Judi online sudah menjadi fenomena yang sering terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Mudahnya akses internet dan banyaknya situs judi online membuat banyak orang tergiur untuk mencoba dengan kedok "menjemput rezeki". Tetapi sangat disayangkan, banyak dari mereka yang berakhir dengan kerugian besar, kehilangan hartanya, dan bahkan mengalami masalah psikologis. Dalam beberapa kasus, terdapat laporan mengenai bunuh diri yang dipicu oleh kekalahan dalam judi online.
Belakangan ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh isu yang cukup kontroversial dan memicu banyak perdebatan. Beredar kabar bahwa pemerintah berencana memberikan bantuan sosial (bansos) kepada korban judi online. Isu ini memancing reaksi yang beragam dari berbagai kalangan, mulai dari yang mendukung hingga yang mengecam keras.
Dikutip dari tempo.com, Pemberian bansos kepada korban judi online itu merupakan usulan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
"Kami sudah banyak memberikan advokasi, mereka yang korban judi online ini misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (13/06/2024).
Menanggapi situasi ini, beberapa pihak berargumen bahwa para korban judi online memerlukan bantuan dan dukungan untuk memulihkan kehidupan mereka. Oleh karena itu, muncul usulan agar pemerintah memberikan bansos khusus bagi mereka.
Mereka menganggap isu ini adalah sebagai bentuk empati dan kemanusiaan. Mereka berpendapat bahwa korban judi online adalah korban dari ketidakmampuan mengendalikan dorongan mereka dan bahwa mereka juga layak mendapatkan bantuan untuk keluar dari situasi sulit ini.
Mengutip tempo.com, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, sepakat korban judi online bisa memperoleh bantuan sosial atau bansos untuk sementara waktu. Menurut Habiburokhman, pemberian bansos bisa membantu melepaskan ketergantungan korban terhadap judi online.
"Jadi kalau dia bisa survive, artinya dia bisa kurang keinginannya beradu nasib dengan judi online," kata Habiburokhman.
Di sisi lain, banyak pihak yang menentang keras rencana pemberian bansos untuk korban judi online.
Penentang berargumen bahwa memberikan bansos kepada korban judi online adalah bentuk ketidakadilan, terutama mereka yang tidak terlibat dalam judi online yang merupakan aktivitas illegal dan merugikan ini. Mereka merasa bahwa dana bansos seharusnya difokuskan pada mereka yang benar-benar membutuhkan dan tidak disebabkan oleh kesalahan pribadi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan isu tersebut. Dikutip dari cnbcindonesia.com, Rencana pemberian bansos terhadap korban judi online harus dikaji ulang, karena bisa jadi bansos tersebut akan dipakai kembali untuk judi online.
"Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian, salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif. Di sisi yang lain, harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos" ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Asrorun Niam.
Mengutip republika.com, Pengamat Ekonomi, Bhima Yudhistira memandang isu ini tidak solutif. Ia menjelaskan bahwa Langkah solutifnya adalah korban judi online direhabilitasi dengan baik, dan pemerintah yang membiayainya.
"Harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Jadi pemerintah cukup membiayai pelaku judi online selama di panti rehab," ujar Bhima.
Selain itu, Ia menilai judi online merupakan tindakan kriminal. Kurang tepat dan tidak masuk akal jika orang yang berkecimpung di aktivitas ilegal tersebut mendapat bansos.
"Ini artinya pemerintah mau subsidi pelaku judi online pakai uang negara," ujar Bhima
Kontroversi ini merupakan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam mengelola bantuan sosial. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menunjukkan empati dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita. Akan tetapi di sisi lain, ada tanggung jawab untuk memastikan bahwa bantuan tersebut digunakan secara adil dan bijaksana.
Jika rencana ini benar-benar dilaksanakan, pemerintah harus mengawasi dan memastikan bahwa bantuan tersebut tidak hanya diberikan secara sembarangan.Â
Proses seleksi yang ketat dan pengawasan yang baik diperlukan untuk memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar membutuhkan dan siap untuk berubah yang mendapatkan bantuan. Selain itu, program rehabilitasi dan edukasi harus dimaksimalkan untuk membantu korban judi online agar tidak kembali terjerumus pada kebiasaan buruk tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H