Heraklitus seorang filsuf klasik Yunani pernah berkata: "Di dunia ini tidak ada yang abadi, Yang Ada hanya Kemenjadian". Dari 'Ada' menuju 'menjadi', dua kata kunci inilah yang memberikan pemahaman bahwa Alam Semesta bersifat dinamis, tidak tetap atau statis.
  Lantas mengapa ada perbedaan dan perubahan? Bagaimanakah ini terjadi? Dan kemana alurnya? Tentu pertanyaan semacam ini bersifat fundamental dan penuh teka-teki. Namun sebagai manusia yang berakal Budi, tentunya berusaha mencari jawaban. Untuk apa? Dan kenapa harus dijawab?
  Tulisan ini tidak memberikan kepastian, tapi memaparkan pengaruh kehidupan manusia yang begitu dinamis; diatur, runtut dan penuh dengan konsistensi. Disadari atau tidak bahasa berperan penting atas pertanyaan-pertanyaan di atas, serta jawaban-jawaban yang diajukan. Oleh sebab itu tulisan ini akan menguraikan beberapa hal sejauh menyangkut hubungannya dengan perubahan dan perkembangan dalam kehidupan manusiaÂ
Lima Domain Penting Yang Harus Disadari
  Sebelum berbicara soal perubahan dan perkembangan dalam konteks kehidupan, mari didudukan terlebih dahulu dan kemudian memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan perubahan dan perkembangan.Â
  Zaman merupakan suatu istilah yang merujuk pada periode atau tahun yang menunjukkan peristiwa dan fenomena. Hal ini biasanya dijadikan suatu pemandu atas adanya pergolakan-pergolakan dalam hubungannya dengan manusia. Pendek kata zaman ialah; 'corak atau ciri khas pola dan prilaku manusia ditinjau dari segi peradabannya'.
  Adapun perubahan dan perkembangan secara terpisah memiliki prinsip masing-masing, tapi keduanya satu kesatuan, dalam aspek praktisnya. Secara definitif perubahan ialah; 'suatu proses dimana sesuatu menjadi berbeda dari sebelumnya', terjadi secara cepat ataupun lambat, karakteristiknya berupa: positif, negatif dan netral. Disamping perubahan ada perkembangan yaitu; 'proses yang bersifat progresif, menuju ke arah yang lebih baik dan maju'.Â
  Lantas apa hubungannya dengan zaman mengenai kedua definisi di atas? Hubungannya ialah: 'proses manusia hidup'. Bukankah perkembangan modern, berangkat dari asumsi bahwa 'manusia bisa menciptakan sesuatu apapun, tanpa bertendensi pada hal-hal yang bersifat metafisik'. Karena ia merupakan makhluk otonom, bebas, dan berakal budi.
  Tapi tidak sesederhana itu, ada domain-domain penting yang mempengaruhi perkembangan modern: Teknologi, Sosial, Ekonomi, Politik dan Budaya. Lima domain ini tidak berdiri sendiri, tapi satu kesatuan dan bergerak secara massif. Bila memilih diantara kelimanya mana yang paling berpengaruh, harus diukur dengan 'Kekuasaan', karena hanya itu yang memungkinkan proses-proses kehidupan di masyarakat berubah dan berkembang.
  Dari kelima domain di atas, perubahan dan perkembangan menjadi rodanya. Bila diajukan pertanyaan mengenai domain-domain di atas maka; Bagaimana perkembangan Teknologi (AI, IoT, dll) mengubah cara hidup manusia? Bagaimana perubahan politik (globalisasi, ideologi dan populisme) mempengaruhi cara pandang masyarakat?Â
 Tentu bisa dibayangkan pertanyaan-pertanyaan di atas saling integrasi dan tidak saling bertabrakan. Karena satu perubahan domain, yang lain akan mendapatkan akibatnya. Dan itulah analisa perubahan dan perkembangan manusia yang kerap kali tidak disadari.
Sebuah Pilihan Dan KesadaranÂ
  Setelah berbicara mengenai lima domain sebelumnya, mari berpijak pada aspek-aspek yang masih memiliki relevansi, yaitu: Manusia. Makhluk yang unik dan penuh misteri, dan senantiasa menjadi perbincangan yang tiada habisnya.
  Perlu diketahui bahwa kelima domain sebelumnya itu, tidak akan berkembang dan berubah tanpa manusia. Dialah aspek kunci yang menjadikan dialektika antara perubahan dan perkembangan dalam segi ekonomi, politik dan sosial budaya. Dengan akal budinya manusia memanifestasikan perwujudan kelima domain agar bisa menjadi bermanfaat bagi yang lain.
  Hal di atas menimbulkan pertanyaan apakah perubahan dan perkembangan kehidupan itu niscaya? Jawabannya adalah 'Benar'. Keniscayaan itu tergantung dalam sendi-sendi kehidupan manusia secara An-sich'. Manusia berubah dan berkembang ditentukan oleh pilihan-pilihannya, dan ingat hal itu juga tidak lepas dari keadaan lingkungan, sosial, budaya dan politik.
  Selain itu, akal sebagai sesuatu yang amat agung dan tinggi, serta hanya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Pengetahuan, kemampuan dan pengalaman dalam tindak-tanduk manusia tidak lepas dari akal pikirannya, dan merupakan fakultas penting dalam diri manusia, tanpa daya-daya yang dimilikinya, manusia hanyalah seonggok jasad yang tiada bedanya dengan binatang.
  Dengan demikian kesadaran mengenai pentingnya merenungi, memikirkan dan mengevaluasi pribadi diri sendiri, menjadi sangat kuat. Sehingga dengan begitu arah kehidupan untuk menuju tujuan yang diharapkan dan diinginkan menjadi cerah.
Kebebasan Merupakan Kunci
    Disamping mengenai kesadaran diri yang perlu dipikirkan, kebebasan menjadi aspek kunci untuk mewujudkan suatu pilihan, setelah selesai memikirkan pribadi diri sendiri.
Kebebasan itu hal yang terdapat dalam pribadi manusia, ia tidak bisa direbut, bahkan diambil sekalipun. Karena kebebasan berarti; 'memantapkan langkah atas keyakinan dalam diri'.
  Keberanian menuju pilihan yang didasarkan atas keyakinan merupakan substansi dari kebebasan. Tanpa keberanian, kebebasan hanya utopia belaka. Bukankah hadirnya etika dan moral itu harus berbanding lurus dengan ide dan praktek, ibarat dua sayap burung yang menjadikannya terbang tinggiÂ
  Begitupun dengan dinamika perubahan dan perkembangan manusia yang tidak lepas dari kompleksitas problem-problem yang dihadapi. Atas dasar itu, kemampuan, pengetahuan dan pengertian terbentuk menjadi kepribadian yang memungkinkan untuk berkembang dan berubah.
  Namun anehnya problem-problem dalam hidup senantiasa terdistorsi oleh 'Kepasrahan diri pada Tuhan'. Belum sampai problem itu diselesaikan sudah disimpulkan pastinya akan diselesaikan Tuhan dengan cara berdoa. Memang hal itu merupakan kebaikan, tapi apakah itu bijaksana? Mengapa kita mengadu sebelum bertindak?Â
  Tentunya yang harus dilakukan ialah; 'bertindak terlebih dahulu, dimengerti, difahami dimana letak problem yang tidak dimungkinkan bisa diakses, kemudian baru meminta pada Tuhan'. Apakah tidak malu bila menyakini Tuhan tapi hanya bisa pasrah saja, tanpa adanya keberanian untuk bertindak. Apakah tidak bijaksana bila Tuhan sudah memberikan kemampuan akal Budi, ternyata hanya sebatas hiasan dalam diri!.
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H