Mohon tunggu...
Fariidah Haniifah
Fariidah Haniifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai Profesionalisme dalam Praktik Telenursing di Era Digital

19 Desember 2021   20:30 Diperbarui: 19 Desember 2021   21:38 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tanpa disadari, kehidupan manusia telah banyak mengalami perubahan dalam 10 tahun belakangan. Manusia semakin mudah menjalani rutinitas kehidupannya berkat kehadiran berbagai ide dan teknologi canggih yang terus berkembang hari demi hari. 

Manusia dapat berkomunikasi satu sama lain tanpa harus bertatap muka sehingga jarak bukanlah suatu hambatan dalam komunikasi di era ini, manusia bisa mendapatkan apa yang diinginkan atau dibutuhkannya hanya dengan mengakses berbagai aplikasi pintar di smartphone mereka, manusia dapat memperoleh banyak informasi terbaru di seluruh dunia kapanpun dan dimanapun berkat bantuan internet, manusia dapat bekerja dan belajar hanya dengan menatap layar laptop atau smartphone mereka, dan masih banyak rutinitas manusia yang semakin mudah dilakukan dengan adanya bantuan dari berbagai teknologi atau alat-alat canggih saat ini. 

Dari gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan positif ilmu dan teknologi ini berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Lantas sebenarnya apa yang terjadi hingga manusia dapat menikmati berbagai kemudahan ini?

Revolusi industri menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Rasanya kata revolusi industri ini cukup familiar di telinga masyarakat mengingat bahwa era revolusi industri ini sudah dimulai sejak tahun 1784 ditandai dengan berlangsungnya era revolusi 1.0. Revolusi industri sendiri dimaknai sebagai proses pembaharuan dunia dengan penggunaan teknologi baru dan metodologi yang lebih efisien dalam hidup manusia (Paul, S., et al., 2021). Sejauh ini, manusia telah melewati tiga era revolusi industri pertama, yaitu era 1.0, era 2.0, dan era 3.0 yang kemudian beralih pada era 4.0 yang tengah dijalani dan dirasakan dampaknya oleh manusia modern saat ini. 

Era revolusi industri 1.0 atau dikenal juga dengan revolusi industri pertama dimulai sekitar tahun 1760 hingga 1840 yang ditandai dengan munculnya ide pembangunan rel kereta api dan ditemukannya mesin uap. Penemuan mesin uap ini kemudian membuat manusia berupaya pada alat-alat mekanik pada proses produksi (Schwab, K., 2016). Pada abad ke-19, berlangsung era industri 2.0 yang dicirikan dengan munculnya penemuan produksi listrik dan alat-alat perakitan (Sharma, A., & Singh, B.J., 2020). 

Selanjutnya, era industri 3.0 atau revolusi komputer (computer revolution) yang lahir sejak tahun 1960-an ini memiliki karakteristik berupa adanya perkembangan semikonduktor, komputasi mainframe (1960-an), komputasi pribadi/personal computing (1970-an dan 1980-an), serta hadirnya internet (1990-an). Selain itu, pada era ini muncul adanya otomatisasi parsial menggunakkan kontrol yang dapat diprogram memori dan komputer sehingga dapat beroperasi tanpa intervensi manusia. 

Terkait revolusi industri 4.0, terdapat banyak argumentasi dan/atau pendapat dalam mendefinisikan dan mendeskripsikan era ini. Pada dasarnya, era 4.0 ini lahir ketika istilah “Industry 4.0” muncul dalam diskusi Hannover Fair pada tahun 2011 di Jerman (Tay., et al., 2018). Industri 4.0 ini merupakan proses lanjutan dari otomatisasi industri yang telah dibangun di era 3.0 (Sharma, A., & Singh, B.J., 2020). Era 4.0 menciptakan dunia dimana sistem virtual dan fisik berkolaborasi dan berjalan beriringan dengan fleksibel dalam mendukung kehidupan manusia. 

Hal ini sejalan dengan apa yang dituliskan oleh (Chromjakova, F., et al., 2020) bahwa revolusi industri 4.0 ini menjadi titik pertumbuhan berbagai manufaktur canggih yang saling terintegrasi dengan ciri virtual dan kinerja teknologi. Terjadinya fusi atau penggabungan antara komponen fisik dan digital ini menjadi ciri khas yang membedakan era 4.0 dengan tiga era sebelumnya (Schwab, K., 2016). 

Hal ini dapat terjadi akibat perkembangan teknologi dan inovasi di era ini lebih luas dan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan era sebelumnya. Era industri 4.0 memanfaatkan integrasi berbagai teknologi dan perangkat canggih yang meliputi Internet of Things (IoT), cloud computing, big data, robotics dan Artificial Intelligence (AI).  Era 4.0 yang dikenalkan di awal era milenial ini bekerja dengan menawarkan berbagai teknologi pintar berbasis komputer (computer-based) dan jaringan luas (wide-network) yang mampu membantu kehidupan manusia dengan hadirnya komputasi awan (cloud computation) yang dapat menyimpan data besar (big data) melalui Internet of Things (IoT) (Harianton, I., et al., 2020). 

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa era 4.0 berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Hadirnya digitalisasi, otomatisasi, personalisasi, kustomisasi, dan integrasi antara sistem manajemen TI (cyber) dengan sistem fisik melalui penggunaan IoT dengan cyber-physical system memungkinkan manusia di era ini untuk memanfaatkan berbagai pilar, seperti IoT, big data dan analytic data, augmented reality (merepresentasikan dunia nyata secara virtual), cloud computation, kecerdasan buatan, jaringan 5G, dan produk teknologi canggih lainnya (Chromjakova, F., et al., 2020). Sebuah survei dilakukan kepada para pemimpin bisnis terkait teknologi di era 4.0 mana yang dinilai paling berdampak, diperoleh hasil bahwa Internet of Things (IoT) yang menghubungkan dunia fisik dengan dunia virtual atau digital dengan mengumpulkan, mengukur, dan menganalisis data untuk menjalankan proses otomatisasi dipandang sebagai teknologi yang paling dominan di era ini (Deloitte, 2020). Terkait dengan IoT, sistem ini sudah banyak digunakan di era 4.0 pada berbagai aspek, seperti transportasi, pelayanan kesehatan (health care), dan fasilitas pelayanan publik. IoT ini akan menghubungkan objek satu dengan objek lainnya, manusia dengan objek, dan manusia dengan manusia yang berfokus pada interaksi virtual (Chromjakova, F., et al., 2020).

Berbicara mengenai IoT dalam pelayanan kesehatan (health care), teknologi digital ini menjadi salah satu elemen penting dalam pemberian pelayanan kesehatan di era 4.0. Dengan bantuan dari IoT ini, terwujud pemantauan jarak jauh (monitoring services) antara pasien dengan tenaga kesehatan. Pasien dapat mengumpulkan data dan informasi pribadi terkait kesehatannya yang kemudian akan ditransmisikan secara digital kepada petugas layanan kesehatan yang dalam hal ini dapat berupa perawat. Contoh dari pengggunaan IoT dalam pelayanan kesehatan yang dapat digunakkan oleh pasien adalah jam pintar (smartwatch) seperti Apple Watch dan smart glasses seperti Google Glasses (Paul, S., et al., 2021).

Majunya teknologi informasi di era digital membuat banyak ide dan inovasi baru bermunculan dalam praktik dan asuhan keperawatan. Telenursing menjadi salah satu bentuk evolusi nyata dari pelayanan profesi dan praktik keperawatan di era digital (Poreddi, V., et al., 2021). Telenursing yang merupakan turunan dari telehealth ini dapat dideskripsikan secara berbeda berdasarkan berbagai pandangan. Telehealth sendiri merupakan upaya pemberian perawatan kesehatan, diagnosis, konsultasi, pengobatan, transfer data medis, dan pendidikan melalui pemanfaatan teknologi berupa audio interaktif, visual, dan komunikasi data (Loretta, S.F., et al., 2008). Dari konsep ini, didapatkan banyak definisi terkait telenursing. American Nurse Association (ANA) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan telenursing merupakan salah satu bagian dari telehealth yang lebih condong pada praktik dan profesi keperawatan (Fadhila, R., Afriani, T., 2020). Untuk itu, dapat dikatakan bahwa secara umum bahwa telenursing ini merupakan pemberian asuhan dan praktik keperawatan melalui teknologi telekomunikasi yang ada di era digital dalam upaya mewujudkan kesehatan individu dan/atau masyarakat. Adapun teknologi yang dimaksud dalam hal ini dapat bervariasi pula didasarkan pada kebutuhan dan preferensi pasien dan tenaga kesehatan. Telenursing dapat dilakukan dengan menggunakkan telepon, smart phone, video and audio conferencing, dan sebagainya. 

