Mohon tunggu...
Farid Fardan Ramdhani
Farid Fardan Ramdhani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

TEKNIK JAYA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kritik yang Dibungkam

27 September 2021   01:58 Diperbarui: 28 September 2021   19:57 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dr. Ira Alia Maerani (Dosen Fakultas Hkum, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Farid Fardan Ramdhani( Mahasiswa Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UNISSULA, Semarang)

Negara kita adalah negara demokrasi, dimana kita dapat menyuarakan suara kita dan kritik kepada para petinggi yang memegang kekuasaan. Yang harusnya para pemenggang kekuasaan tersebut dapat menerima suara dari rakyat kecil sang sedang tertindas dengan kerasnya kehidupan saat ini, kekurangan finansial, rumah yang hilang akibat adanya peggusuran dari pemerintah kota, ditambah lagi datangnya pendemi yang membuat perekonomian semakin membelit. Orang kaya yang semakin kaya dan orang miskin yang semakin miskin, pandemi ini menyebar sangat  cepat dan mulai menjangkit orang banyak, mulai dari anak-anak orang dewasa bahkan katanya virus ini angat berbahaya jika yang terjangkit adalah orang yang sudah berumur atau orang tua yang dimana presentase kematiannya lebih besar daripada kesembuhan.

Dari sinilah mulai munculnya spekulasi dari masyarakat, ada yang bialng ini adalah rekayasa dari pemerintah agar pemerintah dapat meraup keuntungan. Tapi semua itu bukan apa-apa justru disinilah pemerintah diuji bagaimana cara “menyelamatkan” rakyat kecil dari keterpurukan. Justru pemerintah malah membuat kebijakan yang membuat masyarakat kecil lebih menderita, dilarang membuat kerumunan tapi kenapa barang dagangan yang justru disita dan mereka akan didenda yang dimana nilai denda tersebut mungkin tidak sesuai dengan kemampuan mereka, seorang ibu-ibu yang mencoba melindungi barang dagangannya justru di pukul oleh oknum satuan polisi pamong praja yang sekarang kasusnya entah bagaimana keanjutannya.

Darisini muncul kritik atau pendapat kepada pemeritah yang hanya bisa membuat aturan tanpa sebuah solusi dan entah mengapa orang-orang yang mengritik sistem pemerintahan tersebut dikenai pasal. Mereka hanya ingin menyuarakan suara mereka dan didengar oleh para petinggi di pemerintahan, aksi yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengkritik pemeritah dengan membuat mural di pinggir jalan, di tembok, memasang banner hingga demo yang membuat para pedaggang kecil sengsara. Dan entah kenapa masyarakat yang ingin menyuarakan suaranya justru ditangkap?

Gambar diatas adalah mural kritikkan kepada pemerintah, mural ini sempat viral di dunia maya karena bertuliskan “Dipaksa Sehat Di Negara Yang Sakit” menurut saya ini adalah sebuah karya seni yang ditambahi oleh sarkas atau sindiran kepada pemerintah, tapi setelah mural tersebut viral dan aparat menghapus mural tersebut dengan cat, aparat juga memburu orang yang membuat mural tersebut. Saya berdoa agar si pembuat mural diberi keselamatan, Aminn.

 Ini adalah salah satu mural yang lagi-lagi mengkritik tentang pemerintah yang lebih perhatian kepada mural daripada rakyat. Jadi jika sebuah mural yang mengkritik tentang sebuah aturan  atau sebuah lembaga itu dihapus berarti mereka sudah membaca suara kita.

berkomitmen dan konsisten hanya untuk kebenaran. Dalam hal menyampaikan pendapat sebaiknya senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Apabila prinsip ini sudah dipegang, siapapun akan bersikap kritis dan tidak sembarang berbicara, serta tahu kapasitas diri dan mencari pengetahuan yang benar terkait isu yang dikomentari. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Shad: 26 yang berbunyi:

“Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

Prinsip ini juga mengajarkan jika dalam suatu perdebatan hendaknya juga tetap menjunjung tinggi kebenaran dan jangan sampai kehilangan arah.

Islam sangat menghargai hak setiap orang dalam mengemukakan pendapat. Tetapi Islam juga mengajarkan mengenai kaidah-kaidahnya agar kebebasan berpendapat dapat membawa manfaat dan tidak mengakibatkan kerusakan.

Dikutip dari buku yang berjudul ’99 Resep Hidup Rasulullah’ karya Abdillah F. Hasan, sebagaimana Rasulullah SAW, Beliau bukanlah orang yang antikritik. Beliau adalah manusia biasa yang perlu masukan dari para sahabatnya. Saat terjadi perang Badar, pasukan Muslimin berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar dan Beliau memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai musuh.

Salah seorang sahabat yang pandai strategi perang, Khahab ibn Mundzir ra berdiri menghampiri Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang?”

Beliau menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang.” Kemudian Khahab menjelaskan, “Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya.”

“Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum,” kata Khahab.

Apakah Rasulullah SAW marah dikritik oleh Khahab? Tidak, beliau berpikir lalu menyetujui kritikannya sambil tersenyum. “Pendapatmu sungguh baik.” Malam itu juga, Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakan usulan dari Khahab tersebut. Dimana akhirnya kaum Muslimin memenangkan peperangan tersebut dengan telak.

Sejatinya kritik ibarat pedang, bisa berguna maupun jadi malapetaka, tergantung diri kita menyikapinya. Umumnya orang-orang yang berpikiran negatif akan menanggapi kritik sebagai senjata yang menghunus dirinya. Sebaliknya orang-orang yang berpikir positif selalu menjadikan kritik sebagai cermin yang memberi gambaran diri yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun