Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dalam mempengaruhi kehidupan sosial, budaya, dan politik di negara ini. Meskipun NU memiliki sejumlah pencapaian yang signifikan dalam upaya memajukan masyarakat, seringkali NU dianggap sebagai gerakan tradisionalis oleh kaum modernitas. Dalam tulisan ini, kita akan membahas anggapan tersebut dan melihat apakah anggapan kaum modernitas terhadap NU sebagai kaum tradisionalis benar adanya dan mengevaluasi kebenaran dari pandangan kaum modernitas terhadap NU sebagai gerakan tradisionalis, serta sejauh mana gagasan tersebut dapat diterima.
Lalu apakah benar dengan pernyataan bahwa NU menolak modernitas pemikiran dan ajaran agama islam dengan terus mempertahankan sikap tradisionalisnya? Tentu Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya akurat. NU memiliki dasar tradisionalis dalam pemahaman dan praktik ajaran Islam, tidak dapat disimpulkan bahwa di kalangan tradisional NU cenderung selalu terbelakang. NU sebagai gerakan Islam memiliki keragaman pemikiran dan pandangan di dalamnya. Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU telah menghasilkan banyak pemikir dan intelektual yang aktif berkontribusi dalam pengembangan pemikiran Islam yang kontekstual, dan responsif terhadap perkembangan zaman. NU melibatkan diri dalam pembaruan pemikiran dan mempertimbangkan tantangan dan isu-isu kontemporer dalam masyarakat. Beberapa tokoh NU terkemuka seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Hasyim Muzadi mendorong pemikiran Islam yang moderat, berdialog, dan berkelanjutan.
Namun, perlu diakui bahwa ada juga kalangan di dalam NU yang cenderung mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam pemahaman dan praktik keagamaan. Hal ini tidak berarti mereka terbelakang atau menginginkan kemapanan, tetapi mereka memandang nilai-nilai tradisional sebagai pondasi yang kuat dalam membangun kehidupan beragama yang kokoh. Mereka percaya bahwa mempertahankan akar tradisi adalah penting untuk mempertahankan keutuhan agama dan keberlanjutan komunitas atau organisasi. Penting untuk melihat NU dalam keragaman pemikiran dan pandangan di dalamnya, Ada anggota NU yang terlibat dalam pembaruan pemikiran, gerakan sosial, pendidikan modern, dan dialog antaragama. Mereka mengakui pentingnya penyesuaian dengan tuntutan zaman dan melihat bahwa adaptasi itu penting untuk menjaga relevansi agama dalam kehidupan kontemporer.
Perlu diingat bahwa perbedaan antara kaum modernis dan tradisionalis dalam NU tidaklah kaku atau tetap. NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki beragam pandangan dan keyakinan. Meskipun secara umum NU dianggap sebagai kelompok tradisionalis yang mengikuti paham Islam yang lebih konservatif, ada juga anggota NU yang menganut gagasan-gagasan modern dan progresif. Respon kaum modernis terhadap NU tergantung pada sudut pandang dan pendekatan yang mereka ambil. Beberapa kaum modernis mungkin skeptis terhadap pandangan tradisionalis NU, terutama jika mereka merasa bahwa pemahaman agama yang dianut oleh kelompok tersebut terlalu kaku atau tidak memadai dalam menghadapi perubahan zaman dan tantangan. Mereka berpendapat bahwa NU perlu mengadopsi gagasan-gagasan baru dan mengikuti perkembangan sosial, budaya, dan ilmiah agar tetap relevan dalam masyarakat modern.
Namun, ada juga kaum modernis yang melihat NU sebagai lembaga yang penting dalam mempertahankan nilai-nilai tradisional dan budaya Islam di Indonesia. Mereka menghargai peran NU dalam menjaga persatuan umat dan memberikan bimbingan spiritual kepada jutaan umat Islam di negara ini. Kaum modernis semacam ini mungkin berusaha membangun dialog dan kerjasama dengan NU, dengan tujuan mempromosikan pemahaman yang inklusif dan toleran tentang Islam di antara anggota NU.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan dan respons kaum modernis terhadap NU dapat bervariasi. Setiap individu atau kelompok mungkin memiliki perspektif dan pendekatan yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong dialog dan saling pengertian antara kelompok-kelompok ini agar dapat mencapai kesepahaman dan menghormati keberagaman pandangan dalam masyarakat.
Diatas sudah dijelaskan bahwa NU sebagai salah satu organisasi islam terbesar di Nusantara ini, harus bisa mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak dan memulai membuka diri terhadap kemajuan dunia islam. dan beberapa alasan ini mengapa kaum modernis itu menganggap NU sebagai kaum tradisionalis atau kaum yang tertinggal akan ajaran islam yaitu, yang pertama ialah Konservasi nilai-nilai tradisional, NU dikenal lama sebagai kelompok yang mempertahankan dan menjaga nilai-nilai tradisional Islam. Mereka menekankan pentingnya memelihara praktik keagamaan dan mematuhi ajaran agama dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, kaum modernis mungkin melihat NU sebagai kelompok yang lebih cenderung mempertahankan cara-cara tradisional dalam praktik keagamaan dan pemahaman Islam. Kedua, Pandangan yang terkesan konservatif: Beberapa kelompok modernis mungkin memandang NU sebagai kelompok yang memiliki sikap konservatif dalam menghadapi isu-isu sosial dan budaya kontemporer. Mereka mungkin melihat NU sebagai kelompok yang kurang terbuka terhadap pemikiran progresif, perubahan sosial, atau gagasan baru yang muncul dalam masyarakat. Ketiga, Fokus pada tradisi dan budaya lokal: NU memiliki hubungan yang erat dengan budaya dan tradisi lokal di Indonesia sepanjang sejarahnya. Hal ini dapat menyebabkan kaum modernis menganggap NU sebagai kelompok yang terlalu terikat pada budaya lokal yang dianggap "tradisional" dan mungkin kurang terbuka terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Keempat, Perbedaan dalam interpretasi agama: Kaum modernis mungkin memiliki interpretasi agama yang lebih fleksibel dan terbuka terhadap perubahan. Sementara itu, NU dikenal dengan interpretasi agama yang lebih menekankan pemertahankan tradisi dan menghormati keteladanan Rasulullah Muhammad SAW dan para ulama sebagai otoritas dalam agama Islam.
