Mohon tunggu...
Farid Nugroho
Farid Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

www.faridnugroho.my.id

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kepemimpinan, Program Kerja, dan Rekam Jejak Partai Politik, Tiga Hal yang Saling Terkait

18 Oktober 2023   15:05 Diperbarui: 19 Oktober 2023   14:54 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Flickr.com

Empat bulan lagi Pemilu akan diselenggarakan, baik untuk pemilihan presiden sebagai eksekutif maupun DPR/DPRD/DPD sebagai eksekutif.

Peserta pemilu jelas terikat oleh partai politik, kecuali DPD. Meskipun sebagian caleg DPD juga orang-orang dari partai politik juga.

Bagaimana pun, kita tidak bisa hanya memilih tokoh dengan menutup mata asal partainya. Karena bagaimana pun juga, mereka bisa maju karena izin dan restu dari partai politik.

Tokoh bisa saja orang yang baik. Tetapi, jika ia ada di dalam sistem partai yang bobrok, maka ia bisa saja terseret dalam kebobrokan partai.

Pun dengan presiden, ia juga memiliki tanggung jawab dan janji kepada partai asal dan partai-partai koalisi pengusungnya. Masih ingat bukan, salah satu ketua umum partai mengatakan kalau presiden saat itu adalah "petugas partai"?

Calon presiden serta wapres dan caleg bukan entitas terpisah dari partai. Jadi, jangan terlalu idealis memilih calon personal dengan menghilangkan pandangan tentang partai politik.

Lalu apa alasan memilih partai politik tertentu?

Karena ketua umumnya kah? Atau karena program kerjanya kah? Atau karena rekam jejaknya?

Semakin ke sini, semakin ke sana. Semakin ke sini, partai politik yang masih hidup karena identik tokoh utama, semakin sedikit. Tokoh itu biasanya adalah pendiri partai yang kemudian menjadi ketua umum, atau istilah sejenis yang merujuk posisi tertinggi.

Sebut saja PDIP, Partai Demokrat, Golkar, PAN, Hanura, Gerindra. Golkar, tentu sudah identik dengan Pak Harto. Begitu Pak Harto lengser, belum ada tokoh yang bisa menjadi kekuatan utama identitas Golkar. PAN dengan Pak Amin Rais-nya, Hanura dengan Pak Wiranto-nya, Partai Demokrat dengan Pak SBY, Gerindra dengan Pak Prabowo, PDIP dengan Bu Mega. Tentu nama-nama itu semakin hari semakin tua dan wafat.

Nama sebagai identitas ketokohan, bisa jadi tidak ada regenerasi. Jika akan dilakukan regenerasi, pasti terjadi konflik di dalam. Bagaimana Pak Jokowi dan Pak Ganjar menjadi tokoh di luar keluarga Sukarno yang memecah konsentrasi partai merah. Bagaimana Pak Moeldoko disebut-sebut akan merebut kekuasaan dari trah Yudoyono. Bagaimana PAN belum bisa menghadirkan pengganti Pak Amin Rais meski nama-nama dimunculkan semisal Hatta Rajasa atau yang terbaru Zulkifli Hasan.

Jadi, apakah kita tetap memilih partai politik meski tokoh utamanya rawan goyang?

Selajutnya, apakah kita memilih partai politik karena program kerja atau rekam jejaknya?

Seharusnya, kedua alasan ini saling bersambutan. Program kerja seharusnya juga disusun karena melihat rekam jejak partai di masyarakat dengan didukung dengan proyeksi ke depan.

Jangan-jangan partai yang tidak melihat rekam jejak masa lalu dalam menyusun program jejak hanya menawarkan janji-janji semata. Mereka tidak melihat kemampuan partai dan personal serta kebutuhan masyarakat berdasarkan kinerja di masa lalu.

Jadi, bisa dibilang mereka hanya sedang berangan-angan. Menyusun visi, misi, dan program kerja berbeda dengan bermimpi. Menyusun program kerja yang hanya dilakukan di meja kerja tentu berbeda dengan hasil kelanjutan dari kinerja di masa lalu.

Jika kita memilih partai politik hanya dari program kerjanya dengan menutup mata pada rekam jejaknya, sangat mungkin kita dibodohi oleh janji-janji bohong partai politik.

Janji-janji menjadi hal yang dilumrahkan dalam ajang pemilu. Tetapi, semua kembali ke pemilih, apakah bisa melihat janji-janji itu hanya sekadar janji atau hal yang realistis untuk dicapai.

Apakah kita memilih partai politik dari rekam jejaknya?

Ya. Silakan lihat bagaimana rekam jejak partai politik dalam memilih ketua umumnya, merekrut calon legislatif, memilih calon presidennya. Hampir semua partai memiliki rekam jejak legislatornya terjerat korupsi. Tetapi, setiap partai berbeda dalam menyikapinya. Bagaimana kualitas simpatisannya, apakah suka melakukan kekerasan dan keonaran atau memang sikapnya simpatik dengan sesama.

Dan, kita bisa membandingkan rekam jejak-rekam jejak tersebut dengan program kerja yang diusung untuk pemilu di depan. Apakah ada hubungannya atau justru melenceng jauh?

Rekam jejak tidak dibentuk dalam satu dua tahun saja. Berbeda dengan program kerja yang dalam semalam pun bisa disusun. Rekam jejak pendiri dan ketua umum serta petinggi partai pun bisa menjadi sorotan bagaimana kita menilai baik buruknya partai politik.

Semua kembali ke kita dalam melihat rekam jejak. Apakah memilih partai yang ketua umumnya laiknya diktator, atau simpatisannya mudah memukul kepala sesama simpatisan dengan batu bata, atau program kerja yang dikebut semalam, atau rekam jejak partai yang memang dibuat untuk kehidupan ke depan.

Money politik? Silakan juga dinilai bagaimana rekam jejak partai politik menggelontorkan uang di pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun