Mohon tunggu...
Faris Rakandany
Faris Rakandany Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Keep Learned

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlukah Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur? Jika Perlu Apa Syaratnya?

29 Maret 2021   04:33 Diperbarui: 29 Maret 2021   04:50 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maket Ibu Kota Baru. (2019 dok. Kemen PUPR)

Menurut Todaro (2000:137-138), investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam hal ini akan semakin memperluas kesempatan kerja. Selanjutnya, Mankiw (2003:61) menyatakan bahwa inovasi teknologi merupakan salah satu faktor yang mampu meningkatkan permintaan investasi. Menurut Sukirno (2008:122), investasi dapat juga diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Dikutip dari laman resmi BKPM mengenai peran investasi dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Pertama, investasi ini memiliki korelasi positif terhadap pembangunan infrastruktur negara. PDB yang naik akan mendukung upaya pembangunan dari pemerintah, sementara pemerintah pun akan lebih giat membangun infrastruktur guna menyokong dan menarik investor. Kedua, investasi ini juga akan menumbuhkan iklim bisnis. Semakin banyak investasi atau penanaman modal yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula bisnis-bisnis baru yang bermunculan. Seperti UMKM, alat kesehatan, dan perumahan yang menjadi beberapa sektor bisnis yang tumbuh di masa pandemi ini. Ketiga, banyaknya bisnis yang bermunculan akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, yang mana secara jelas akan mendukung pertumbuhan daya beli konsumen serta konsumsi rumah tangga.

Berbagai upaya dan kebijakan sebenarnya telah dikeluarkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya sektor investasi dalam pemulihan ekonomi nasional. Salah satu yang yang paling santer adalah memulai pembangunan ibukota Negara dalam rencana pemindahan ibukota Negara ke Kalimantan Timur. Dimana saat ini pembahasan mengenai rencana pemindahan ibukota sudah sampai tahap penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu kota baru yang akan dibahas dan disahkan oleh DPR baru setelah itu akan dimulai pembangunan ibukota baru dimana pemerintah menargetkan tahun 2021 akan dimulai groundbreaking pembangunan ibukota baru. Namun, disisi lain diharapkan pemerintah juga tidak terlalu terburu-buru dalam merealisasikan pembangunan ibu kota baru, karena jangka waktu (2020-2024) yang ditargetkan pemerintah bukanlah waktu yang panjang. Karena jangka waktu 5 tahun untuk proses pembangunan suatu ibukota dan memindahkan Ibu Kota Negara yang didalamnya terdapat permasalahan mengenai pembiayaan dan beban anggaran serta pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai terlalu singkat.

Pemindahan ibu kota suatu Negara itu sendiri bukanlah hal baru di dunia, sejarah mencatat pemerintah di berbagai negara telah memindahkan ibu kota negaranya beberapa diantaranya adalah Australia dari Melbourne di Victoria ke Canberra pada 1927, Pakistan dari Karachi ke Islamabad pada tahun 1961, Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia pada tahun 1960, Nigeria dari Lagos ke Abuja pada tahun 1991, Kazakhstan dari Almaty ke Astana pada 1997, Myanmar dari Rangoon ke Naypydaw pada tahun 2005. Adapun proses pemindahan ibukota tersebut ada yang memakan waktu 5 sampai dengan 10 tahun bahkan ada yang lebih dari itu, contoh korea selatan Pemerintah Korsel memindahkan ibu kota dari Seoul ke Sejong City yang berjarak cukup dekat 137 km, dimana proses pemindahan ibu kota ini cukup lama dan masih berlangsung hingga saat ini. Konstruksi dimulai pada 2007 dan ditargetkan selesai semua pada 2030. Hingga 2017, sudah 40 instansi pemerintah dan 15 lembaga penelitian pindah ke Sejong City. Tentunya jangka waktu pembangunan yang dibutuhkan dipengaruhi banyak faktor terlebih pandemi covid-19 yang melanda dunia.

Berdasarkan data-data diatas penulis memandang tetap perlu dilakukan realiasasi pembangunan atas rencana pemindahan ibukota Negara ke Kalimantan Timur karena memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional, Pembangunan Ibukota Negara di Kalimantan Timur dapat dijadikan pilihan dalam rangka mendorong investasi namun tentunya ada syarat yang harus terpenuhi diantaranya Syarat Pertama pandemi covid-19 sudah dapat dikontrol terlebih dahulu dimana herd imunity sudah tercapai. Tentunya butuh waktu yang cukup lama serta anggaran yang besar untuk dapat mengendalikan pandemi covid-19 dan menciptakan herd imunity di Indonesia, salah satunya program PEN yang dilaksanakan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan pandemic covid-19 dan program Vaksinasi Nasional dimana untuk pengadaan vaksin itu sendiri membutuhkan dana yang tidak sedikit dikarenakan pengadaan vaksin untuk rakyat Indonesia yang saat ini berjumlah kurang lebih 250 juta jiwa. Kedua program utama pemerintah tersebut membebani APBN dimana dana yang dibutuhkan berasal dari relokasi anggaran kementerian/lembaga dan utang yang berasal dari penerbitan SBN maupun pinjaman luar negeri.  

Terbaru atau per akhir Februari 2021, utang pemerintah sudah menembus angka Rp 6.361,02 triliun. Dikutip dari laman resmi APBN KiTa Kementerian Keuangan pada Minggu (28/03/2021), utang pemerintah tersebut naik cukup signifikan yaitu 128 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah pada akhir Januari 2021 yang sudah mencapai Rp 6.233,14 triliun. Posisi utang pemerintah per akhir Februari 2021 ini memiliki rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 41.10 persen. Rasio terhadap PDB ini juga meningkat dibandingkan sebulan sebelumnya yang berada di angka 40,28 persen. Utang pemerintah tersebut paling besar dikontribusi dari penarikan dana lewat Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp 5.498,63 triliun atau mencapai 86,44 persen dari total utang pemerintah sisanya berasal dari pinjaman baik dalam maupun luar negeri sebesar Rp 862.38 triliun atau mencapai 13.56 persen.

Syarat Kedua adalah memperhatikan kondisi perekonomian yang ada, meskipun pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi kondisi eksisting ekonomi Indonesia yang saat ini masih mengalami deficit anggaran yang diatas rata-rata tiap tahunnya pada kondisi normal, kemudian  postur hutang Indonesia yang saat ini telah mencapai angka 41,10 persen perlu dijadikan bahan pertimbangan. Meskipun presentase hutang masih dibawah batasan yang diatur Undang-Undang yang sebesar 60% dan pembiayaan pembangunan dilakukan tidak menggunakan skema utang, namun skema pembiayaan pembangunan yang menggunakan APBN sebesar 20% dari total kebutuhan anggaran pemindahan ibukota yaitu sebesar kurang lebih Rp 100 triliun merupakan angka yang besar ditengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti dan tidak ada jaminan bahwa pandemic global covid-19 akan berakhir meskipun vaksinasi telah gencar dilakukan diberbagai belahan dunia untuk mencegah penyebarannya dan menciptakan herd community, belum lagi sisa skema pembiayaan sebesar 80% yang berasal dari skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan pendanaan swasta juga dipengaruhi oleh situasi ekonomi juga bagaimana pihak swasta akan berinvestasi apabila perusahaanya sendiri sedang terdampak situasi ekonomi yang belum pasti.

References

Bappenas. (2019, Juni 26). Bappenas. Retrieved from Bappenas: 

BKPM. (n.d.). Retrieved from Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Fauzia, M. (2020, September 09).  Retrieved from Kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun