Mohon tunggu...
Farid Sudrajat
Farid Sudrajat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Media Rakyat

Arogansi kekuasaan harus menjadi lebih egaliter

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Krisis Kepercayaan Terhadap Penyelenggara, Faktor Rendahnya Partisipasi Pilgub Jakarta

30 November 2024   06:20 Diperbarui: 30 November 2024   06:20 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Farid Sudrajat Ketua GPII Jakarta Raya

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jakarta bukan dikarenakan soal cuaca, libur panjang, atau rasa malas. Ini adalah alarm keras tentang krisis kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu baik KPUD maupun Bawaslu Jakarta, yang semakin kehilangan kredibilitasnya di mata publik.

Masyarakat sudah terlalu sering disuguhi drama politik, mulai dari Isu kecurangan, keberpihakan, hingga konflik kepentingan yang melibatkan para komisioner penyelenggara Pilkada. Bukannya netral, dan menjaga integritas justru sebaliknya mereka sering terlihat seperti aktor politik yang memainkan peran demi kepentingan tertentu.

Bukan rahasia lagi, berkaca dari Pemilihan Legislatif februari 2024, isu money politics dan manipulasi data pemilih melalui sistem sirekap menjadi momok yang menghantui pilkada hari ini. Isu miring dugaan mengenai Kompromi yang dilakukan Komisioner KPUD Provinsi dan Petinggi Partai dengan melibatkan KPU Kota serta PPK untuk memenangkan caleg tertentu masih menjadi fenomena, bahkan di dapil jakarta sampai terjadi penghitungan suara ulang yang merupakan bukti bahwa bobroknya kredibelitas dan integritas penyelenggara di kota ini.

Dengan demikian Warga Jakarta pun mulai bertanya-tanya, "Apa gunanya mencoblos jika hasilnya sudah bisa diduga sejak awal?" Pertanyaan ini mencerminkan bentuk frustrasi warga jakarta terhadap penyelenggaraan pilakada yang dianggap hanya formalitas demokrasi belaka.

Ironisnya, penyelenggara pemilu sering kali terlalu sibuk dengan retorika memperbaiki citra, tetapi lupa memperbaiki diri. Bukti-bukti dugaan kecurangan sering kali tidak direspons serius, bahkan malah terkesan ditutup-tutupi. Transparansi? Itu hanya slogan kosong.

Akibatnya, masyarakat yang tadinya optimis menjadi apatis. Mereka merasa suara mereka tidak lagi berarti, kalah oleh kepentingan penyelenggara dan elite politik yang bermain di balik layar. Pilkada, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi, malah menjadi ajang dagelan politik yang kehilangan esensinya.

Jika ini terus dibiarkan, demokrasi di Jakarta dan Indonesia secara umum akan semakin tergerus. Penyelenggara Pilkada harus segera di evaluasi. Kembalikan kepercayaan publik dengan membuktikan bahwa mereka bisa netral, transparan, dan berpihak pada keadilan.

Karena pada akhirnya, tanpa kepercayaan rakyat, Pilkada hanyalah panggung kosong tanpa penonton. Dan demokrasi yang kehilangan rakyatnya adalah demokrasi yang sudah mati.

Farid Sudrajat

Ketua GPII Jakarta Raya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun