Mohon tunggu...
Faris Dwi Ristian
Faris Dwi Ristian Mohon Tunggu... Guru - Sebagai pendidik disalah satu sekolah negeri yang ada di Jawa Timur

Jangan menyerah dan selalu kuat, karena kehidupan terkadang berjalan tidak sesuai keinginan. Dan menyadari bahwa dengan usaha dan kerja keraslah yang akan membuat rasa pencapaian itu ada.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Realita Semu Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Vs Mandor di era Kurikulum Merdeka

19 November 2024   19:37 Diperbarui: 19 November 2024   20:14 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

leonardo.ai

REALITA SEMU GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH VS MANDOR DI ERA KURIKULUM MERDEKA

Sekolah merupakan lembaga yang sengaja dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pengajaran kepada siswa agar mendapatkan pendidikan. Pendidikan formal di Indonesia  menjadi beberapa tahapan mulai dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA sampai pada jenjang Perguruan Tinggi. 

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan diharapkan dapat menuntun tumbuh kembang siswa agar dapat memperbaiki lakunya serta bahagia dalam kehidupannya. Pendidik merupakan tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat serta memerdekakan manusia. 

Sekolah di dalamnya terdapat sumber daya manusia yang terdiri-dari kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, siswa dan komite sekolah serta orang tua siswa. Sarana dan prasarana merupakan bentuk abiotik berupa gedung sekolah, meja dan kursi serat alat dukung dalam pembelajaran. 

Kepala Sekolah merupakan pimpinan dalam lembaga sekolah dalam tugasnya sesuai dengan Permen No: 25 Tahun 2024 tentang  Perubahan Permen 15 Tahun 2018, Ketentuan ayat (3) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Beban Kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas: a. b. c. manajerial; pengembangan kewirausahaan; dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan. 

2. Beban kerja Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ekuivalen dengan pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) yang merupakan bagian dari pemenuhan beban kerja selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Dengan berlandaskan ini kepala sekolah sebagai manajerial bahkan pada poin kedua sebagai pelaksana pembelajaran di sekolah yang ditugaskan.

Sebagai kepala sekolah harus dapat menyusun visi, misi dan tujuan sekolah yang terukur dan relevan dengan kondisi sekolah. 

Kurikulum Merdeka memberikan keleluasan kepala sekolah untuk dapat mencapai tujuan sekolah sesuai dengan kemampuan 7 aset sekolah pertama modal sosial, kedua modal sosial, ketiga modul politik, keempat modal fisik, kelima modal agama dan budaya, Keenam modal lingkungan atau alam, ketujuh modal finansial. Namun pada realitanya masih banyak kepala sekolah dalam gaya kepemimpinannya versi mandor. 

Mandor merupakan gaya kepemimpinan yang dipakai dalam kegiatan  proyek pembangunan. Gaya kepemimpinan mandor yang cenderung transaksional dan autokratis. Kepala sekolah dengan kepemimpinan transaksional, cenderung memaksa guru dan staf yang di sekolah harus mematuhi instruksi dari kepala sekolah dan standar yang sudah ditetapkan. Kepala sekolah untuk membuat segala program yang diperkirakan dapat meningkatkan jenjang karir kepala sekolah. 

Kondisi seperti ini,sering dijumpai, sekolah itu tiba-tiba menjadi sangat bagus, namun ketika kepala sekolah pindah tugas sekolah mulai kacau. Kepala sekolah harus dapat membangun kesadaran diri yang berasal dari internal setiap warga sekolah bukan tindakan ancaman dan hukuman. 

Kepala sekolah autokratis ini masih tersamarkan dengan adanya menerima masukan dari warga sekolah untuk memberikan kontribusi sekolah namun pada hasil akhirnya pendapat kepala sekolah yang akan dipakai. 

Autokratis yang dipakai kepala sekolah kepatuhan tinggi dan kontrol ketat, dengan ini kepala sekolah akan mendapatkan secara instan dampak positifnya, warga sekolah disiplin tinggi dan fokus pada tujuan. Dampak negatifnya lingkungan sekolah terlalu terkendali dapat memberikan tekanan psikologis warga sekolah dan keterbatasan partisipasi. 

Untuk memutuskan mata rantai ini, menjadi kepala sekolah harus benar-benar sesuai prosedur yang ada dan selalu dipantau dalam periode tertentu dan kalau memang tidak layak dalam waktu yang ditentukan bisa dikembalikan menjadi guru. Dengan ini, diharapkan agar kepala sekolah benar-benar kompeten dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan sekolah yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun