Mohon tunggu...
Farid Maruf
Farid Maruf Mohon Tunggu... -

CEO Satu Langit Web Design (CV Satu Langit)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernyataan Menag dan Wapres : Ada Benarnya Tapi Mis Context

11 Juni 2015   09:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, negara menerapkan syariah Islam secara formal. Hasilnya, masyarakat taat syariah. Opini Islam secara umum juga kuat, misalnya dengan acara-acara keislaman di berbagai media, mislanya radio dna televisi.

Oleh karena itu, pernyataan Bapak Jusuf Kalla tersebut dalam konteks masyarakat Indonesia yang masih banyak yang tidak sadar wajibnya mengkaji Islam, juga negara yang tidak menerapkan syariah, maka menjadi salah konteks. Seharusnya negara memaksa warganya untuk mengkaji Islam, dan taat syariah Islam.

Misalnya materi tentang berbusana muslimah. Negara harus memastikan bahwa seluruh muslimah sudah mendapatkan pelajaran dan paham  tentang wajibnya berbusana muslimah. Pelajaran bisa disampaikan di sekolah (untuk pelajar), atau di forum-forum lain (untuk mereka yang sudah tidak sekolah). Hasilnya, semua muslimah sudah mendapatkan materi tentang busana muslimah. Materi ini termasuk sesuatu yang wajib dipelajari. Jika ada wanita yang membuka aurat di depan umum, maka negara harus menangkap wnaita tersebut dan diberikan sanksi. Tidak ada alasan belum tahu. Mirip seperti polisi yang menilang pengendara yang tidak memakai helm. Tidak ada alasan belum tahu wajibnya helm, tidak ada alasan tidak punya uang untuk beli helm. Jika kedapatan mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm, maka polisi akan menangkapnya, dijelaskan kesalahannya, dan dikenai sanksi.

Dalam kondisi seperti sekarang ini, masyarakat banyak yang tidak mau mengkaji Islam. Pemerintah pun tidak mendorong atau memaksa masyarakat untuk mengkaji Islam. Hasilnya, pelanggaran syariah dimana-mana. Bisa jadi diawali dengan ketidakpahaman. Sebagai contoh tentang busana muslimah. Banyak sekali (bahkan lebih banyak) muslimah yang tidak berbusana muslimah. Transaksi ribawi juga ada di banyak tempat, dilakukan terang-terangan, bahkan diopinikan.

Wajar jika banyak takmis masjid dan aktivis Islam yang prihatin dan geregetan. Mereka ingin memaksa agar masyarakat mau mengaji, tapi tidak bisa. Mencoba variasi pengajian yang menarik, tapi faktanya juga masih banyak masyarakat yang tidak tertarik. Akhirnya, salah satu cara untuk “memaksa” masyarakat mendengarkan pengajian ya memalui speaker masjid yang dikeraskan. Saya pernah mengalami kasus ini secara nyata. Ketika saya diundang mengisi pengajian di sebuah masjid, nampak bahwa yang hadir tidak semua. Banyak warga yang tidak hadir. Pengurus masjid pun mengeraskan suara pengajian dengan speaker luar (horn/TOA) sehingga suara pengajian bisa menggelegar terdengar ke seantero kampung.

Perkara benar tapi salah konteks ini akan sering kita temui dalam negara sekuler yang tentu tidak menerapkan syariah Islam. Banyak hal benar yang justru menjadi lucu ketika diterapkan tanpa penerapan syariah oleh negara. Oleh karena itu, penerapan syariah oleh negara adalah sesuatu yang wajib adanya, bukan sekedar pilihan. (www.faridmaruf.wordpress.com)

Sumber screenshoot twitter : http://elshinta.com/upload/article/_8504695506.png

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun