Mohon tunggu...
Farid Muzaki
Farid Muzaki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana

Mahasiswa Pascasarjana yang tertarik dengan konservasi, sejarah dan filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Blue Economy untuk Peningkatan Pendapatan Daerah Provinsi melalui Ekowisata

26 Oktober 2023   15:00 Diperbarui: 26 Oktober 2023   15:03 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengesahan UU No. 23/2014 berdampak terhadap otonomi daerah dalam pengelolaan WP3K. Pasal 27 ayat (1) UU No. 23/2014 menyebutkan bahwa Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada di wilayahnya. Pasal ini menggugurkan Pasal 18 ayat 1 UU No. 32/2004, yang menyebutkan bahwa Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Pada bagian penjelasan, Daerah dalam UU No. 32/2004 adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, secara langsung Pasal 27 ayat (1) UU No. 23/2014 mencabut kewenangan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya laut.

Berdasarkan uraian dari beberapa paragraf diatas, maka pengesahan UU No. 23/2014 tampaknya masih menyisakan permasalahan, yaitu:

  • Ketidakjelasan kewenangan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya di wilayah laut
  • Ketidakjelasan pembagian fungsi dan peran antara Pemerintah Provinsi dan Pemeriantah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya di WP3K

Secara prinsip, berdasarkan UU No. 23/2014, maka Pemda Kabupaten/Kota praktis tidak memiliki kewenangan untuk mengelola WP3K di wilayahnya, yang mana telah diberikan kepada Provinsi. Hal ini tentu saja berimbas pada kemampuan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan PAD dari pengelolaan WP3K, misalnya terkait masalah perizinan, juga pengelolaan ekowisata. Selain itu, kasus-kasus lingkungan (misalnya pencemaran dan sebagainya) juga berpotensi mengalami penanganan yang tidak jelas dan berlarut-larut. Hal ini karena Kabupaten/Kota merasa hal tersebut bukan lagi adalah kewenangannya, dan telah diserahkan ke Pemda Provinsi sesuai UU No. 23/2014.

Tumpang-tindih kewenangan ini potensial menyebabkan pertentangan atau gap antara Pemda di Kabupaten/Kota dengan Provinsi. Untuk itu, perlu dilakukan harmonisasi atau penyelarasan. Dalam hal ini, poin-poin yang dapat disarankan antara lain adalah;

  • Perlu segera diterbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur pemberian kewenangan kepada provinsi terkait pengelolaan WP3K
  • Perlu penyesuaian norma di dalam UU No 1/2014 dengan UU No 23/2014 terkait dengan kewenangan pengelolaan WP3K
  • Komunikasi yang intens antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi terkait pembagian kewenangan atas pengelolaan WP3K. Dalam konteks ini, komunikasi dan kesepakatan tidak hanya dalam hal perizinan, namun juga harus mencakup pengelolaan pariwisata serta penanganan kerusakan lingkungan di WP3K

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun