Menulis, menulis, dan menulis. Itulah keseharianku yang aku jalani saat ini. Meski menjadi pendidik disebuah yayasan tidak membuatku berhenti untuk menjadikanku seorang penulis. Meskipun masih satu buku yang mampu aku terbitkan. Tidak membuatku berhenti untuk mencoba menerbitkan buku kembali. Meskipun kali ini masih dalam prosesnya, tapi jika sudah saatnya pasti akan aku terbitkan. Karena menulis itu mampu membuat kita abadi. Abadi dalam sebuah karya yang kita ciptakan sendiri.
Sampai suatu ketika aku mendapat kabar dari pembina teater MTSN 2 Blitar panggil saja Flo, bahwa ada sebuah workshop Teater dan Kepenulisan yang diadakan oleh The Nine Theater Vision atau dikenal dengan THE9ATRE. Workshop ini bertempatkan di sebuah kafe yang dikenal dengan New Dekoloniale Resto & Coffe. Sontak hatiku tergerak untuk mengikuti workshop tersebut. Dengan kemampuan yang masih minim dalam sebuah kepenulisan, workshop tersebut sangat berguna sekali bagiku.
Workshop Teater dan Kepenulisan itu dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2023. Memang benar adanya, waktu akan memberikan kesempatannya kepada kita yang bersungguh -- sungguh dalam meraih sesuatu. Bersyukur rasanya bisa hadir dalam workshop tersebut.
Setelah beberapa hari menunggu, hari yang ditunggu pun datang. Hari dimana aku akan memperoleh sebuah ilmu yang bermanfaat. Mulai dari kepenulisan, teater, artistik, dan filmmaker. Semuanya aku dapatkan pada hari itu juga. Sebenarnya yang menarik perhatianku adalah kepenulisan sastra yang dibawakan oleh Bapak Rusdi Zaki S. SN. Beliau seorang sastrawan sekaligus penulis ternama. Dari situlah aku mendapat banyak sekali ilmu dalam hal menulis yang belum aku ketahui. Meskipun ada beberapa juga yang mengulang kembali tentang teori kepenulisan dalam workshop tersebut.
Menurut Bapak Rusdi Zaki S. SN menulis itu bebas dan liar. Maksudnya bebas mengekspresikan apapun itu dalam diri kita. Karena menulis membuat kita abadi. Yaitu abadi dalam tulisan yang telah kita buat. Seperti halnya D. Zawawi Imron yang dikenal karena karya puisinya yang begitu indah. Selain itu, modal untuk menulis hanyalah sebuah ide yang ada dalam pikiran kita. Selama ada ide kita bisa menulis apapun yang kita mau. Karena ide adalah kunci pokok dalam hal menulis. Begitu kata beliau Bapak Rusdi Zaki S. SN saat menyampaikan sebuah materi di depan.
Beliau begitu berwibawa dan menunjukkan aura sastrawan yang begitu kuat. Sehingga ingin sekali meminta masukan untuk buku pertamaku yang baru terbit. Namun waktu berkehendak lain, beliau begitu sibuk setelah menyampaikan materi kepenulisan. Beliau mempersiapkan untuk pementasan teater nanti malam dalam pembacaan puisi.
Selain itu dalam menulis itu bisa dibedakan menjadi beberapa bagian. Pertama, dalam menulis ada sebuah kiasan, simbol, frasa, dan metafor. Dan itu ditunjukkan saat kita ingin menulis sebuah puisi. Karena dalam menulis puisi, frasa yang disampaikan begitu kuat. Serta sebuah kiasan dan metafor sudah menjadi ciri khas tersendiri dalam kepenulisan puisi.
Kedua, dalam menulis harus terdapat sebuah dialog, konflik, alur/plot cerita, dan eksposisi. Semua itu ditunjukkan saat kita ingin menulis sebuah cerpen. Dan eksposisi ini dibagi menjadi pengenalan tokoh, latar waktu, tempat, dan peristiwa dalam cerita. Yang mampu menarik pembaca dalam sebuah cerpen adalah konflik yang ada dalam cerita itu sendiri.
Ketiga, tokoh dan konflik dalam novel. Sebenarnya sekilas struktur novel dan cerpen sama. Namun yang membedakan adalah, dalam novel tokoh yang dikandungnya harus lebih kuat dan berkarakter dari pada cerpen. Karena mampu mempengaruhi plot cerita dalam sebuah novel. Hingga konflik dalam novel harus benar -- benar membuat pembaca terhipnotis akan begitu hidupnya sebuah cerita dalam novel. Sedangkan dalam cerpen sendiri harus benar -- benar mempersingkat, jelas, dan padat dalam menggambarkan sebuah konflik yang ada pada cerpen. Jika dalam novel, semakin konflik itu hidup dan semakin sulit dalam menemukan penyelesaiannya, maka akan membawa pembaca menjadi penasaran akan bagaimana tokoh dalam novel tersebut mampu menyelesaikan konflik yang sedang dihadapinya.
Bersyukur aku mengikuti kegiatan workshop kali ini. Karena, dalam membuat novel fiksi, aku masih membutuhkan wawasan semacam ini. Â Sebuah gambaran pun terpampang dalam pikiranku dan harus aku tuangkan dalam bentuk goresan tinta. Dan akhirnya, nanti sepulang dari workshop aku dapat melanjutkan sebuah karya fiksi yang sedang aku tulis.
Tidak hanya itu, bahkan aku pun mendapat tambahan wawasan lagi tentang teknik kepenulisan yang harus diperhatikan. Bagiku ini lebih masuk kepada editing naskah. Teknik kepenulisan kali ini di bagi dalam beberapa bagian. Pertama, peka terhadap lingkungan sekitar. Menjadi seorang penulis, kita harus peka tentang keadaan sekitar kita. Jika kita berjalan melihat sesuatu yang menjadikan ide untuk kita tulis. Maka tuangkan dalam sebuah tulisan. Dan senjata seorang penulis adalah nootbook dan bolpoin. Dua benda itu merupakan senjata seorang penulis untuk menggambarkan ide yang kita dapat saat dimanapun kita berada. Karena tanpa adanya dua benda itu, maka ide yang ada dalam pikiran kita akan hilang terbawa oleh angin yang berhembus begitu halusnya.