Mohon tunggu...
Farid Muhamad
Farid Muhamad Mohon Tunggu... Dosen - Saat ini masih bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Gorontalo

masih belajar dan ingin belajar dari yang telah duluan belajar...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Generasi Pemutus Hijaunya Dunia

31 Oktober 2011   05:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:15 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

betapa terasa nikmat ketika kita minum air kelapa langsung dari batoknya..di siang hari yang terik seperti saat ini, makan buah-buahan yang masih segar lagi manis pun akan lebih menyegarkan dan menyehatkan tubuh kita. tidakkah kita pernah berfikir, bagaimanakah pepohonan kelapa dan buah-buahan itu tumbuh? siapakah yang menanamnya? bagaimanakah perawatannya? berapakah umurnya tanaman itu sekarang? bisa bertahankah ia tumbuh untuk anak cucu saya? orang-orang tua kita dulu yang sangat berjasa melestarikan dan menghijaukan dunia kita ini. karena mereka tidak sekedar menikmati hasil dari tumbuhan dan buah-buahan tersebut. Tetapi mereka berpikir bahwa, "lezatnya buah dan tumbuhan yang kita makan saat ini, harus juga dinikmati oleh anak cucu, cicit setelah mereka". karenanya budaya menanam telah mengakar di dalam kehidupan mereka. coba kita tilik kehidupan generasi kita sekarang. Ketika usia kita sudah menginjak 30-an, sudah memiliki rumah tangga dan anak-anak yang nantinya akan meneruskan keturunan kita, apakah kita pernah berpikir sama seperti yang dilakukan orang-orang tua kita dulu? sudah berapakah tanaman dan buah-buahan yang akan kita wariskan kepada anak dan cucu kita kelak?. tentunya yang selalu terbayang adalah anak-anakku harus jadi orang yang berhasil; menjadi dokter, pilot, arsitek, bankir, menteri, polisi, dosen, guru, atau pns. jarang orang berpikir untuk menjadikan anak-anaknya petani. sedangkan dalam realita rasio perbandingan antara petani dan bukan petani rentang perbedaannya sangatlah besar. Manusia-manusia yang membutuhkan bahan makanan lebih banyak dibandingkan yang menghasilkan sumber makanan. anak-anakku harus punya rumah, meskipun RSSSSSSS (Rumah Sangat Sempit, Suram, Sumpek Sangat Sesak Sekali) tanpa halaman untuk sekedar menanam pohon-pohon dan buah-buahan, cukup untuk meletakkan pot untuk bunga sebagai hobi. orang-orang tua kita dulu tidak mengenal pelajaran biologi, tidak mengajarkan pelajaran moral. Tetapi mereka memiliki kearifan dan kemauan untuk berbuat. lahan-lahan tidur ditanaminya dengan tumbuhan dan pepohonan yang bermanfaat untuk dipanen hasil dan buahnya kelak, bukan menanam bunga agar indah di pandang mata sebagaimana trend hobi saat ini. mereka pun memberikan contoh langsung kepada anak-anak mereka untuk senantiasa menanam tumbuh-tumbuhan dan pepohonan bukan hanya sekedar melalui teori-teori di sekolah. bila saja setelah kita makan buah-buahan, biji dari buah-buahan tersebut kita buang ke tanah yang kosong dia pasti akan tumbuh,  Tetapi Kebiasaan kita sekarang, Biji dari buah-buahan itu langsung kita buang ke tempat sampah sehingga secara tidak langsung kita sering memutus sumber makanan buat kita dan hijaunya dunia ini. [caption id="attachment_140608" align="aligncenter" width="642" caption="biji mangga ditanam di tempat sampah.... ya gak tumbuhlah..."][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun