Mohon tunggu...
Faris Rakandany
Faris Rakandany Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Keep Learned

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlukah Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur? Jika Perlu Apa Syaratnya?

29 Maret 2021   04:33 Diperbarui: 29 Maret 2021   04:50 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maket Ibu Kota Baru. (2019 dok. Kemen PUPR)

Pendahuluan

Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Agustus 2019 dalam pidato kenegaraannya saat sidang bersama dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dan Dewan Perwaiklan Rakyat (DPR RI), mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Pemerintah Indonesia sendiri dalam dalam konferensi pers resminya mengungkapkan alasan utama dari pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) keluar Jawa adalah untuk pemerataan ekonomi. Selain itu, meningkatnya beban di DKI Jakarta yang saat ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat perdagangan dan jasa. Sehingga terjadi penurunan daya dukung lingkungan terutama dalam hal penyediaan lahan dan ketersediaan air bersih, kemudian wilayah yang rawan banjir serta kemacetan dan kurangnya fasilitas transportasi publik serta kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan transportasi publik menyebabkan adanya kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh Negara.

Selanjutnya untuk kebutuhan pendanaan, Presiden menyampaikan kebutuhan untuk pembangunan Ibu Kota baru kurang lebih sebesar Rp466 triliun. Yangmana pembiayaan untuk pembangunan ibu kota negara yang baru nantinya dibagi menjadi 3 sumber yaitu Rp89,4 triliun (19,2%) melalui APBN terutama melalui skema pengelolaan aset di IKN baru dan IKN lama yang berada DKI Jakarta, Rp253,4 triliun (54,4%) melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta Rp123,2 Triliun (26,4%) dari pendanaan swasta.

Pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda Indonesia beberapa waktu terakhir cukup berdampak luas pada masyarakat umum, pebisnis dan seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia, hal ini diakibatkan oleh surutnya aktivitas ekonomi di seluruh dunia, di Indonesia sendiri sepanjang tahun 2020 Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2.07%. Hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia melakukan refocusing APBN untuk penaganan pandemi dan dampak Covid-19 melalui PERPU No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Situasi yang terjadi diluar perkiraan ini mengakibatkan pemerintah membagi perhatiannya terhadap penangan pandemi, sebagaimana komitmen yang telah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa keselamatan rakyat berada diatas kepentingan apapun. Sehingga dipandang apakah kebijakan pemindahan ibukota negara ke Pulau Kalimantan Timur yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 masih perlu dilaksanakan?  

Pembahasan

Pandemi covid yang masih berlangsung hingga saat ini, tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat namun juga berdampak besar pada kinerja perekonomian nasional. Penurunan kinerja perekonomian nasional pada tahun berjalan mengharuskan pemerintah mengeluarkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Adapun sampai dengan saat ini proses pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut , dimana pada tahun 2021 pemerintah menganggarkan lebih dari Rp 699,43 triliun nyaris menyentuh angka Rp 700 triliun lebih besar daripada program PEN tahun 2020 yaitu Rp 695.2 triliun dengan realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai dengan akhir tahun mencapai Rp579,8 Triliun atau 83,4% dari total anggaran Rp695,2 Triliun. Kenaikan anggaran PEN 2021 dilakukan pemerintah tak lain untuk mendorong efektivitas pemulihan ekonomi nasional dan mempercepat penanganan pandemi covid-19 melalui penyediaan vaksinasi , meningkatkan daya beli masyarakat serta mendorong kinerja usaha.

Dikutip dari APBN KITA Kementerian Keuangan, perekonomian nasional menunjukkan prospek positif seiring dengan harapan positif masyarakat dan pelaku usaha nasional terhadap pelaksanaan vaksinasi. Vaksinasi yang telah mulai dilaksanakan di Indonesia diikuti pula penurunan kasus harian Covid-19. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menargetkan setidaknya pada tahun 2022 atau 2023 kondisi perekonomian Indonesia bisa kembali ke masa sebelum pandemi virus corona (Covid-19). Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan, setidaknya pada tahun 2023 mendatang, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah bisa kembali ke level normal di kisaran 5 persen. Hal ini sejalan dengan respon kebijakan fiscal dimasa pandemi covid-19 yang bersumber dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang dimulai dari extraordinary policy dan reopening policy yang dilakukan pada tahun 2020, kemudian recovery & reform policy pada tahun 2021-2022, dan tahun 2023 fiscal consolidation yang berisikan kosnsolidasian fiskal yang dibarengi oleh reformasi berupa pendisiplinan fiskal untuk keberlajutan jangka panjang dimana defisit kembali maksimal 3% dari PDB 2023 dan primary balance dan rasio utang terkendali.

Melihat usaha pemerintah untuk mengembalikan pereknomian Indonesia melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan menunjukkan betapa pentingnya pertumbuhan nasional bagi sebuah negara. Terdapat tiga indikator penting dalam suatu perekonomian diantaranya adalah tingkat konsumsi rumah tangga, sektor bisnis untuk investasi, serta sektor luar negeri untuk ekspor-impor. ketiganya saling berhubungan. Apabila ada penurunan dari salah satu komponen, maka akan langsung berimbas kepada dua komponen lainnya. Inilah yang membuktikan peran investasi dalam pemulihan ekonomi Indonesia, terutama di tengah pandemi sekarang ini. Pendapatan nasional atau PDB sangat erat kaitannya dengan investasi. Investasi berupa penanaman modal yang meningkat akan berdampak positif pada proses produksi dalam bisnis yang semakin giat, kemudian juga akan berimbas pada meningkatnya konsumsi rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun