Mohon tunggu...
Farid Farhan
Farid Farhan Mohon Tunggu... Freelancer - .

Belajar Menjadi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sandi Uno, Raja Gimmick Numero Uno dan Partai Emak-emak

15 Agustus 2018   17:28 Diperbarui: 15 Agustus 2018   17:34 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Suara partai emak-emak ini harus didengar betul," tegas Sandi Uno usai melakukan pertemuan bersama Sutrisno Bachir. Terdengar sederhana, tetapi pilihan kalimat itu sungguh tepat. Tentu saja, jika kita melihat dari sisi Sandi sebagai Calon Wakil Presiden.

Pertemuan dengan Mantan Ketua Umum PAN itu disebutnya dalam rangka bertukar data ekonomi. Terlepas benar atau tidak konten pertemuannya demikian, menu konsumsi yang disajikan Sandi kepada khalayak terbilang renyah. Beberapa mungkin akan merasa kenyang dengan sendirinya.

Saya mengenal Sandi sebagai 'Raja Gimmick'. Pertemuan kami tidak banyak, hanya dua kali dalam Forum Komunitas Tangan Di Atas. Sebuah kumpulan UMKM berisi anak-anak muda energik yang gandrung berwirausaha. Sandi diketahui sudah lama sering menjadi mentor para usahawan muda tersebut.

Beberapa kali dia menyampaikan materi, tidak banyak tips dan trik wirausaha yang dia bagi. Dia lebih banyak bercerita tentang ibu dan kebiasaan dirinya yang tidak pernah meninggalkan shalat dhuha. Artinya, Sandi lebih nyaman untuk berada di luar konten, dibanding masuk lebih mendalam untuk menyelami konten.

Jejak digital pemberitaan di media online sebagai Wakil Gubernur DKI pun senada dengan pola Sandi. Kunjungan ke Tokyo dia bumbui dengan rencana pertukaran gorila. Sebuah hasil kunjungan yang boleh jadi dianggap konyol oleh beberapa kalangan untuk ukuran pertemuan dua pemerintahan.

Terbaru, partai emak-emak muncul ke permukaan. Saya melihat, 'gimmick' milik Sandi kali ini lumayan berbobot. Paling tidak, ada dua hal yang hendak dia terangi melalui 'suar' diksi partai emak-emak.

Pertama, Sandi sebenarnya sedang menyindir Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarno Putri. Pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dia nilai lebih banyak mendengar suara 'Emak' Megawati dibandingkan suara dari sosok lain.

Kedua, Sandi memunculkan anti-tesa Megawati dengan istilah 'Emak-Emak' itu sendiri. Dia katakan "suara partai emak-emak ini harus didengar betul,". Artinya, Sandi ingin menegaskan bahwa ada emak-emak atau kaum ibu yang suaranya nyaris tak terdengar pemerintah.

Sandi sedang melakukan 'positioning' bahwa dirinya akan memperhatikan kebutuhan kalangan ibu jika terpilih menjadi Wakil Presiden. Dapur rumah para ibu, akan dia jadikan poros perjuangan untuk merebut ceruk suara kaum ibu dari petahana.

Boleh jadi, hari-hari mendatang akan dihiasi dengan komentarnya tentang harga bahan pokok yang fluktuatif. Selain itu, isu lapangan kerja dan peluang usaha menjadi melodi untuk Sandi membawakan nyanyian indah harapan ganti presiden.

Emak-Emak di Kubu Petahana

Jangan pernah mengira kubu petahana 'miskin' emak-emak. Nahdlatul Ulama merupakan salah satu basis pengajian mapan emak-emak. Bahkan, Gubernur Jawa Timur Terpilih Khafifah Indar Parawansa sudah merasakan secara sahih militansi emak-emak Nahdlatul Ulama.

Muslimat NU bergerak tanpa harus diperintah dan dibayar, pergerakannya terhitung mengerikan. Area darat dan udara diolah habis-habisan oleh mereka. Tak ada ruang untuk Gus Ipul dan Mbak Puti saat itu.

Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari turut merasakan manuver 'emak-emak batik hijau'. Meskipun kandidat Cawagub Petahana, dalam hal ini Mbak Puti merupakan seorang emak yang tergolong gesit. Hasil akhir sudah kita ketahui, Khafifah-Emil Dardak keluar sebagai pemenang Pilgub Jatim.

Kapasitas Khafifah sendiri adalah Ketua Umum Muslimat NU. Silakan bayangkan sendiri jika kandidat yang tengah bertarung adalah seorang Rais Am PBNU sekaligus Ketua Umum MUI Pusat. Barisan emak-emak akan membentuk shaf yang sangat rapat. Tidak ada celah untuk syaitan masuk ke celah-celah di antara shaf itu.

Pola gerakan Muslimat NU di Pilgub Jatim dalam memenangkan kandidat patut dijadikan blue-print Muslimat NU di seluruh Indonesia. Hemat saya, Jokowi-Ma'ruf tidak lagi membutuhkan relawan kanvasing ala Pollster. Cukup gunakan jaringan kultural NU yang sudah mengakar sampai ke tingkat RT.

Akan tetapi, kubu petahana tidak boleh lengah. Salah satu kelemahan yang dimiliki emak-emak pengajian adalah gagal fokus saat sedang dan usai pengajian. Efektivitasnya sangat jauh berbeda kala para emak ini menawar harga jengkol, pete dan ikan asin di warung Mbak Ani.

Obrolan dalam aktivitas yang kedua berpotensi memiliki sebaran yang jauh lebih besar dibanding obrolan dalam aktivitas pertama. Jangan lupakan tradisi arisan terutama yang beranggotakan para emak sosialita. Ocehan mereka di sosial media itu selalu menohok.

Melihat konstelasi ini, maka dapat dipastikan bahwa Pilpres 2019 merupakan pertarungan para emak. Kita kaum lelaki memang sudah tidak disisakan lapak pergerakan sejak Kiai Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno digandeng pasangannya masing-masing. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun