Lagi pula di sisi lain, terkait banjir ini belumlah jelas siapa yang berdosa, apakah karena begitu permisif-nya pemerintah terhadap berbagai izin perambahan hutan, atau murni karena kesalahan warga yang tidak 'berseka' dengan membuang sampah sembarangan ke sungai, atau boleh jadi karena keduanya.
Begitulah Deddy Mizwar, ceplas ceplos saat melontarkan statement. Gaya ini tidak terlepas dari aura keartisan yang dia miliki. Bagi artis, merupakan hal yang biasa dalam melontarkan statement di infotainment, apapun isunya, penting atau tidak penting, yang penting statement.
Citra alim yang dia miliki pun sebenarnya tidak lahir dari olah spiritual sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Citra itu lahir dari berbagai peran yang dia lakonkan, mulai dari Sinetron 'Lorong Waktu' sampai 'Para Pencari Tuhan'.
Berbekal ini, namanya terus disebut dalam berbagai survei, citranya melekat kuat dalam benak para pemirsa TV, terutama kalangan puritan perkotaan. Dalam konteks ini, basis massa Islam yang dimiliki oleh Deddy Mizwar, sebenarnya mirip dengan basis yang dimiliki oleh Ridwan Kamil, termasuk nama lain yang santer dibicarakan yaitu Aa Gym.
Berbahagialah menjadi Cagub Artis, tidak perlu berpeluh repot konsolidasi, cukup terima job kontrak iklan dan sinetron. Uang didulang, citra didapat. Soal tugas dalam jabatan, biar staff yang bereskan.
Cagub Rakyat
Tahun 1990 silam, kedua Cagub Jawa Barat yang saya sebut diatas entah sedang berada dimana dan boleh jadi masih apatis terhadap kehidupan politik, Ada seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di Purwakarta yang berlari membawa bendera Himpunan Mahasiswa Islam, ia mengkonsolidir massa aksi dan berorasi menyerukan penyelesaian berbagai isu sentral yang saat itu tengah mengemuka.
Medio Tahun 90-an dimanfaatkan betul oleh Mahasiswa bertubuh kurus kerempeng itu untuk membangun berbagai basis, baik internal maupun eksternal, sosial maupun politik hingga basis kebudayaan. Dia juga bergerak dari satu panggung sastra ke panggung sastra yang lain, menyentil berbagai kebijakan pemerintah melalui deklamasi puisi yang dia bawakan.
Akhir Tahun 90-an, tepatnya Tahun 1999, buah konsolidasi itu mengantarkan dirinya menuju titik awal pergerakan politik dalam Pemerintahan dengan menjadi Anggota DPRD Purwakarta. Usia yang terbilang muda, yakni 28 Tahun, tidak menjadikan dirinya kikuk memimpin sebuah Komisi di gedung yang terkenal dengan sebutan 'Gedung Putih' di Purwakarta itu.
Orang bertubuh kurus kerempeng itu adalah Dedi Mulyadi. Sejak dulu, gaya kampanye yang dia miliki sangat anti mainstream. Saat seluruh kader kembali ke rumah masing-masing usai melaksanakan kampanye terbuka, dia lebih memilih untuk menginap di rumah warga. Ini dia lakukan untuk menyerap secara langsung hal-hal yang menjadi keinginan mereka.
Kebiasaan yang rutin dia jalani ini masih terus dilakukan sampai hari ini saat mengemban tugas sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat. Orang kemudian mencibir kebiasaan itu sebagai 'Pencitraan Akut'. Baiklah, anggap saja itu pencitraan, pertanyaannya satu. Adakah manusia yang sanggup melakukan pencitraan selama puluhan tahun?