Kemajuan teknologi telah membawa banyak kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal keuangan. Salah satu kemudahan yang kini marak digunakan adalah pinjaman online.Â
Dengan proses yang cepat dan syarat yang relatif mudah, pinjaman online menjadi solusi instan bagi banyak orang, terutama generasi Z. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat ancaman serius terhadap kesehatan mental generasi muda ini.
Generasi Z, yang lahir dalam era digital, memiliki akses tak terbatas ke informasi dan layanan online. Mereka tumbuh dengan kenyamanan teknologi yang memudahkan berbagai aktivitas, termasuk dalam mendapatkan pinjaman. Namun, kemudahan ini sering kali datang tanpa edukasi keuangan yang memadai. Akibatnya, banyak dari mereka terjerumus dalam jerat utang tanpa memahami konsekuensi jangka panjangnya.
Salah satu dampak paling nyata dari pinjaman online adalah tekanan finansial yang memicu stres. Beban utang yang menumpuk menjadi sumber kecemasan yang terus menerus. Ancaman penagihan dari pihak pemberi pinjaman yang sering kali menggunakan cara-cara intimidatif memperburuk situasi.Â
Rasa takut dan khawatir akan masa depan keuangan mereka bisa mengarah pada gangguan kecemasan dan depresi. Tekanan untuk memenuhi tenggat pembayaran dapat membuat mereka merasa terjebak dalam lingkaran setan yang sulit untuk keluar.
Konsumsi impulsif yang didorong oleh gaya hidup digital juga menjadi masalah tersendiri. Gen Z sering kali terdorong untuk mengikuti tren yang mereka lihat di media sosial.Â
Gaya hidup glamor yang dipamerkan di platform-platform ini mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Pinjaman online menjadi solusi instan untuk memenuhi keinginan ini, tetapi pada akhirnya hanya menambah beban utang yang harus mereka tanggung. Hal ini menciptakan siklus konsumsi yang tidak sehat dan merusak kesejahteraan mental.
Rasa malu dan rendah diri juga menjadi dampak signifikan. Banyak dari mereka yang terjerat utang merasa malu untuk membicarakan masalah mereka.Â
Mereka takut akan stigma dan penilaian negatif dari orang-orang di sekitar mereka. Perasaan ini dapat mengisolasi mereka secara sosial, mengurangi dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah keuangan dan mental mereka. Isolasi sosial ini bisa memperburuk kondisi mental mereka, membuat mereka merasa sendirian dan tanpa harapan.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan holistik diperlukan. Edukasi keuangan sejak dini harus menjadi prioritas agar generasi muda memiliki pemahaman yang baik tentang manajemen keuangan.Â
Mereka perlu diajarkan untuk membuat keputusan keuangan yang bijak dan memahami risiko yang terkait dengan pinjaman. Selain itu, regulasi yang lebih ketat terhadap praktik pinjaman online perlu diterapkan untuk melindungi konsumen muda dari eksploitasi.
Tidak kalah penting, dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan mental sangat diperlukan. Membuka ruang diskusi yang aman dan bebas stigma tentang masalah keuangan dapat membantu mereka yang terjebak dalam utang untuk mencari bantuan yang mereka butuhkan. Dengan dukungan yang tepat, mereka dapat belajar mengatasi masalah keuangan mereka dan memulihkan kesehatan mental mereka.
Pinjaman online memang memberikan kemudahan, tetapi tanpa edukasi dan regulasi yang tepat, kemudahan ini bisa berubah menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental Gen Z. Diperlukan langkah-langkah proaktif untuk melindungi generasi muda ini dari dampak negatif pinjaman online dan memastikan mereka dapat tumbuh dengan kesehatan mental yang baik.
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H