Suara motor butut datang dari arah selatan, sore sekitar pukul setengah lima, Ayip sapaan Arif Wibisono. Salah satu penghuni kontrakan Fajar Mulia di Surabaya. Pekerjaannya sebagai karyawan pabrik di sebuah perusahaan terkenal di Surabaya.Â
Ayip ini adalah karyawan spesial di mata teman kantornya. Ketika berangkat ke kantor baju yang dikenakan selalu rapi, wajib bersetrika. Tak lupa, gaya rambut klimis yang disisir kearah kanan dan sebagian disisakan ke kiri. Sebuah jam tangan terpasang melingkar di tangan kiri. Namun jam tangan yang dikenakan untuk menemani harinya, ternyata jam tangan mati.Â
Suatu ketika, Ayip ini ditanya Sobari, tetangga rumah samping kanan yang hanya terpaut dua rumah. Dalam sebuah pendakian, Ayip dan Sobari terlibat percakapan yang membuat Sobari tidak habis pikir. Keduanya, mempunyai hobi pecinta alam sejak mereka menjadi mahasiswa.Â
"Yip, kira-kira kita sampai pos dua, berapa jam lagi, ya?"Â Tanya Sobari.
"Setengah jam lagi, Ri"Â jawab Ayip, sambil mengatur napas.
Saat itu, waktu menunjukan sore hari, matahari terik yang sejak siang membersamai, kini mulai merah merona di antara pohon-pohon. Ayip tidak tahan, dia mengambil kamera yang dikalungkan di dadanya.Â
"Ri, bentar aku mau ambil gambar, nggak boleh dilewatkan momen langka ini," ucap Ayip meminta.
"Eh ayolah, waktu kita habis nanti hanya cuma ambil gambar aja, keburu malam nanti jalanan gelap. Emangnya jam berapa sekarang, Yip?" Tanya Sobari kesal.
"Nggak tau, jam berapa," jawabnya.
"La itu jam di tangan kamu,"Â ucap Sobari dengan heran.
Usut punya usut, jam tangan yang dipakai Ayip ternyata jam tangan mati. Selama hampir setengah tahun, jam tangan itu sengaja tidak diisi baterai. Lantaran, Ayip mempunyai memori manis dengan jam tangan tersebut. Sebelum ibunya menutup mata selama-lamanya di sebuah Rumah Sakit.Â
Jam tangan itu mati saat dipakai ibu Ayip. Ayip sengaja memakainya, agar sosok ibu masih dekat dengannya. Walaupun sudah dipisahkan oleh ruang dimensi. Ayip bercerita perihal itu, saat mendaki di Gunung Penanggungan.
"Memang kenangan itu manis,"Â celoteh Sobari memandang ke arah langit.
"Ah, mana ada. Kamu ingat-ingat kenangan sejak dua hari putus sama mantanmu aja kamu mewek," Ayip meledek.
Sore itu, Ayip datang dengan murung. Tas punggung ditenteng di tangan kanannya. Sobari, menatap aneh temannya ini. Sobari yang asyik membaca buku sambil menikmati sebatang rokok di ruang tamu heran melihat tingkah lakunya.Â
Tak lama kemudian, Ayip duduk menyandarkan tubuhnya di kursi. Kemudian minum jus jeruk milik Sobari.Â
Sejurus kemudian Sobari memberondong beberapa pernyataan seolah tanpa spasi.
"Yip, kamu kenapa? Kamu di PHK? Kamu putus cinta? Kamu habis jatuh dari motor?"
Ayip menatap Sobari tajam. Ayip menunjukan ponselnya. Ayip dengan lirih mengabarkan. Messi benar-benar pindah dari Barcelona.Â
Keduanya, antara Sobari dan Ayip Juga sama-sama penggila bola berat. Sobari adalah Madridista 'garis keras' sebutan fans Real Madrid. Sedangkan Ayip adalah Cules, sebutan fans Barcelona. Bisa dibilang Ayip ini adalah Cules keturunan dari ayahnya. Ayah Ayip adalah penggemar Lionel Messi, beberapa koleksi jersey Barcelona dari masa ke masa bertuliskan Messi bangga dikenakannya.Â
Bahkan, menurut cerita ayahnya. Nama Ayip, dulu pernah kepikiran ditambahi Lionel didepan nama panjang Ayip. Sebagai fans keturunan yang loyal pada tim asal Catalunya, Ayip sering berdiskusi panjang dengan ayahnya mengenai Barcelona melalui via telepon. Jarak tidak menjadi penghalang diantara keduanya.Â
Contoh kecil di pertandingan El-Clasico mesti sejak sebelum pertandingan terlibat sindir menyindir perihal masing-masing klub jagoan. Tak ayal, perseteruan Sobari dan Ayip gara-gara El-Clasico bisa reda jika mereka berdua duduk di meja makan. Karena, baik Real Madrid atau Bercelona siapa yang keluar sebagai juara La Liga, maka salah satu akan mentraktir makan sepuasnya di Warung Pojok Bu Afi.Â
Sobari menjadi fans Real Madrid sejak saat pertama kali dibelikan jersey Real Madrid oleh kakaknya bertuliskan Raul nomor punggung 7 saat kelas dua SD. Namun, sejak kedatangan Ronaldo, Sobari sangat mengagumi Ronaldo. Seolah Real Madrid akan bermain buruk tanpa kehadiran Ronaldo di lapangan.Â
Pada pertengahan 2018 Ronaldo angkat koper dari Santiago Bernabeu. Ini menjadi pukulan telak bagi Sobari. Yang sudah terhipnotis gaya bermain Ronaldo. Perlahan Sobari kembali pada tujuan awal ketika dia mendeklarasikan sebagai fans Real Madrid.Â
Dibanding Ayip, Sobari hanya mempunyai dua jersey Real Madrid. Jersey ketiga berwarna abu-abu keluaran tahun musim 2015-2016 dan jersey bertuliskan David Beckham. Bagi Sobari, cinta tak perlu hanya bukti fisik. Tapi, soal dedikasi dan loyalitas. Tidak heran, Sobari sangat faham detail para pemain Real Madrid dan orang-orang didalamnya.Â
Saat Sergio Ramos pindah ke Paris Saint Germain, pemain yang digadang-gadang sebagai legenda yang akan mengakhiri musim bersama Real Madrid. Sobari, tampaknya tidak bersedih atas kepergian Ramos di hadapan publik Madridista.
Tiba-tiba suara dering handphone Ayip berbunyi. Ayip mengangkatnya. Benar, ternyata ayah dan anak ini Cules sejati.
Di sela percakapan, perlahan Pak Rus bercerita, saat awal dirinya mengenal Barcelona. Gol debut Messi bersama Barcelona terjadi pada 1 Mei 2005 dalam partai pekan ke-34 La Liga kontra Albacete. Seolah baru kemarin dia menonton. Lewat assis yang disodorkan oleh Ronaldinho, Messi mampu menyelesaikan dengan baik.Â
Disinilah awal karir Messi yang sebut ayah Ayip seolah dibaptis Ronaldinho. Sehingga penampilan Messi sampai saat ini karena baptisan Ronaldinho. Begitupula, pertandingan itu mengingatkan akan satu hal yang sampai saat ini terus diingat oleh ayah Ayip. Saat itu, Pak Rus terpaksa harus mengungsi sembunyi untuk demi menonton tim kebanggaannya bersama kawannya di pos ronda. Padahal, Pak Rus semula izin kepada ibu Ayip mau tidur di ruang tamu.Â
Tetapi selang beberapa jam, Pak Rus malah menghilang sehingga menyulut kemarahan ibu Ayip.
Tiba-tiba sambungan terputus, Ayip berusaha menelpon ayahnya kembali. Lima menit kemudian, Pak Rus mengabarkan bahwa di rumahnya habis terjadi pemadaman listrik.Â
Hari semakin gelap, datang suara dari pintu. Bu Dewi, pemilik kontrakan. Membawa satu wadah nasi berkatan.Â
"Ini untuk kalian," ucap Bu Dewi.
Tadi dapat dua nasi berkatan dari keluarga Bu Dewi, daripada mubazir.
Baik Ayip serta Sobari merayakan kesedihan dengan satu kotak nasi berkatan.Â
Lamongan, (09/08/2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H