Telenursing ini memberi banyak benefit bagi dunia keperawatan saat ini. Banyak studi yang telah membuktikan bahwa kehadiran teknologi digital yang kian canggih telah mempengaruhi praktik keperawatan secara global melalui implementasi telenursing. Sebagaimana yang disebutkan oleh (Loretta, S.F., et al., 2008) bahwa keberadaan telenursing ini membuat kepatuhan pasien akan perawatan meningkat berkat adanya kontrol jarak jauh dari perawat, meningkatnya akses ke pelayanan perawatan kesehatan, memberikan kemudahan dan efisiensi antara penyedia layanan kesehatan untuk saling berkomunikasi terkait kondisi kesehatan klien, dan lainnya. Contoh lainnya, klien dan/atau masyarakat secara luas dapat memperoleh berbagai layanan kesehatan tanpa perlu bertatap muka atau datang langsung ke rumah sakit, dokter, perawat, atau unit pelayanan tertentu dan sebagai gantinya mereka dapat menggunakan berbagai teknologi digital berupa internet, media sosial, maupun berbagai teknologi telekomunikasi yang dimilikinya untuk berkomunikasi dengan para tenaga kesehatan dalam rangka mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait status kesehatan, perawatan, dan bahkan pengobatan diri mereka (Fadhila, R., Afriani, T., 2020). Melalui pemanfaatan telenursing, perawat mampu memberikan pemantauan rutin harian dengan lebih efisien waktu dan biaya. Perawat tetap dapat melakukan proses asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, perencanaan, intervensi, evaluasi serta dokumentasi terkait kondisi pasiennya melalui penggunaan berbagai teknologi. Penggunaan telenursing ini semakin marak berkat adanya ketergantungan masyarakat di era ini terhadap ponsel, internet, dan media sosial sehingga telenursing sebagai salah satu media dalam perawatan kesehatan ini menjadi pilihan dan solusi efektif dalam pemantauan status kesehatan. Tidak hanya itu, kondisi pandemi COVID-19 membuat perawatan virtual semakin menjamur dalam rangka menanggapi dan merespon adanya perubahan cara hidup pada manusia secara global (Booth, R. G., et al., 2021). 

Sebagaimana yang kita tahu bahwa segala sesuatu di dunia ini bagaikan pisau bermata dua. Artinya, segala hal yang hadir di hidup manusia ini memiliki sisi positif dan sisi yang pada dasarnya tidak kita inginkan. Banyaknya manfaat telenursing yang bukan hanya berdampak positif bagi perawat melainkan juga bagi klien dan masyarakat luas, tentunya memiliki hal-hal yang dapat dikatakan sebagai sebuah ancaman. Dalam hal ini, kehadiran telenursing menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti apakah di masa depan peran perawat akan tergantikan dengan banyaknya teknologi canggih yang kian hari bahkan dapat dioperasikan tanpa perawat?, apakah peran perawat di masa depan kemudian akan berubah?, bagaimana mempertahankan aspek caring yang menjadi inti praktik keperawatan dalam telenursing yang berbasis teknologi digital ini?, bagaimana perawat mampu mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai profesionalismenya dalam rangka mewujudkan pelayanan yang modern tetapi tetap memperhatikan etika dan aturan yang berlaku di praktik keperawatan sebagaimana yang disusun dalam banyak aturan?