Persepsi ini tidak selamanya benar dalam setiap kasus dan mungkin hanya mencerminkan pandangan sebagian kelompok modernis terhadap NU. NU sebagai organisasi besar memiliki anggota dengan beragam pandangan dan pemikiran, termasuk mereka yang memiliki gagasan-gagasan modern dan progresif. Seiring berjalannya waktu, persepsi ini dapat berubah dan kelompok-kelompok dalam NU dapat terus berdialog dan beradaptasi untuk mengatasi perbedaan pandangan yang ada.
NU sebaiknya menyikapi kaum modernis yang menganggap NU sebagai kelompok tradisionalis dengan pendekatan yang terbuka, inklusif, dan dialogis. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh NU dalam menyikapi kaum modernis:
- Membangun dialog: NU dapat memulai dialog dengan kaum modernis untuk saling memahami pandangan, pemikiran, dan aspirasi masing-masing pihak. Melalui dialog yang konstruktif, NU dapat menjelaskan nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi serta konteks historis dan budaya yang membentuk identitas NU. Pada saat yang sama, NU dapat mendengarkan perspektif kaum modernis dan mencari titik temu dalam membangun kesepahaman.
- Mempromosikan inklusivitas: NU harus menekankan inklusivitas dan kesatuan dalam Islam. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan penerimaan terhadap gagasan-gagasan baru, NU dapat menciptakan lingkungan yang inklusif bagi kaum modernis. Ini dapat dilakukan dengan menghargai perbedaan pandangan dan memberikan ruang bagi kaum modernis untuk menyampaikan pemikiran mereka secara terbuka.
- Mempelajari perkembangan zaman: NU perlu mengakui pentingnya memahami perkembangan sosial, budaya, dan ilmiah dalam menyikapi tantangan zaman yang terus berkembang. NU dapat mengadopsi pendekatan yang lebih responsif terhadap isu-isu kontemporer dengan merenungkan ajaran Islam dan nilai-nilai tradisional yang dianut, sambil juga membuka diri terhadap perspektif-perspektif baru yang membawa manfaat bagi umat Islam.
- Menggali potensi modernis dalam NU: NU sebaiknya mengenali dan melibatkan kaum modernis yang ada di dalam organisasi. Mengakui kontribusi dan gagasan mereka dapat memperkuat NU secara keseluruhan. Dengan membangun kerjasama antara kaum modernis dan tradisionalis dalam lingkup NU, dapat tercipta pemahaman yang lebih baik dan sinergi dalam menjawab tantangan masa kini.
- Mengedepankan pendidikan dan pembinaan: NU dapat menjalankan program-program pendidikan dan pembinaan yang memberikan pemahaman yang lebih luas dan inklusif tentang Islam kepada anggota NU. Melalui pendekatan pendidikan yang holistik, NU dapat membantu anggota tradisionalis dan modernis untuk saling memahami dan menghargai perbedaan pendapat, serta membangun kerangka berpikir yang terbuka dan kritis.
Dalam menyikapi kaum modernis, penting bagi NU untuk mengadopsi sikap saling pengertian, mendengarkan dengan seksama, dan membangun dialog yang berkelanjutan. Dengan cara ini, NU dapat menjadi wadah yang inklusif, menghormati perbedaan, dan terus relevan dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki beragam pandangan dan keyakinan di dalamnya. Meskipun sering dianggap sebagai kelompok tradisionalis oleh kaum modernis, NU juga melibatkan anggota yang memiliki gagasan-gagasan modern dan progresif. NU memiliki keragaman pemikiran dan pandangan yang penting untuk dipahami dan dihormati. Persepsi kaum modernis terhadap NU sebagai kelompok tradisionalis tidak selalu benar dalam setiap kasus, dan dialog serta saling pengertian antara kelompok-kelompok tersebut dapat memperkuat pemahaman dan sinergi dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang. NU dapat mengadopsi pendekatan yang terbuka, inklusif, dan dialogis dalam menyikapi kaum modernis, serta mempromosikan nilai-nilai toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan pembelajaran dari perkembangan zaman. Melalui langkah-langkah seperti membangun dialog, mempromosikan inklusivitas, mempelajari perkembangan zaman, menggali potensi modernis, dan mengedepankan pendidikan dan pembinaan, NU dapat menjawab tantangan masa kini dengan lebih baik dan terus relevan dalam menghadapi perkembangan dunia Islam.