Mohon tunggu...
Muhammad Faris Humam
Muhammad Faris Humam Mohon Tunggu... Perawat - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

minat saya pada dunia medis dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stigmatisasi terhadap Anak Ferdy Sambo Atas Kasus Orangtuanya, Perlu Mendapat Perhatian Serius

14 Mei 2023   22:38 Diperbarui: 14 Mei 2023   23:00 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang telah diketahui oleh masyarakat umum bahwa Ferdy Sambo (FS) dan Istrinya, Putri Candrawathi (PC) menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hubarat (Brigadir J) pada 8 Juli 2022 lalu, di rumah dinas FS di kawasan Duren Tiga, Jakarta. Kasus pembunuhan ini menarik banyak perhatian publik dimana perjalanan untuk melakukan pengungkapan kronologi terjadinya kasus ini penuh dengan drama dan tindakan obstruction of justice (tindakan menghambat suatu proses hukum). 

Akibatnya proses persidangan kasus ini berjalan cukup lama, dan masyarakat tentu banyak yang tertarik untuk mengawasi dan mengikuti perkembangan kasus FS dan Istrinya ini. Dalam kasus ini bahkan melibatkan banyak pejabat-pejabat Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), hingga dalam pengusutan kasusnya dari dugaan awal pembunuhnya adalah Bharada Eliezer (Bharada E), ternyata Bharada E hanya disuruh oleh atasannya tersebut. Kemudian ada kerjasama juga FS dengan pembantunya yakni Kuat Ma'ruf (KM) dan salah satu aide de camp (ADC) nya, yakni Brigadir Ricky Rizal (Brigadir R).

Dalam kasus ini setelah menjalani rangkaian sidang telah didapatkan hasil vonis dimana Ferdy Sambo divonis hukuman mati, Putri Candrawathi 20 tahun, Kuat Ma'ruf 15 tahun, dan Brigadir Ricky 13 tahun. Sedangkan, untuk Bharada Eliezer mendapatkan vonis 1,5 tahun karena statusnya sebagai Justice Collaborator (JC). Selain itu, dalam dinasnya FS mendapatkan PTDH atau kependekan dari pemberhentian tidak dengan hormat yang berarti juga dipecat dari instansi kepolisian. Sanksi ini diberikan dikarenakan juga telah melanggar kode etik dari kepolisian itu sendiri.

Kasus ini yang mencuri perhatian publik, tentu tidak lepas dari dampak yang akan didapatkan oleh keluarganya. Dampak terserbut diantaranya adalah stigmatisasi ataupun labeling bagi anggota keluarganya sebagai anak pembunuh Brigadir J. Hal ini tentu menjadi dampak negatif yang perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan. Terlebih FS memiliki empat orang anak, yang berusia 21 tahun, 17 tahun, 15 tahun, dan 2 tahun. Keempat anak ini diantaranya ada yang masih berusia dibawah umur (dibawah 18 tahun) yang perlu mendapatkan perlindungan anak dan harus diperjuangkan.

Perlindungan anak di Negara Indonesia telah diatur dan secara legitimasi telah tertulis pernyataan maupun ketentuan-ketentuan dalam memperjuangkan perlindungan anak. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada pasal 2 menjelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, dan prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: non diskriminasi; kepentingan terbaik yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan penghargaan terhdap pendapat anak. Kemudian yang berkewajiban dan bertanggung jawab atas penyelenggaraannya adalah Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

Selanjutnya mengenai perlindungan khusus bagi anak diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2021 tentang perlindungan khusus bagi anak. Adapun pengertian dari perlindungan khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

Kemudian untuk tujuan dari perlindungan khusus bagi anak adalah, memberikan jaminan rasa aman bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus; memberikan layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus; dan mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak. 

Dengan pernyataan dalam peraturan pemerintah ini telah menunjukkan keseriusan dalam memperjuangkan perlindungan khsus bagi anak. Dalam PP ini Pasal 3, poin o menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan juga terhadap anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

Menyangkut kasus FS yang telah dijelaskan tadi, menimbulkan dampak yang diterima oleh anaknya juga. Dampak tersebut yakni terkait stigmatisasi atau pelabelan negatif yang didapatkan, bahwa anak FS merupakan anak seorang pembunuh. 

Bahkan stigmatisasi ini juga diberikan oleh tidak sedikit oknum masyarakat, akibat kasus ini yang menarik perhatian masyarakat Indonesia secara luas. Stigmatisasi ini tentu akan menggangu tumbuh kembang anak dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan memperjuangkan masa depannya. Maka, hal ini telah menciderai hak-hak anak yang seharusnya didapatkannya. Dalam perlindungan anak ini salah satunya menyalahi terkait non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup, maupun perkembangan. Sedangkan, untuk perlindungan khusus menyalahi dari tujuannya seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dari keempat anak FS tiga diantaranya masih dalam usia anak (dibawah 18 tahun), sehingga perlu diperjuangkan dalam hak-haknya. Dalam penaganan kasus ini sebenarnya dalam kedua peraturan tersebut telah dinayatakan langkah-langkahnya secara rinci. Pada UU Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 71B sebagai pembaharuan dari UU Nomor 23 Tahun 2002 mennegaskan bahwa untuk stigmatisasi seperti halnya anak FS dilakukan melalui konseling, rehabilitasi social, dan pendampingan. 

Untuk lebih lanjutnya dijelaskan pada PP Nomor 78 Tahun 2021 yakni diantaranya melakukan pemantauan dan evaluasi perkembangan anak tersebut dan telah dikembalikan kepada keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat, dilakukan oleh Menteri terkait. Hal itu juga berlaku pada upaya konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosialnya. Upaya secara nyatanya dapat dilakukan Menteri dan Pemda dengan, sebagai berikut,

  • Pemberian edukasi kepada masyarakat agar dapat berperan aktif untuk menghilangkan stigma yang berkembang; dan
  • Pemberian ruang kepada anak tersebut untuk mendapatkan kesempatan menjalani kegiatan rekreasional.

Edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penyelesaian yang dapat diambil. Hal ini dapat membuat masyarakat menjadi lebih terbuka terhadap kondisi yang terjadi, dan sadar untuk ikut berpartisipasi menyelesaikan masalah ini. Sejalan dengan pernyataan tersebut dikarenakan masyarakat memiliki kekuatan yang besar dalam mengendalikan isu-isu yang berkembang. Maka, diperlukan usaha dan kerjasama yang baik dalam kedua belah pihak. 

Selanjutnya kegiatan rekreasi bagi anak memang penting diberikan, mengingat usia anak perlu untuk mendapatkan kesempatan bermain dengan teman sebaya nya. Rekreasi ini menjadi upaya yang menjadi koping atau pengalihan stressor bagi anak dalam kehidupan masa usia tersebut.

Peran pemerintah memang menjadi kewajiban dalam mengatasi masalah ini, tetapi juga perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dalam pelaksanaannya. Selain itu, pihak terkait juga seperti badan rehabilitasi, psikolog, rohaniawan, dan teman maupun sahabat anak FS dapat dilibatkan agar dalam penyelesaian masalah ini dapat berjalan lebih optimal.

Dengan demikian upaya perlindungan bagi anak FS dan istrinya sangatlah penting untuk diperjuangkan karena mereka masih berhak untuk mendapatkan masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Anak-anak FS dan istrinya juga tidak sepantasnya mendapatkan stigmatisasi yang bukan merupakan kesalahan mereka. 

Selain itu, mereka sebagai buah hati yang tidak mungkin juga berharap mendapatkan kejadian dan dampak seperti ini. Terlebih mereka juga cepat atau lambat pasti akan terpisah dengan orang tuanya, dan hal ini juga sudah menjadi beban bagi mereka, apalagi jika ditambah dengan stigmatisasi yang didapatkan. Tentu hal itu akan dirasa tidak manusiawi dan akan merusak kondisi psikis anak FS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun