ku tulis sajak ini, saat Senja mulai tiba. Kicauan sumbang burung walet mulai menciut dan tergantikan dengan gonggongan anjing-anjing kampung di luar sana. Aku suka senja. Karena Senja adalah terpancarnya cahaya fajar merah laksana api perjuangan kaum tani yang tak bertanah. Â Namun, Aku bingung mengapa semua orang masuk ke dalam sangakarnya saat fajar mulai menyingsing?
Aku suka saat-saat matahari mulai meredup. Terlihat seperti cahaya lilin di ruangan yang gelap nan luas. Keindahannya tak akan pudar  sekalipun hujan mencoba menghapusnya. Orang berkata, cahaya matahari yang terbenam adalah waktu yang tepat untuk menenangkan perasaan khawatir atau perasaan takut terhadap apapun.
Namun mengapa semua orang berlomba masuk ke bilinya? Sungguh aneh bukan? Parahnya lagi, mereka tak segan menakuti anaknya dengan cerita mistik dikala matahari mulai terbenam.
***
Sejak putus tahun 2013 silam, hidupku seakan mati rasa akan cinta. Mereka berkata, jika aku laksana pengembara yang buta arah dalam berpetualang, Yang bisu dalam berucap tentang kasih dan kisah asmara, atau yang tuli dalam mendengarkan alunan lagu cinta berjudul Reflection oleh chritina aguilera.
Tau kau knp aku seperti itu? Karena yang ku tahu semua perempuan tidak kalah jahat dari iblis. Merekalah yang  merusak suatu peradaban sejarah sebagaimana hancurnya kerajaan dinasti Xia oleh gadis molek bernama Mo Xi. Atau kisah romantis ratu cleopatra yang hampir menguasai seluruh kerajaan romawi dengan lekukan bodynya.
Tak usah berbicara sejarah. Tahu kau? Baru-baru ini sahabatku hampir mati di tangan perempuan binal.  Dengan secangkir vodca dan  juga anggur, ia pun tergoda dan meniduri perempuan telanjang itu. Keesokan hari, dokter memvonisnnya dengan penyakit spilis. Brutung, ia bisa terselematkan.
Ah... aku tak ingin diperbudak oleh wanita. Mereka tidak lebih buruk dari macan yang lapar dan siap menerkam mmangsanya.
Namun, sudahlah itu dulu!!!
***
19 januari 2018 adalah momment dimana jantungku mulai bernada tak seirama. Ntah mengapa. Detakannya laksana genderang yang siap berperang. Bagaimana tidak, aku baru berjumpa dengan perempuan yang ku yakini baik. Meski haanya melalui instagram.
Temanku berkata "are you fucking crazy? Or trying to be a stupid guy?" hahahaha saya tahu mengapa ia berucap demikian. Mereka berfikir, bagaimana bisa seseorang jatuh cinta tanpa bertemu sebelumnya?
Bagiku mereka tidak salah. Mereka adalah sahabatku. Dan aku menghargai ungkapannya. Hanya saja mereka lupa, jika cinta itu bukan sebatas fisik belaka. Cinta itu adalah kumpulan kisah dan perjuangan yang melebur menjadi satu dan dikemas dengan jubah karakter dan prinsip.
Sebagai seorang muslim, saya tak pernah bertemu dengan  Rosulullah. Begitu pun dengan ummat kristiani. Mereka tak pernah berdekat dengan junjungannya, Yesus. namun mengapa kita betul cinta padaya? Itu karena kisahnya dalam berjuang. Karena hanya orang yang berjuanglah yang akan selalu dikenang dan abadi dalam qalbu.
Tahu kau? Kita tak mungkin kita bisa bercengkrama tentang cinta kalau bukan karena berjuang. Sukaro, Hatta, dan Tan Malaka, mereka semua berani mengambil sikap untuk berjuang.Â
***
Saat ku buka instagramnya, dengan cinta dan sedikit keras kepala, aku pun melayangkan pesan singkat bertulis Follback ka dek. beruntung ia bersedia. sejak Saat itulah, aku pun mulai melebur dan menyelami kisah pahit kehidupanya. Yang ku tahu, Ia tak punya banyak sahabat sebagaimana anak-anak palestine yang harus kehilangan kawan bermainnya karena dilempari bom dari tanah israel. Atau ibu-ibu warga rohingya yang harus kehilangan putra-putranya karena ditembaki oleh serdadu militer Myanmar.
Aku ingin menjadi sahabatnya. Berbagi, bercerita, tertawa, atau kadang adu argumentasi tentang banyak hal. Ia baik. Meski ia selalu berkata "saya ini jahat. Tak pantas buatmu". Kau salah sayang. Kau itu berbeda dari perempuan yang ku knal sebelumnya. Atau perempuan yang ku ceritakan tentang Mo XI dan Cleopatra.
Bagiku saat ini hanya ada dua jenis perempuan. Jenis pertama adalah Kamu dan kedua adalah perempuan  yang lainnya.
***
1995 adalah tahun kelahiranmu. Ditandai dengan pristiwa pembantaian Srebrenica, dimana sekitar 8000 warga muslim bosniac dibantai secara membabi buta oleh pasukan sparska pimpinan jendral Retko Mladic. Pristiwa tersebut seakan menjadi kecaman dan petaka akan nilai kemanusian. Beruntung, 3 bulan kemudian, 31 oktober, orang tuamu melahirkan gadis cantik dimana darah etnis tionghoa dan jawa kini mengalir di nadimu laksana ombak yang berderu ke tepi pantai.
Kelahiranmu seakan memberi nafas baru dan menjadi penawar racun pembantaian Srebrenica.Â
Tak ada kata yang bisa saya alirkan, selain ucap syukur kehadiran tuhan yang maha memberi kehidupan. Terima kasih telah melahirkannya dan mengijikanku untuk memilikinya.
Aku tak tahu bagaimana perasaannya terhadap cintaku? Yang ku tahu ia hanya tersesat dalam jeritan kawat berduri yang mencoba menghalaunya untuk merebut cita dan harapan. Kawat itulah yang kerap menjadi beban, menjadi penyakit, menjadi rasa sedih yang ia rasakan selama 4 tahun belakangan ini.
Sebagai lelaki yang terlahir untuknya, aku ingin memutus kawat itu. Agar ia bisa terbang bebas keangkasa atau kemana perasaannya ingin bersandar. Hanya kawat itulah yang mengurungnya ke dalam sangkar.
Tuhan, sayangilah ia. Dan berikanlah aku kekuatan untuk berjuang bersamanya dalam menghancurkan kawat berduri itu. Karena ia adalah Bung Penghujung Zaman, yang tak ada lagi bunga indah setelahnya.
Makassar, 8 april 2018
(Sajak ini telah dibukukan dalam sebuah buku berjudul Tombak Merah Sehimpun Tulisan Bernada Gelora. 2019. Probolinggo: Penerbit Anlitera)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H