Pada dasarna manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang memiliki asset yang sangat berharga yaitu akal sehat, dnegan akal sehat ini manusia bisa berfikir, menyampaikan pendapat, membuat ide, membuat inovasi serta membuat karya yang nantinya akan terlibat dalam memajukan peradaban.Â
Selain itu manusia juga memiliki hasrat ingin tahu yang sangat tinggi sehingga yang terjadi adalah mereka selalu haus akan informasi berupa ilmu pengetahuan, mereka selalu pensaran apa yang terjadi di kehidupannya, apa yang akan terjadi kepadanya dimasa mendatang, dan lain sebagainya.Â
Pertanyaan pertanyaan inilah yang membuat manusia senantiasa berkembang dan menghasilkan sebuah ide untuk menyelesaikan masalahnya masing masing.
Seiring berkembangnya peradaban, maka semakin beragam pula pemikiran manusia, ada yang memiliki paham liberalisme, marxisme, komunisme, dan lain sebagainya.Â
Memang sewajarnya manusia bisa melahirkan paham tersebut karena balik lagi, manusia difasilitasi akal sehat oleh tuhan, akan tetapi tuhan tidak memberikan fasilitas tersebut dengan cuma-cuma melainkan ada perintah yang harus dilaksanakan oleh manusia yaitu menebar kebaikan bagi seluruh alam serta mencegah terjadinya keburukan.
Selanjutnya ketika akal memiliki segudang potensi untuk perkembangan peradaban manusia maka jika dikaitkan dengan media online seharusnya alur inovasi atau asupan karya karya yang dihasilkan manusia bisa tersampaikan secara luas dan memiliki dampak signifikan yang instan terhadap kebutuhan manusia dalam menggali informasi.
Oleh karena itu penulis menemukan realita bahwa adanya khalayak media sosial yang biasa disebut sebagai netizen ini senantiasa aktif mengomentari serta mengklaim bahwa mereka setuju kepada konten konten yang beredar di sosial media.Â
Misalnya ada konten yang menjelaskan bahwa kepribadian manusia itu ditentukan oleh zodiac. Nah pastinya netizen akan mengklaim itu dan refleksi terhadap dirinya "oh iya ya bener juga saya sering nih berperilaku seperti ini, karena zodiac saya adalah gemini."
Nah hal inilah yang bisa membuat netizen itu merasa resah dan menanggap informasi tersebut itu mutlak kebenarannya sehingga bisa berpotensi menghasilkan kebudayaan yang melekat di dalam dirinya yang nantinya akan menghambat mereka untuk berkembang.
Berangkat dari permasalahan ini penulis melihat sebuah krisis nilai kebenaran yang membuat netizen menjadi resah seakan kehilangan akal sehatnya, dan lupa apa yang pernah merka pelajari di majelis majelis taklim.
Belajar dari fenomena tersebut maka penulis menilai bahwa mesti adanya sistem pengingat atau suatu perangkat yang meluruskan pemahaman netizen mengenai suatu kebenaran, atau bisa disebut sebagai counter dari nilai-nilai buruk yang beredar di media online agar nantinya netizen bisa tersadar dan teringat dengan nilai islami khususnya.