Sebagaimana yang diketahui bahwa praktik keperawatan identik dengan caring. dimana segala intervensi yang diberikan kepada pasien akan didasarkan pada nilai profesionalisme ini. Pada dasarnya, interpretasi konsep caring ini cukup luas sehingga akan terdapat banyak perbedaan definisi dari berbagai pendapat. Namun, secara general dapat dikatakan bahwa caring dapat diartikan sebagai kehadiran perawat dalam aspek afektif, psikomotor, kognitif, dan terjalinnya hubungan saling percaya dengan pasien. Dari konsep ini, pertanyaan terkait aspek caring pada profesi perawat di masa depan akan terjawab. Perawat tidak perlu merasa terancam akan kehadiran teknologi yang kian canggih hari demi hari. Untuk mempertahankan nilai caring dan hubungan dengan klien di era digital, perawat perlu menyeimbangkan perkembangan teknologi yang ada dengan praktik keperawatan yang dilakukan. Dengan artian bahwa perawat perlu terus memperbaharui ilmu dan keterampilannya dalam memberikan asuhan keperawatan menggunakkan berbagai teknologi digital yang banyak digunakan di era digital. Terdapat banyak literatur keperawatan yang memberikan edukasi dan informasi terkait analisis teknologi digital dalam upaya mendukung, memfasilitasi, dan memperluas kemampuan perawat dalam melakukan praktik keperawatan yang profesional (Booth, R. G., et al., 2021). Dengan kehadiran teknologi ini, perawat milenial yang pada dasarnya tumbuh bersama teknologi sudah seharusnya ramah akan teknologi untuk mewujudkan praktik keperawatan yang optimal dan profesional. Berbagai sarana dan fasilitas yang disediakan era digital ini perlu dimanfaatkan oleh perawat dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa sudah banyak literatur terkait yang dapat diakses dengan mudah melalui internet oleh para perawat dalam memperluas profesionalisme dalam dirinya, misalnya e-Learning. Dari sini dapat dikatakan bahwa terkait nilai caring, perawat terkhusus dalam konteks ini adalah perawat milenial perlu untuk terus melakukan update akan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilannya terkait praktik profesional keperawatan mengingat bahwa nilai caring ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, bukan hanya ketika perawat dan pasien saling bertemu secara fisik melainkan juga dapat berupa pemberian pelayanan asuhan keperawatan yang profesional berbasis pengetahuan dan keterampilan yang cakap.

Hal tersebut di atas juga berlaku pada aspek hubungan terapeutik perawat dan pasien. Telenursing ini dirancang untuk memudahkan komunikasi antara perawat dan pasien sehingga tentunya komponen terbangunnya hubungan saling percaya dan terapeutik antara pasien dan perawat akan tetap ada, hanya saja medianya yang berbeda dengan hubungan terapeutik tradisional perawat-pasien yang terbentuk saat saling bertemu secara fisik. Melalui penggunaan teknologi seperti telepon, internet, atau alat komunikasi canggih lainnya, hubungan terapeutik akan tetap menjadi prioritas dalam praktik keperawatan sehingga perawat tidak perlu memandang bahwa telenursing ini akan menggantikan peran mereka di masa yang akan datang karena hilangnya hubungan terapeutik. 

Selain itu, untuk mempertahankan eksistensi peran profesi keperawatan di masa depan dimana tentunya akan banyak teknologi baru yang terus bermunculan, perawat perlu merubah cara berpikir. Diperkirakan bahwa teknologi telenursing akan terus berkembang di masa depan. Untuk itu, perawat perlu membingkai ulang konsep berpikir dengan menempatkan diri bagaimana mereka dapat terus berinteraksi dan melakukan asuhan keperawatan pasien di dunia digital. Perawat perlu terus mengembangkan dan mengintegrasikan komponen pengalaman (experiences) yang dimilikinya dengan modalitas perawatan virtual yang didukung oleh sarana berupa internet dan teknologi seluler sebagaimana yang disebutkan sebelumnya saat memberikan intervensi perawatan digital melalui telenursing  (Booth, R. G., et al., 2021). Salah satu poin penting dalam terwujudnya kondisi demikian adalah perawat mengubah pola interpretasi kultural bahwa teknologi canggih ini akan menggantikan peran mereka di masa depan. Perawat perlu menyadari bahwa teknologi yang terus bermunculan hanya berperan sebagai komplementer yang berkolaborasi bersama dengan mereka dalam praktik dan proses keperawatan, bukan sebagai kompetitor apalagi pengganti yang perlu dicemaskan. Dengan adanya pembaharuan pandangan, perawat dapat menentukan peran mana yang dapat didelegasikan ke teknologi dan mana yang tidak. Misalnya, dengan melakukan intervensi menggunakkan telenursing ini, perawat tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memberikan intervensi kepada kliennya di daerah yang jauh secara geografis. Hanya dengan menggunakan telenursing, perawat dapat menghabiskan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dan mengenal kliennya lebih dalam karena adanya teknologi digital yang membantu menghemat waktu perawat. Saat perawat dapat menggunakan kemampuan analisisnya dalam membuat keputusan ini, perawat dapat merasakan manfaat teknologi secara utuh dimana berbagai teknologi ini akan menjadi alat bantu bagi perawat mewujudkan praktik dan proses keperawatan yang efisien dan lebih efektif. 

Penerapan telenursing ini juga rentan akan pelanggaran nilai profesionalisme. Salah satu isu legal keperawatan global yang banyak terjadi di era digital seperti saat ini adalah mengenai confidentiality, yaitu  segala bentuk upaya yang dilakukan dalam menjaga privasi atau kerahasiaan klien ataupun segala sesuatu terkait klien (Utami, et al., 2016). Penggunaan teknologi berupa digital pada telenursing ini berpotensi besar pada terjadinya penyelewengan akan nilai confidentiality. Bahkan, di Amerika Serikat, praktik telenursing ini dilarang dengan alasan untuk menghindari malpraktik perawat. Untuk itu, ketika melakukan intervensi dengan telenursing, perawat perlu berkomitmen penuh untuk mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai dengan kode etik keperawatan dimana pasien yang mendapatkan informasi melalui telenursing ini harus diinformasikan risiko (misal terkait keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi melalui internet/telepon) dan keuntungannya untuk menghindari adanya miskomunikasi antara perawat dan pasien. 

Adanya beberapa kekurangan pada implementasi telenursing ini perlu menjadi perhatian lebih bagi perawat dan profesi keperawatan. Untuk mewujudkan situasi sebagaimana yang disebutkan di atas, perawat perlu melakukan refleksi diri. Refleksi diri yang strategis, proaktif, dan menyeluruh terkait segala intervensi dalam praktik telenursing diperlukan untuk menjaga nilai-nilai profesionalisme dalam era digital (Booth, R. G., et al., 2021). Dengan adanya refleksi ini, perawat profesional dapat menuangkan nilai profesional dalam praktik dan intervensi keperawatan karena perawat sebagai pelaku profesi mampu menyadari dan mengetahui akan peran, pengetahuan, dan hubungannya dengan teknologi dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan profesional kepada pasien yang penuh dengan kasih dan caring melalui dunia virtual. Perawat perlu paham bahwa mereka perlu bekerja sama dengan teknologi yang ada untuk memaksimalkan tingkat kepuasan pasien. Ketidaksiapan perawat untuk mengikuti arus perkembangan zaman akan membuat perawat menjadi profesi yang tertinggal karena tidak mampu beradaptasi. Sementara itu, dalam praktiknya, perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait penerapan telenursing yang aman bagi pasien dan perawat. Dalam hal ini khususnya terkait dengan privasi pasien selama proses interaksi melalui telenursing. Diperlukan adanya kebijakan yang kuat dan mampu meregulasi penerapan telenursing di era digital untuk meminimalkan dampak negatif yang hadir dari semakin canggihnya teknologi. Di Indonesia sendiri, praktik telenursing ini dalam bentuk nyata belum berjalan optimal mengingat adanya keterbatasan pada berbagai faktor, dimulai dari sumber daya, sarana, dan prasarana walaupun pada dasarnya perkembangan teknologi digital di Indonesia cukup mumpuni (Fadhila, R., Afriani, T., 2020). Untuk itu, diperlukan adanya standar praktik dan kode etik yang dapat memberikan petunjuk yang jelas dan komprehensif terkait bagaimana konsep praktik keperawatan melalui penggunaan telenursing. Adanya regulasi ini bukan hanya bertujuan untuk melindungi pasien dari berbagai kejadian yang tidak diinginkan, melainkan juga untuk keselamatan dan keamanan perawat sebagai pelaku profesi yang berhubungan langsung dengan pasien mengingat bahwa isu terkait confidentiality yang erat kaitannya dengan telenursing ini bisa saja merugikan perawat jika aturan terkait hal ini masih samar. 

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa walaupun telenursing membawa banyak benefit bagi praktik keperawatan, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus bukan hanya oleh perawat tetapi juga profesi keperawatan dalam hal ini organisasi keperawatan yang bertanggung jawab dalam membentuk kebijakan dan aturan yang memberikan petunjuk jelas terkait prosedur telenursing yang aman. Kekhawatiran perawat bahwa hadirnya telenursing yang didasari oleh kemajuan teknologi akan menggeser peran mereka di masa depan perlu disingkirkan. Caranya adalah dengan melakukan adaptasi terhadap berbagai pertumbuhan dunia yang terjadi dengan melakukan hal-hal yang memang seharusnya dilakukan. Perawat akan mampu bersaing dengan berbagai perangkat teknologi canggih, mesin dan alat otomatis, robot, dan berbagai teknologi yang terus berkembang selama perawat menumbuhkan rasa dan kemauan untuk berkembang secara profesional menjadi versi dirinya yang lebih baik. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mewujudkan hal-hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam tulisan ini. Akhir kata, telenursing bukanlah sebuah ancaman yang perlu ditakutkan oleh perawat, sebaliknya perawat perlu melihat bahwa banyak sisi positif dari teknologi ini apabila perawat mampu memposisikan dirinya untuk dapat beradaptasi dengan mempertahankan nilai-nilai profesionalisme keperawatan dalam era digital saat ini dan waktu yang akan datang.

REFERENSI

Berman, A., Snyder, S.J., Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice Eighth Edition. New Jersey: Pearson Education

Booth, R. G., Strudwick, G., McBride, S., O’Connor, S., & Solano López, A. L. (2021). How the nursing profession should adapt for a digital future. The BMJ, 373, n1190. https://doi.org/10.1136/bmj.n1190

Chromjakova, F.; Oztemel, E.; Gursev, V.; Caesarendra, W.; Pandiyan, V.; Spoettl, G.; Ortiz, J.H.; Zambrano, L.; Carvalho, N.; Cazarini, E.; Carvalho, A. (2020). Industry 4.0 - Current Status and Future Trends. London: IntechOpen

Deloitte. (2020). The Fourth Industrial Revolution: At the intersection of readiness and responsibility. US: Deloitte Development LLC

Fadhila, R., Afriani, T.  (2020). Penerapan Telenursing dalam Pelayanan Kesehatan. Jurnal Keperawatan Abdurrab, 3(2)

Harianton, I., Setiawan, H.,  Saefuddin, A.S. (2020). Development of Manufacturing System in the Industrial Revolution 4.0 from Concept to Industrial World. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Manufaktur, Vol. 2, 1. 

Loretta, S.F., Elfrink, V., Deickman, A. (2008). Patient Safety, Telenursing, and Telehealth. In: Hughes RG, editor. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality (US.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2687/ Chapter 48. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2687/Paul, S.; Riffat, M.; Yasir, A.; Mahim, M.N.; Sharnali, B.Y.; Naheen, I.T.; Rahman, A.; Kulkarni, A. (2021). Industry 4.0 Applications for Medical/Healthcare Services. J. Sens. Actuator Netw, 10, 43. https://doi.org/10.3390/jsan10030043

Poreddi, V. ., Bidadi Veerabhadraiah, K. ., Reddy, S. ., Manjunatha , N. ., Channaveerachari, N. ., & Bada Math, S. (2021). Nursing Interns’ Perceptions of Telenursing: Implications for Nursing Education. Telehealth and Medicine Today, 6(2). https://doi.org/10.30953/tmt.v6.258 

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P., & Hall, A. (2013). Fundamentals of nursing, 8th edition. Canada: Elsevier 

Tay, Shu & Te Chuan, Lee & Aziati, A. & Ahmad, Ahmad Nur Aizat. (2018). An Overview of Industry 4.0: Definition, Components, and Government Initiatives. Journal of Advanced Research in Dynamical and Control Systems. 10. 14.

Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Switzerland: World Economic Forum

Sharma, A., & Singh, B.J. (2020). Evolution of Industrial Revolutions: A Review. International Journal of Innovative Technology and Exploring Engineering (IJITEE), Vol. 9, 11. ISSN: 2278-3075, DOI: 10.35940/ijitee.17144.0991120

Utami, N.W., et al. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: BPPSDMK KemenKes RI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun