad Saw. Ijtihad yang dilakukan oleh para ulama tentunya memiliki dasar baik dari aspek sosio historis, moral, dan lain sebagainya yang tentunya pasti demi kemashlahatan ummat. 

Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun