Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sering sekali mendapatkan tuduhan-tuduhan dari beberapa orang atau kelompok yang tidak suka dengannya, di antaranya adalah tuduhan bahwa Jokowi beserta jajaran pemerintahannya adalah Antek Asing (Pro-Asing), tuduhan tersebut sudah marak terdengar dikalangan masyarakat.
Bahkan Pria yang berasal dari Solo Jawa Tengah tersebut sering dijadikan bahan cibiran beberapa netizen dipostingan dan komentar media sosial, terkait isu yang mengarah padanya, yakni tuduhan Jokowi adalah Antek Asing karena dianggap pro kepada Asing untuk mengelola kekayaan negeri ini, baik dalam hal pekerjaan atau investasi.
Mengungkap Fakta Jokowi Antek AsingÂ
Jokowi Antek Asing? Jelas tidak benar, karena di masa akhir dalam empat tahun kepemimpinanya, Jokowi membuktikan dengan hasil kinerjanya, yang mana bisa membuat orang berubah pikiran tentang tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Kerja nyata yang Jokowi tunjukan bisa membungkam komsumi masyarakat akan dirinya yang di plot sebagai Antek Asing, tapi tidak sedikit juga yang enggan menerima kenyataan akan kinerja Jokowi tersebut.
Beberapa orang terdekat dari Jokowi memberikan pernyataan bahwa Jokowi bukan Antek Asing. Salah satunya datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti. Ia menegaskan bahwa Presiden Jokowi justru memiliki komitmen yang tinggi mengeluarkan kebijakan yang rentan menimbulkan resistensi di dunia inetrnasional. Termasuk kebikajakan kelautan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan masa depan bangsa dan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Selain itu ada beberapa fakta yang menjelaskan Jokowi bukanlah  Antek Asing:
Pertama, Alih kelola Blok Mahakam kembali ke Pertamina.Â
1 Januari 2018 menjadi momen bersejarah industri minyak dan gas (migas) nasional. Sebab, per 1 Januari 2018 pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur resmi di serahkan ke PT Pertamina (Persero), di mana sebelumnya dikelola oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
Alih kelola ini menjadi sejarah industri migas nasional karena Blok Mahakam selama 50 tahun dikuasai asing. Terlebih, blok ini merupakan produsen migas terbesar di Indonesia. Hasil produksinya melampaui produksi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) Chevron Pasific Indonesia dan ExxonMobil Oil Indonesia.
Dari Blok Mahakam, Pertamina diperkirakan akan memberi kontribusi sebanyak 34% produksi migas secara nasional. Blok ini akan dikelola Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Jokowi sangat tepat menjadikan kedua perusahaan migas ini kembali dikelolah Indonesia.
Kedua, 51% Saham  Freeport Dikuasai Indoensia.Â
Upaya divestasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo telah membuahkan hasil, dengan ditandatanganinya dokumen dan pelunasan transaksi 26 september 2018, Indonesia kini resmi menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia.
Indonesia mengakuisisi PT Freeport Indonesia lewat holding BUMN Pertambangan, PT Inalum (Persero) dengan nilai mencapai US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun. Untuk membeli 51% saham PT Freeport Indonesia ini, Inalum menerbitkan surat utang global senilai US$ 4 miliar, salah satu nilai terbesar sepanjang sejarah RI.
Dengan kesepakatan di atas, Indonesia kini memiliki kendali atas cadangan terbukti dan terkira di lapangan PTFI yang secara kasar bernilai Rp 2.400 triliun, yang terdiri dari 38,6 miliar pound tembaga, 33,8 juta ounce emas, dan 156,2 juta ounce perak.
Ketiga, Tenaga Kerja Asing hanya 0,03% dari Total Penduduk
Soal Tenaga Kerja Asing, Jokowi seringkali diisukan  sebagai pemimpin yang lebih mengutamakan pekerja Asing dibandingkan pekerja dalam negeri. Bahkan isu yang beredar bahwa di Indonesia sendiri terdapat 10 juta TKA dari China masuk ke Indonesia. Padahal menurut Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ada di Indonesia mencapai 85.974 pekerja hingga akhir 2017.Â
Jumlah tersebut hanya 0,03% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta jiwa. Persentase jumlah TKA tersebut lebih rendah dibanding TKA di negara-negara lainnya. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa TKA yang adalah mereka yang mengerjakan pekerjaan yang belum bisa diselesaikan oleh tenaga kerja Indonesia. Seperti pemasangan turbin, smalter, dan lain-lain.
Keempat, Investasi Asing Tidak Selalu Merugikan Negara.
Melakukan Investasi Asing di Indonesia merupakan hal yang saling menguntungkan untuk para investor dan untuk membantu perekonomian di Indonesia, dengan adanya investasi asing dan melakukan pembangunan atau dengan melakukan suatu proyek, selain membantu perekonomian di Indonesia sendiri, investasi asing juga dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran yang sulit untuk diatasi di Indonesia.Â
Terutama para remaja yang sedang menganggur dapat melamar pekerjaan dan mengisi kekosongan waktu dengan bekerja dan menghasilkan uang, sehingga tingkat pengangguran dapat teratasi. Maka keputusan Jokowi mengundang investora asing tak selalu merugikan negara.
Dari fakta di atas jelas Jokowi bukanlah Antek Asing melainkan sosok pemimpin yang memiliki komitmen tinggi dalam memajukan Indonesia. Sebagai warga Negara yang baik, semestinya kita lebih mengedepankan fakta yang ada, jangan muda terprovokasi oleh omongan-omongan orang yang tidak jelas sumbernya. Hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah mendukung Jokowi menyelesaikan pembangunan di Indonesia.
Sekali lagi, Jokowi adalah Presiden Indonesia, dia bukan Antek Asing.
Staff IBB: Farid Basslam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H