Mohon tunggu...
Farisya Adriana
Farisya Adriana Mohon Tunggu... Dokter - Pelajar

Seorang mahasiswa dari Malaysia yang kini sedang melanjutkan kuliah S1 di Universitas Airlangga dalam bidang Kedokteran Hewan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengalaman Lintas Budaya Indonesia dan Malaysia

20 November 2024   11:39 Diperbarui: 20 November 2024   11:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lintas Budaya: Belajar dari Kehidupan di Malaysia dan Indonesia

Nama saya Farisya Adriana Binti Jaafar. Saya berasal dari Malaysia dan saat ini sedang menempuh studi di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Indonesia. Tinggal di dua negara dengan budaya yang begitu kaya dan beragam telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi saya. Malaysia dan Indonesia mungkin bertetangga, tetapi masing-masing memiliki keunikan tersendiri yang membentuk masyarakatnya. Pengalaman saya sebagai mahasiswa di kedua negara ini telah membuka mata saya terhadap bagaimana budaya dan tradisi membentuk identitas, menyatukan generasi, dan menghadapi tantangan modern.  

Tinggal dan belajar di Indonesia memberi saya kesempatan untuk lebih memahami berbagai aspek budaya, tradisi, dan nilai-nilai yang sering kali terasa akrab, tetapi juga memiliki perbedaan yang menarik. Dalam artikel ini, saya ingin berbagi pemikiran saya tentang bagaimana tradisi, pendidikan, dan media sosial memainkan peran besar dalam membentuk masyarakat Malaysia dan Indonesia, serta apa yang bisa kita pelajari dari perjalanan ini.

Tradisi dan Perannya dalam Identitas
Di Malaysia dan Indonesia, tradisi budaya adalah bagian penting dari kehidupan. Tradisi ini menghubungkan orang-orang dengan sejarah mereka dan membantu membentuk siapa mereka. Di Malaysia, misalnya, Hari Raya Aidilfitri adalah waktu untuk keluarga, saling memaafkan, dan merayakan kebersamaan. Semua orang berkumpul, tanpa memandang latar belakang mereka. Di Indonesia, tradisi seperti Idul Fitri atau perayaan Hari Kartini menunjukkan betapa masyarakat menghargai sejarah dan pahlawan mereka.  

Tradisi ini mengajarkan generasi muda tentang rasa hormat, rasa syukur, dan persatuan. Namun, seiring dunia yang semakin modern, menjaga tradisi ini tetap hidup menjadi tantangan. Misalnya, pakaian tradisional kini diadaptasi menjadi gaya modern, dan cerita-cerita lama disebarkan secara digital. Menyeimbangkan antara menjaga tradisi dan maju ke depan adalah sesuatu yang harus dihadapi oleh setiap generasi.

Pendidikan: Menghubungkan Masa Lalu dan Masa Depan
Pendidikan memainkan peran besar dalam membantu masyarakat memahami tradisi sekaligus mempersiapkan masa depan. Di Malaysia dan Indonesia, sekolah berfokus pada pengajaran untuk menghargai budaya mereka sekaligus mempersiapkan siswa menghadapi dunia global.  

Di Malaysia, sekolah mengajarkan pentingnya keberagaman. Siswa merayakan berbagai festival budaya dan belajar menghormati perbedaan satu sama lain. Di Indonesia, siswa diajarkan tentang Pancasila, sebuah filosofi yang menekankan persatuan dan kerja sama meskipun ada perbedaan.  

Namun, kedua negara menghadapi tantangan dalam sistem pendidikannya. Dengan teknologi yang menjadi bagian besar dari kehidupan, metode pengajaran lama bisa terasa usang. Sekolah perlu menemukan cara untuk menggunakan alat digital sambil tetap mengajarkan sejarah dan budaya. Guru, siswa, dan pembuat kebijakan harus bekerja sama untuk mewujudkannya.

Pengaruh Media Sosial terhadap Kaum Muda
Media sosial telah menjadi bagian besar dari kehidupan anak muda. Platform seperti Instagram dan TikTok memungkinkan mereka mengekspresikan diri dan terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia. Sebagai pengguna media sosial, saya melihat bagaimana platform ini menyatukan orang dengan berbagi tren, lelucon, dan ide.  

Namun, media sosial juga memiliki sisi negatif. Masalah seperti perundungan daring, standar kecantikan yang tidak realistis, dan berita palsu dapat merugikan anak muda. Selain itu, fokus yang berlebihan pada kehidupan daring dibandingkan hubungan nyata dapat melemahkan nilai-nilai tradisional seperti kebersamaan dan rasa komunitas.  

Di Malaysia dan Indonesia, semakin banyak orang yang menyadari perlunya literasi digital. Sekolah dan organisasi mengajarkan siswa bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak, dengan penekanan pada kebaikan, berpikir kritis, dan pengertian.

Kesimpulan

Pengalaman budaya di Malaysia dan Indonesia menawarkan pelajaran berharga tentang identitas, tradisi, dan perubahan. Dengan merenungkan pengalaman ini, kita dapat lebih memahami bagaimana budaya membentuk kehidupan kita dan bekerja menuju masyarakat yang lebih inklusif dan saling menghormati. Pelajaran ini mengingatkan kita bahwa meskipun dunia terus berubah, nilai-nilai seperti rasa hormat, persatuan, dan pengertian akan selalu menjadi hal yang penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun