Malang, 26 November 2024 -- Sebagai bagian dari mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang, kelompok 7 yang terdiri dari Nanur Faridatul Ummah, Nindya Wahyu Wanodya, dan Regio Bhisma Abiyosa telah  memaparkan presentasi mengenai Hukum Leasing dan Waralaba. Tujuan dari presentasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang peraturan, prinsip, dan konsekuensi hukum yang terlibat dalam operasi leasing dan waralaba.
Sebagai dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bu Emma Yunika Puspasari, S.Pd., M.Pd., memulai kegiatan dengan presentasi materi oleh kelompok. Kami membahas hukum Leasing dan waralaba. Kami memulai dengan menjelaskan apa itu pasar leasing dan waralaba serta bagaimana itu berfungsi sebagai jasa pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal. Kami juga membahas Keputusan Presiden RI Nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan Pasal 1 ayat (9), Peraturan OJK nomor 7/POJK.05/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan OJK nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan Pasal 17 ayat (1) serta bagaimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertanggung jawab atas pengawasan dan pengaturan leasing dan waralaba.Â
Dalam pemaparan presentasi oleh kelompok kami, kami juga membahas secara mendalam mengenai aspek penting dalam perjanjian leasing mencakup proses, syarat, dan hak serta kewajiban para pihak yang terlibat. Selain itu, kami juga menjelaskan berbagai jenis leasing yang tersedia, seperti leasing operasional dan leasing pembiayaan, beserta karakteristik masing-masing. Selanjutnya, kami menguraikan dasar hukum yang mengatur waralaba di Indonesia, serta aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam perjanjian waralaba untuk memastikan kepatuhan dan perlindungan hak-hak kedua belah pihak. Terakhir, kami membahas manfaat waralaba bagi para pelaku usaha, termasuk peluang untuk memperluas jaringan bisnis dan meningkatkan potensi keuntungan.
Pada sesi terakhir, kelompok kami memulai sesi tanya jawab dengan mengundang peserta untuk mengajukan pertanyaan dan berbicara lebih lanjut setelah pemaparan materi mengenai hukum leasing dan waralaba untuk menciptakan suasana yang interaktif yang membuat semua orang lebih memahami apa yang telah kelompok kami paparkan. Dalam sesi tanya jawab yang berlangsung dengan antusias, salah satu peserta yang merupakan rekan sekelas kami, M. Daniel Hokon, mengajukan pertanyaan menarik yang memicu diskusi lebih lanjut. Beliau bertanya, "Perusahaan leasing kendaraan bermotor yang menghadapi tingkat kredit macet tinggi, apa langkah-langkah yang seharusnya diambil untuk memperbaiki sistem penilaian kredit mereka dan mengurangi kerugian akibat pengembalian kendaraan yang lebih tinggi dari yang diprediksi?"
Menurut kelompok kami, mengacu pada Peraturan OJK No. 35 Tahun 2018 Pasal 92, hal tersebut termasuk dalam kategori macet, yaitu peminjam dengan angsuran termasuk pembayaran pokok dan atau bunga yang terlambat dibayar lebih dari 180 hari kalender. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi hal tersebut adalah (1) Restructuring atau persyaratan kembali, syarat-syarat seperti jangka waktu, jadwal pembayaran dan lain-lain dapat dirundingkan untuk diubah sesuai dengan kemampuan debitur yang baru. Namun, nilai besaran pembiayaan maksimal dari kredit tersebut tidak dapat diubah. (2) Rescheduling atau penjadwalan kembali, salah satu cara mengatasi  kredit macet patut diajukan yaitu menjadwalkan kembali atau rescheduling tenggat waktu membayar cicilan maupun utang. Kreditur dapat memperpanjang tenggat waktu pelunasan utang oleh debitur sesuai dengan kemampuannya. (3) Reconditioning atau penataan kembali, maksudnya, pemberi kredit akan meringankan utang dengan langkah mengubah sisa pelunasan menjadi pokok kredit baru sampai dengan persyaratan dan penjadwalan ulang. Beban suku bunga pun dapat dikurangi dalam metode tersebut. Untuk yang tidak mampu melinasi utang setelah segala usaha telah dikerahkan bersama, kreditur dapat menghilangkan suku bunga sekaligus sehingga debitur hanya membayar sisa utang pokok.
Sesi diskusi bersama telah selesai dengan penuh antusiasme dan saling bertukar pendapat satu sama lain dengan sangat baik. selanjutnya untuk lebih memahami secara mendalam dan memperkaya pengetahuan mengenai topik yang telah disampaikan, kelompok kami mengadakan diskusi mandiri dengan studi kasus yang terjadi disekitar kita, kelompok kami mencoba membahas dan menganalisis mengenai penarikan izin usaha PT SME Finance Indonesia oleh OJK. OJK telah mengidentifikasi PT SMEFI berada dalam status pengawasan khusus karena secara umum dianggap tidak sehat dalam hal tingkat kesehatan perusahaan. Sesuai Peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018 mengenai Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, yang mengatur tentang kewajiban perusahaan untuk memenuhi ketentuan prudensial dan operasional yang ditetapkan oleh OJK. Maka OJK memberikan sanksi administratif terhadap PT SMEFI, namun PT SMEFI tidak bisa melakukan perbaikan selama batas waktu sanksi administratif diberikan. Maka OJK mengambil keputusan pencabutan usaha.
Berdasarkan kasus tersebut, kelompok kami menanggapi kasus pencabutan izin usaha PT SME Finance Indonesia (SMEFI) oleh OJK mencerminkan pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku, khususnya di sektor pembiayaan yang berisiko tinggi. Berdasarkan Peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan diwajibkan untuk menjaga tingkat kesehatan keuangan serta memenuhi prinsip kehati-hatian (prudensial) dalam operasionalnya. Ketidakmampuan PT SMEFI untuk memperbaiki kondisi keuangannya selama masa sanksi administratif menunjukkan lemahnya tata kelola perusahaan (corporate governance) dan manajemen risiko, yang berpotensi membahayakan kepentingan konsumen dan stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan. Keputusan OJK untuk mencabut izin usaha adalah langkah tegas dan diperlukan untuk melindungi konsumen serta memastikan disiplin pasar.Â
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi perusahaan pembiayaan lain untuk meningkatkan transparansi, memperkuat manajemen risiko, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi agar dapat terus beroperasi secara berkelanjutan di bawah pengawasan OJK. Selain itu, konsumen juga diharapkan lebih cermat dalam memilih lembaga pembiayaan dengan mempertimbangkan aspek legalitas dan kesehatan keuangan perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H