Mohon tunggu...
Fariq Kholwatallaili
Fariq Kholwatallaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nama : FARIQ KHOLWATALLAILI/NIM : 43222010051/Program Studi : AKUNTANSI S1/Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB/Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M. Si.Ak/UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz- Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   15:47 Diperbarui: 14 Desember 2023   15:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskursus Sigmund Freud dan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia adalah keterkaitan antara teori psikoanalisis Freud dan perilaku korupsi yang menjadi masalah serius di Indonesia. Sigmund Freud, seorang psikoanalisis terkenal, mengembangkan teori tentang struktur kepribadian manusia, konsep-konsep seperti ego, id, dan superego, serta pentingnya ketidaksadaran dalam membentuk perilaku seseorang. Di sisi lain, fenomena kejahatan korupsi di Indonesia telah menjadi perhatian karena dampaknya yang merugikan bagi perekonomian dan pembangunan sosial di negara tersebut.

Teori Freud tentang id, ego, dan superego dapat diterapkan untuk memahami perilaku korupsi. Id merupakan bagian kepribadian yang mengandung hasrat dan keinginan tidak terkendali. Korupsi bisa saja dipahami sebagai ekspresi dari dorongan-dorongan id yang tidak terkendali, seperti keserakahan dan keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memperdulikan norma sosial atau hukum. Konsep ketidaksadaran dalam teori Freud juga relevan dalam pemahaman tentang perilaku korupsi. Sebagian besar pelaku korupsi mungkin tidak menyadari motif atau alasan sebenarnya di balik tindakan mereka. Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor psikologis yang tidak disadari, seperti rasa tidak puas atau ketidakamanan, mendorong individu untuk terlibat dalam tindakan korupsi tanpa mereka sadari sepenuhnya.

Dalam konteks fenomena korupsi di Indonesia, faktor-faktor sosial dan budaya juga dapat dihubungkan dengan teori Freud. Misalnya, nilai-nilai sosial yang memandang korupsi sebagai hal yang bisa diterima atau norma budaya yang mendukung praktik korupsi dapat menjadi faktor yang membentuk struktur pikiran individu, seperti yang dikemukakan oleh Freud tentang pengaruh lingkungan dalam membentuk perilaku manusia. Konsep konflik psikologis yang diungkapkan dalam teori Freud, seperti konflik antara keinginan pribadi dan tuntutan moral, bisa menjadi landasan untuk memahami perjuangan internal yang mungkin dialami oleh pelaku korupsi. Mereka mungkin menghadapi konflik antara keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kesadaran akan kebenaran atau moralitas, yang bisa menghasilkan ketegangan psikologis yang dalam.

Pemahaman terhadap psikodinamika individu, seperti yang digambarkan dalam teori Freud, dapat membantu dalam mengidentifikasi motif yang mendasari perilaku korupsi. Pengembangan kasus-kasus korupsi dapat dilihat dari perspektif psikoanalisis untuk mencoba memahami latar belakang psikologis yang mungkin mempengaruhi individu untuk terlibat dalam perilaku tersebut. Pentingnya terapi atau intervensi psikologis dalam penanganan kasus korupsi dapat dilihat dari perspektif Freudian. Upaya untuk memahami faktor-faktor psikologis yang mendasari perilaku korupsi dapat membantu dalam merancang strategi intervensi yang lebih efektif, seperti program-program rehabilitasi atau pendekatan psikoterapi yang spesifik.

Pentingnya pendekatan multidimensional dalam penanganan korupsi, yang mencakup aspek hukum, sosial, ekonomi, dan psikologis, sejalan dengan pendekatan holistik yang dianut oleh psikoanalisis Freud. Integrasi berbagai aspek ini dapat menjadi kunci untuk memahami dan mengatasi fenomena kejahatan korupsi yang kompleks. Namun demikian, penting untuk diingat bahwa penanganan korupsi memerlukan pendekatan yang komprehensif dan multidisiplin, dan penggunaan teori-teori psikologis seperti Freud hanyalah salah satu dari banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk memahami aspek-aspek perilaku manusia terkait korupsi.

Gambar pribadi fariq
Gambar pribadi fariq

Diskursus adalah ruang diskusi dan informasi virtual yang memungkinkan filsuf dan peneliti untuk berbahasa dan bertukar ide dalam konteks akademik dan non-akademik. Diskursus adalah ruang diskusi dan informasi virtual yang memungkinkan filsuf dan peneliti untuk berbahasa dan bertukar ide dalam konteks akademik dan non-akademik. Diskursus dapat berorientasi akademis dan didasarkan pada teks-teks asli filsafat, seperti dalam tradisi analitik dan kontinental di Indonesia.

Dalam konteks diskursus, peneliti dan filsuf dapat mengkaji berbagai topik, seperti hewan dalam filsafat Barat, atau makhluk hidup dan perspektif yang ditemukan di antara tradisi antroposentris dan non-antroposentris. Diskursus juga dapat menjadi ruang untuk mengembangkan teori dan konsep dalam bidang filsafat, seperti teori Islam Politik dan Islam Kultural di Indonesia. Dalam diskursus ini, peneliti dan filsuf mengkaji asal-usul sosial-keagamaan tertentu dan mengembangkan teori tentang potret Islam di Indonesia

Sigmund Freud, dalam perspektif Psikoanalisa, memiliki pandangan sendiri tentang apa yang menjadikan seorang kriminal. Ketidakseimbangan hubungan antara Id, Ego, dan Superego membuat manusia lemah dan akibatnya lebih mungkin melakukan perilaku menyimpang atau kejahatan. Freud menyatakan bahwa penyimpangan dihasilkan dari rasa bersalah yang berlebihan sebagai akibat dari superego berlebihan. Orang dengan superego yang berlebihan akan dapat merasa bersalah tanpa alasan dan ingin dihukum. Selain itu, Freud juga menjelaskan kejahatan dari prinsip "kesenangan". Manusia memiliki dasar biologis yang sifatnya mendesak dan bekerja untuk meraih kepuasan (prinsip kesenangan). Di dalamnya termasuk keinginan untuk makanan, seks, dan kelangsungan hidup yang dikelola oleh Id. Freud percaya bahwa jika ini tidak bisa diperoleh secara legal atau sesuai dengan aturan sosial, maka orang secara naluriah akan mencoba untuk melakukannya secara ilegal. Dalam konteks diskursus kekuasaan dan fenomena kejahatan di Indonesia, teori Sigmund Freud dapat diperiksa untuk memahami bagaimana ketidakseimbangan hubungan antara Id, Ego, dan Superego serta prinsip kesenangan mempengaruhi perilaku individu dalam suatu konsumsi. Misalnya, dalam kasus perkembangan penyimpangan homo sexual di media online, teori Sigmund Freud dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana keseimbangan keinginan, kesedihan, dan kesanak kepada aturan sosial yang menjadi faktor yang mempengaruhi penyimpangan homo sexual.Beberapa paragraf terkait teori Sigmund Freud dan fenomena kejahatan di Indonesia:

1.Teori Psikoanalisa Sigmund Freud memiliki pandangan sendiri tentang apa yang menjadikan seorang kriminal, yaitu ketidakseimbangan hubungan antara Id, Ego, dan Superego.

Teori Psikoanalisis Sigmund Freud memberikan pandangan yang mendalam tentang dinamika kepribadian manusia dan cara ketidakseimbangan antara id, ego, dan superego dapat berkontribusi terhadap pembentukan perilaku kriminal. Pertama-tama, id merupakan aspek kepribadian yang mengandung hasrat dan dorongan naluriah yang tidak terkendali. Freud menggambarkan id sebagai bagian bawah dari es yang beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan tanpa memedulikan norma atau konsekuensi sosial. Dalam konteks perilaku kriminal, ketidakseimbangan id yang dominan dapat memicu individu untuk bertindak sesuai dengan dorongan-dorongan primitifnya tanpa memedulikan hukum atau moralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun