Mohon tunggu...
Faril Irfansah
Faril Irfansah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggabungkan Antara Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah

28 Juni 2024   09:20 Diperbarui: 28 Juni 2024   10:01 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Oleh: Syamsul Yakin  & Faril Irfansah

Dosen & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dakwah dan retorika sebagai ilmu harus bebas dari nilai tertentu. Ini berarti ilmu dakwah dan retorika harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah semata. Pengembangan ilmu dakwah dan retorika tidak boleh didasari pertimbangan di luar pengetahuan, termasuk adab yang ada.

Namun, ilmu dakwah dan retorika tetap harus mempertimbangkan adab. Walaupun keduanya bebas nilai, kebenaran dan implikasi yang terjadi harus diperhatikan. Dengan kata lain, ilmu dakwah dan retorika terkait dengan adab yang berasal dari ajaran agama dan budaya yang ada.

Adab dan ilmu dalam retorika dakwah harus disatukan. Dalam konteks ini, berlaku adagium "ilmu bukan untuk ilmu", tetapi untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan akhirat. Jadi, ilmu tersebut untuk kemanusiaan, yang menekankan pentingnya adab dan kemudahan.

Secara praksis, retorika dakwah tidak hanya tentang berdakwah secara efektif dan menarik, tetapi juga tentang kesopanan, keramahan, dan budi pekerti. Awalnya, dakwah bersifat subjektif, dogmatis, dan penuh nilai. Retorika juga berawal dari budaya dan sistem nilai tertentu yang penting.

Ketika retorika berkembang dari budaya menjadi seni bertutur, tumbuh menjadi pengetahuan, dan akhirnya diakui sebagai ilmu, retorika perlu diikat oleh adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia harus dipadu dengan adab yang tepat dan relevan.

Dakwah juga demikian. Dari dogma atau ajaran agama, berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, kemudian menjadi ilmu dakwah yang ajeg. Dalam berdakwah, kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai harus ada dan konsisten.

Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah meniscayakan dua hal. Pertama, menghapus komodifikasi dakwah. Komodifikasi menjadikan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan, yang sering berlindung di bawah payung profesionalisme dan manajemen. Dai yang berilmu dan beradab menolak ini dengan tegas.

Dai dan mitra dakwah tidak boleh menjadikan dakwah sebagai bisnis. Namun, mereka boleh mendakwahkan bisnis karena Nabi, sahabat, dan ulama banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah, bukan menggantungkan hidup dari dakwah yang dijalani.

Kedua, memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan menjadikan dai profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Profesional bukan berarti terkenal, memiliki manajer, dan harus dibayar, tetapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika yang baik.

Profesional bukan berarti tidak memiliki pekerjaan lain. Dai bisa bekerja di bidang lain tanpa mengesampingkan profesionalisme. Profesionalisme dai berarti menghayati dan mengamalkan apa yang disampaikan berdasarkan adab dan ilmu dalam setiap kesempatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun