Selain itu, konsep ketidaksadaran yang diperkenalkan oleh Freud juga relevan dalam memahami perilaku koruptif. Beberapa pelaku korupsi mungkin tidak menyadari motif atau alasan sebenarnya di balik tindakan mereka. Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor psikologis yang tidak disadari, seperti rasa tidak puas atau ketidakamanan, mendorong individu untuk terlibat dalam tindakan korupsi tanpa mereka sadari sepenuhnya. Dalam konteks ini, ketidaksadaran dapat menjadi faktor yang berperan dalam membentuk tindakan korupsi.
Teori psikoanalisis Freud juga menggarisbawahi peran konflik psikologis dalam pembentukan perilaku. Konflik internal antara keinginan pribadi dan tuntutan moral atau norma sosial dapat memainkan peran penting dalam mendorong individu ke arah perilaku koruptif. Ketika ada ketegangan antara dorongan-dorongan tidak terkendali dari id dan kontrol yang diberikan oleh ego atau superego, individu mungkin cenderung untuk melanggar hukum atau norma sosial.
Penting untuk memperhatikan bahwa penerapan teori Freud dalam memahami korupsi di Indonesia hanyalah salah satu sudut pandang. Fenomena korupsi melibatkan faktor-faktor yang kompleks, termasuk budaya, politik, sosial, dan ekonomi. Sementara teori psikoanalisis Freud memberikan pandangan yang dalam tentang dinamika psikologis individu, penanganan korupsi memerlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Dalam menghadapi fenomena korupsi, penting untuk menggabungkan berbagai pendekatan dalam upaya pencegahan dan penanganannya. Ini termasuk upaya hukum, perubahan kebijakan, edukasi masyarakat, serta pemahaman terhadap faktor-faktor psikologis yang mendasari perilaku koruptif. Integrasi berbagai perspektif ini dapat menjadi kunci untuk memahami dan mengatasi masalah kejahatan korupsi di Indonesia.
Kesimpulan
Dalam kesimpulan, diskursus antara teori psikoanalisis Sigmund Freud dan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia memberikan wawasan yang penting dalam memahami latar belakang psikologis di balik perilaku koruptif. Freudian psychoanalysis menyoroti pentingnya struktur kepribadian (id, ego, dan superego) serta konflik internal yang dapat menjadi pendorong individu untuk terlibat dalam tindakan korupsi. Dorongan naluriah yang tidak terkendali dari id, tekanan moral dari superego, dan upaya mediasi oleh ego merupakan elemen kunci yang memengaruhi perilaku koruptif.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa penanganan korupsi memerlukan pendekatan yang komprehensif dan multidimensional. Meskipun teori psikoanalisis Freud memberikan pencerahan tentang faktor-faktor psikologis yang mungkin memengaruhi perilaku koruptif, penanganan masalah korupsi di Indonesia juga harus melibatkan pendekatan hukum yang kuat, perubahan kebijakan, serta upaya pendidikan dan kesadaran masyarakat agar dapat merangkul perubahan budaya yang mendukung integritas dan transparansi dalam pemerintahan dan sektor swasta. Integrasi berbagai pendekatan ini menjadi kunci untuk meraih perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam menangani fenomena korupsi di Indonesia.
Daftar Pustaka
Ayuningtyas, D. (2020). Integrasi Kurikulum Antikorupsi: Peluang dan Tantangan: Integration of Anti-Corruption Curriculum in FKM UI: Opportunities and Challenges. Integritas : Jurnal Antikorupsi, 6(1), 93--107. https://doi.org/10.32697/integritas.v6i1.375
Fachrunisa RA (2023) A Documentary Study on Sigmund Freud: A Critical Study of the Value-Laden Psychoanalysis Theory