Mohon tunggu...
Farid Nugroho
Farid Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

www.faridnugroho.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi Hari Buruh, "Side Job" yang Lumrah

5 Mei 2017   14:01 Diperbarui: 5 Mei 2017   18:50 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu mengenai buruh memang selalu dan selalu panas. Terlebih terkait dengan pengupahan. Pengupahan selalu dibenturkan dengan berapa nilai KHL (kebutuhan hidup layak). Dan ketika membicarakan mengenai kenaikan upah buruh, selalu saja banyak yang melihat bagaimana kehidupan sebagian buruh yang pergi-pulang ke tempat kerja dengan mengendarai kendaraan roda dua sporty dengan cc tinggi (sebut saja CBR atau Ninja 250 cc). Tapi, di balik itu, banyak buruh (terutama buruh pabrik) yang selain bekerja di panrik juga masih mencari penghasilan lain di luar atau side job (pekerjaan sampingan).

Sebut saja Go-jek, uber, atau grab, sebagai penyedia layanan ojek online, mereka memberi kesempatan bagi setiap orang untuk bekerja sambilan menjadi driver mereka (maaf jika salah mohon dikoreksi). Pagi mereka bisa bekerja resmi misal di pabrik dan sore hari bisa narik ojek online. Atau kasus lain, banyak pekerja pabrik ketika pagi mereka bekerja di pabrik, sore hari mereka bekerja lagi di usaha rumahan milik teman. Dan itu lumrah terjadi di sekitar kita. Semua itu demi mendapatkan penghasilan lebih di samping upah yang didapat di pabrik.

Sebenarnya hal yang demikian dibolehkan dan lumrahkah? Sebenarnya ada aturannya tidak sih yang mengatur side job? Atau Anda akan mengatakan saya lebai dan alay karena membahas hal yang lumrah seperti ini?

Mari kita bahas dari sisi perusahaan. Apakah pekerja atau buruh pabrik ini, terutama yang sudah lama bekerja di sana, mengetahui seluk beluk produksi, manajemen, bahkan rahasia perusahaan? Bisa jadi ya. Bagaimana jika ini diceritakan kepada pihak luar, diceritakan lagi, lagi, dan lagi. Ah, kalau ini bisa tidak terlalu penting.

Ada satu hal yang lebih urgent terkait perusahaan dan pekerja itu sendiri. Dengan peraturan bahwa buruh hanya bekerja 40 jam selama seminggu (normal tanpa over time), di luar itu tentu agar pekerja bisa beristirahat. Jika pekerja kelelahan karena bekerja side job, apakah itu tidak mempengaruhi pekerjaan? Sedangkan secara resmi, kontrak kerja pekerja itu adalah dengan perusahaan tempat ia bekerja.

Itu jika hanya kelelahan. Bagaimana jika terjadi kecelakaan? Terlebih jika ia mengalami kecelakaan karena kelelahan. Siapa yang menanggung biaya kecelakaan tersebut? Satu sisi perusahaan kehilangan pekerjanya di luar pekerjaan yang ditanggungnya. Satu sisi pekerja juga tidak bisa menuntut jaminan keselamatan kerja kepada perusahaan karena ia tidak sedang bekerja padanya. Output perusahaan tidak tercapai, ia mengalami kecelakaan, dan ia tidak mendapat jaminan.

Bukan hanya perusahaan, pekerja pun dituntut untuk profesional. Dan untuk profesional kondisi keuangan juga harus proporsional. Logika tanpa logistik bisa anarkhi. Side job memang satu sisi menguntungkan tetapi di sisi lain berpotensi berbahaya baik bagi buruh maupun perusahaan. Perusahaan dan buruh bukan dua entitas yang terpisah, keduanya saling terikat. Sayangnya kehidupan buruh dan perusahaan terlalu politis untuk dibicarakan. Huft...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun