Kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta bisa dikatakan sebagai salah satu tempat wisata mainstream di Kota Gudeg. Ia berada satu garis dengan tempat-tempat populer lainnya seperti Tugu (Pal Putih) Jogja, Malioboro, Pasar Bringharjo dan Keraton Yogyakarta.
Saya yakin, semua orang yang pernah berwisata ke Jogja pasti tahu lokasi tersebut, yang merupakan area perempatan jalan di ujung selatan Malioboro. Yang dikenal sebagai Malioboro sebenarnya terdiri atas dua jalan, yakni Jalan Malioboro itu sendiri dan Jalan Margo Mulyo yang terletak di sebelah selatannya.Â
Di sekitar ujung selatan Jalan Margo Mulyo inilah Titik Nol berada. Orang Jogja biasanya menyebut lokasi tersebut sebagai perempatan Kantor Pos Besar, sebab memang ada gedung Kantor Pos Pusat Yogyakarta di sudut selatan-timur.
Ruang terbuka untuk publik ini memang semacam surga bagi para pejalan kaki. Mereka bisa dengan leluasa berjalan, bermain, duduk-duduk, tanpa gangguan lalu lalang kendaraan. Aman, nyaman. Bagi orang-orang zaman kini yang akrab dengan gawai, ia menjadi spot yang sangat instagramable.
Lihat saja, hampir semua orang yang berada di situ memanfaatkan kamera yang ada di gawai, entah untuk berswafoto, bergantian memotret dengan rekan-rekannya, memotret momen-momen yang berseliweran sampai memotret suasana sekitar. Berbagai event kerap digelar di area ini, dari pentas musik modern/tradisional, pergelaran budaya, pawai, dan sebagainya; pastinya semua asyik ditonton dan diabadikan.
Beberapa waktu lalu, ketika hujan belum mendera seperti sekarang, saya sempatkan nongkrong di area pedestriannya di sore hari, sebelum menghadiri sebuah pameran seni. Baru sekali ini saya berkunjung di saat matahari menjelang terbenam di cakrawala.
Menyenangkan. Bukan hanya tempatnya, tapi juga atmosfernya -- langit sore yang cerah dengan sedikit saputan awan, sejumlah orang yang sedang duduk-duduk di bangku, anak-anak yang bebas berlarian, orang-orang yang sibuk berfoto-ria, pedagang asongan yang mondar-mandir, pengamen jalanan yang mendendangkan lagu kenangan. Barangkali begitulah kondisi sore-sore yang lain di kala hujan tidak mengguyur.
Berjalan mondar-mandir di area pedestrian, berbagai aktivitas pengunjung saya jumpai. Ada pengamen yang sedang menyanyi di hadapan orang-orang yang duduk di bangku, ada yang bercengkerama bersama kawan, dan ada pula yang sibuk memotret dengan kameranya. Saya sendiri jeprat-jepret dengan kamera ponsel. Di jalan raya, kendaraan bermotor, andong dan becak yang berlalu lalang bisa pula menjadi sasaran bidikan. Bangunan-bangunan tua menjadi obyek foto yang menarik pula tentunya.
Memotret lanskap atau suasana perkotaan memang lebih menarik dilakukan ketika langit belum menjadi gelap pekat, sementara lampu-lampu kota sudah mulai menyala. Makanya, suasana senja menjadi pilihan yang pas untuk berada di Titik Nol, terutama bagi Anda yang suka memotret. Untuk kenyamanan nongkrong dan memotret, datanglah ketika tidak musim libur karena pengunjung tak berjubel dan memotret pun lebih leluasa.
Selain yang sudah disebutkan sebelumnya, ada sejumlah tempat bersejarah lainnya di sekitarnya, seperti Benteng Vredeburg, Taman Budaya Yogyakarta (Societet Militer), Monumen Serangan Oemoem 1 Maret dan beberapa bangunan bersejarah yang masih terawat dengan baik. Jadi, area ini sebenarnya bisa dibilang sebagai kawasan wisata bersejarah.
Jika ada yang bertanya kenapa saya memilih waktu senja untuk berkunjung, ada dua alasan. Untuk urusan memotret, saya sudah kemukakan alasannya di atas. Alasan lainnya adalah bahwa suasana senja kerap membawa romantisme dan menggugah kenangan. Yang terakhir ini memang agak dibuat-buat... hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H