Album musik paling gres yang diluncurkan Kamis (7/12) pekan lalu di Yogyakarta tentunya istimewa. CD album tersebut berisi lima repertoar, yang merupakan buah karya dari lima drummer atawa penabuh drums yang bermukim di Kota Gudeg. Pastilah album semacam ini amat langka.
Saya katakan langka karena memang baru kali ini saya menemuinya, terutama di negeri tercinta Indonesia. Tapi barangkali ini keterbatasan saya saja. Tak menutup kemungkinan di kota-kota lain di Indonesia sudah ada yang menerbitkan album sejenis.
Sependek pengetahuan saya, masih sangat jarang, bahkan mungkin belum ada, drummer Indonesia yang membuahkan album sendiri, yang tentunya berisi karya-karya musiknya. Kalau gitaris, bassist, pianis/kibordis, misalnya, saya sudah menemuinya, bahkan punya beberapa albumnya. Untuk drummer, saya baru menemuinya yang dari luar negeri, seperti album milik Billy Cobham, Dave Weckl dan lainnya.
"Drums Speak #2." Begitulah tajuk dari CD album kompilasi karya para drummer Jogja itu. "Drums Speak" sendiri merupakan sebuah program dari Drummer Guyub Yogyakarta (DGYK), yang tak lain adalah komunitas para penabuh drums di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari namanya, album "Drums Speak #2" di mana DGYK bertindak sebagai executive producer tentu saja merupakan kelanjutan dari "Drums Speak #1" yang dibuat oleh Total Perkusi.
Yang pasti dari album terbaru ini, masing-masing drummer menawarkan komposisi dengan karakteristik musikal yang berbeda. Maklumlah, mereka berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda pula -- setidaknya dari grup band yang berbeda.
Lima drummer, lima warna. Masing-masing menunjukkan keterampilan dan kreativitasnya sendiri. Para drummer itu tentu saja tidak bermain sendiri dalam memainkan komposisi ciptaannya. Mereka melibatkan sejumlah musisi lain seperti pemain bas, gitar, kibor, alat tiup, bahkan pemain-pemain musik tradisional seperti seruling dan gamelan Jawa.
Komposisi yang diberi judul Saling Tarung karya Benny Fuad Herawan mencoba berbicara secara musikal tentang kondisi kekinian, terutama di kancah politik, yang di dalamnya kerap diwarnai pertarungan, perselisihan dan sejenisnya. Pertarungan itu tampaknya digambarkan melalui hal yang kontras, dengan mempertemukan peranti musik modern dan tradisional (gamelan dan seruling). Tempo pun dimainkan secara berubah-ubah, tapi tetap harmonis dan penuh energi. Hanya dalam musik, kata Benny, pertarungan bisa menjadi sebuah harmoni, yang tentunya enak dinikmati.
Tak kalah maknyus, Yoyok Shaggydog menyodorkan komposisi Tumuju Panca. Di hadapan audiens yang menghadiri acara peluncuran album malam itu, Yoyok bercerita sedikit berkait proses penciptaan karyanya. Awalnya ia hanya menggumamkan karyanya itu. Berhubung tak bisa menuliskan repertoarnya itu di atas kertas, ia meminta bantuan kawan-kawannya. Komposisinya menjadi unik karena dihadirkan bersama empat pemain instrumen tiup. Jadi, selain drums, ada trombone, tenor saxophone, baritone saxophone dan tuba. Mungkin itulah maksud dari judulnya -- sebuah komposisi yang dimainkan berlima.
Tiga komposisi lainnya, yakni Marsvolta (Danish), Kereta dan Kamu (Carlo) dan In Searching (Natasha), sudah pasti menyuguhkan warna dan pengalaman auditoris yang lain. Perlu diketahui, tak ada kehadiran vokal pada semua repertoar yang hadir dalam "Drums Speak #2."