Isu penundaan proses hukum terhadap calon peserta pilkada yang diduga bermasalah memang masih menjadi perdebatan. Tetapi dalam beberapa kasus, isu itu sudah benar-benar dilakukan. Hal itulah yang terjadi pada Calon Gubernur Sumatra Utara Djarot Saiful Hidayat.
Pemeriksaan terhadap Djarot terkait kasus proyek reklamasi saat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta, ditunda karena menurut keterangan Kombes Pol Adi Deriyan, Dirreskrimsus PMJ, di Mapolda Metro Jaya, Kebayoranbaru, Jakarta Selatan, Senin (26/2/2018), Djarot sedang sibuk kampanye.
Sebagai warga Sumut yang menginginkan pemerintahan yang bersih, adanya penundaan pemeriksaan terkait Djarot sangat kecewa. Apapun itu alasannya. Jadwal kampanye bisa diubah, tetapi memeriksa seseorang yang diduga bermasalah seharusnya tidak ada alasan untuk melakukan penundaan.
Jadi jelas harus dipertanyakan mengapa pemeriksaan terhadap Djarot harus ditunda?
Ahok Diperiksa
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah periksa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus dugaan korupsi proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamerta mengatakan, Ahok menjalani pemeriksaan di rumah tahanan Markas Korps Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, awal Februari 2018.
Di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (26/2/2018), Adi menyatakan pihak Ahok sudah dimintai keterangan di Mako Brimob sekitar Februari awal lalu.
Adi menerangkan, Ahok dicecar 20 pertanyaan berkaitan proyek reklamasi. Terutama, saat Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta Menurut Adi, Ahok telah menceritakan kronologis kebijakan reklamasi saat masih menjabat.
Usai memeriksa Ahok, Adi juga menjelaskan bahwa penyidik akan menjadwalkan pemeriksan terhadap mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Namun, tidak jadi dimintai keterangan karena Djarot dinilai lagi sibuk karena berpartisipasi di Pilkada Sumut.
Sejauh ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pejabat dan pegawai kementerian terkait proyek reklamasi. Total saksi yang sudah dimintai keterangan sekitar 42 orang.
Polisi menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek reklamasi. Sebab, penetapan Nilai Jual Objek Pajak dirasa janggal. NJOP Pulau C dan D ditetapkan senilai Rp 3,1 juta per meter persegi. Penetapan berdasarkan kajian independen Kantor Jasa Penilai Publik.
Badan Pajak dan Retribusi DKI Jakarta yang dipimpin Edi Sumantri pun menerbitkan surat keputusan pada 23 Agustus 2017 terkait NJOP. Polisi menengarai penetapan NJOP itu, jauh di bawah perkiraan.
Polisi menyelidiki reklamasi Teluk Jakarta sejak 14 September 2017. Polisi menengarai ada pelanggaran pada Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Polisi sudah meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Namun, sejauh ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H