Perkenalkan saya Faridhatun Ulfa, S.Pd., guru Bahasa Indonesia di SMK Kesehatan Purworejo.Â
Pada artikel pertama ini saya akan menceritakan tentang puisi yang saya tulis sendiri. Puisi ini berjudul "Rapuh", penulis menceritakan tentang  kerapuhan seseorang. Di hari-hari sang penulis hanya terasa sepi, rindu, dan rapuh, tidk ada seorang yang peduli hal tersebut. Dengan diksi bulir-bulir air mata yang artinya penulis hanya bisa menangis dan merenung apa yang terjadi dihidupnya. Hari-harinya begitu kosong dan hampa. Sekilas makna dari puisi yang saya buat. Berikut puisinya.
Rapuh
Di kala sunyi... Â Kumenetepi
Di sudut ruangan kumenangis
kuingat hal yang membuat rapuh
Kala itu tak ada seorang yang peduli
Apa yang kupikirkan
Wahai sang bintang
Apa kau memikirkan hal yang sama
sepi, rindu, dan rapuh
menjadi satu ....
Ketika bulir-bulir air mata ini jatuh
Ketika pula semua akan menjadiÂ
sepi, kosong tanpa cahaya
Hingga ku tak mampu lagi
Betapa hancur hati ini ...
Mengingat kala itu
Borobudur, 10 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H