Dari situ kami sudah tidak lagi sering berhubungan melalu chat seluler dan mulai kembali menjadi manusia asing dan lebih asing dari pertama kali kenal. Bukannya aku yang bisa mengeluarkannya dari rasa trauma yang selama ini dia terima. Justru sebaliknya, akulah yang diberi rasa trauma oleh dirinya. Hati ini menjadi sesak, panas, bahkan begitu sakit setelah menerima penjelasan darinya. Memang ini yang harus aku terima. Aku tak boleh terlalu jauh membuatnya menjadi tidak nyaman.Â
Dan aku harus sadar bahwa bukan aku yang diinginkannya. Aku berterima kasih dengan dirimu yang telah mengajarkanku kembali akan cinta yang bertepuk sebelah tangan ingin. Lagi - lagi aku dipertemukan oleh sebuah rasa cinta yang dimiliki oleh diriku seorang tidak dengannya. Bertepuk sebelah tangan itu memang menyakitkan. Sekali terima kasih cinta yang telah hadir. Mulai titik ini aku akan kembali menyendiri dan tidak lagi mencintai siapapun juga.
"Itulah cinta. Satunya mencoba mengeluarkan satu orang dari rasa traumanya. Satunya lagi mendapat rasa trauma dari apa yang dia perbuat. Bahkan, sialnya orang yang berniat menolong orang lain dari rasa trauma itu gagal menolongnya juga. Justru dirinya ikut masuk dalam ruang trauma yang amat dalam. Sehingga kita sama - sama merasakan sebuah rasa trauma yang dibuat oleh diri kita sendiri. Teruntuk kamu, kamu memang masih mencintaimu hingga saat ini meski memang aku gagal membawamu keluar dari rasa trauma yang ada dalam dirimu. Namun aku akan mencari cara lain agar dirimu bisa keluar dari rasa trauma itu. Antara aku yang harus menjauh pergi dan membiarkanmu sendiri. Atau aku yang masih mengedepankan egoku untuk mendapatakanmu. Cinta memang rumit."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H