Mohon tunggu...
Farida Virdaus
Farida Virdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta

Mendaki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan di Indonesia

22 Februari 2024   13:35 Diperbarui: 22 Februari 2024   14:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berikan analisis sejarah percatatan perkawinan di indonesia 

 Pada zaman Rasulullah praktik pencatatan perkawinan belum ada namun telah ada tradisi i'lan an nikah artinya mengumumkan suatu perkawinan kepada masyarakat. i'lan an nikah adalah tradisi yang disunnahkan oleh Rasulullah dengan adanya walimatul 'urs (pesta perkawinan). 

Sehingga pada masa awal Islam, walimah merupakan bentuk pengakuan dan jaminan bagi masyarakat. Seiring perkembangan zaman dan perubahan kebudayaan di masyarakat serta kemajuan administrasi dan ketatanegaraan, maka pengakuan masyarakat dan penjaminannya juga mengalami kemajuan. 

Bentuk pengakuan dan jaminan di masa kini adalah dengan adanya tulisan, yaitu pada pencatatan perkawinan berupa adanya akta nikah. (Sehabudin, "Pencatatan Perkawinan Dalam Kitab Fikih Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Perspektif Maqasid Syariah)", Al-Mazahib Vol.2 No.1, Juni 2014, h. 57.) 

Adanya pencatatan perkawinan di Indonesia dilatarbelakangi adanya banyak kasus yang menyatakan bahwa perkawinan siri banyak terjadi di Indonesia, dengan dalih "daripada zina lebih baik menikah." Praktek nikah siri tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam namun juga oleh masyarakat yang memiliki pangkat negara seperti PNS, dll. Bahkan data kementrian agama menyatakan jika 48% dari 80 juta anak di Indonesia lahir dari nikah siri, yang artinya sekitar 35 juta.

Dari fakta nikah siri yang "tidak dicatatkan," sehingga pembahasan pada "pencatatan perkawinan" yang telah tertulis dalam pasal 2 UU no 1 tahun 1974 tenang perkawinan. Pasal 2 menyatakan bahwa " (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pernyataan diatas muncul dua pendapat yang menyatakan bahwa (1) pencatatan perkawinan merupakan salah satu syarat sahnya suatu perkawinan, (2) pencatatan perkawinan bukanlah sebuah penentuan syarat sahnya sebuah perkawinan. Dari pendapat kedua lah yang menjadi aspek sejarah hukum pencatatan perkawinan, yaitu dengan memperhatikan regulasi pencatatan perkawinan sebelumnya, yaitu dengan UU no 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.

Disisi lain dalam pasal 5 ayat 2 KHI menyatakan bahwa "pencatatan nikah tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam UU no 22 tahun 1946 Jo undang-undang no. 32 tahun 1954 " dalam UU tersebut, PPN dalam perkawinan adalah untuk mengawasi dan melakukan pencatatan perkawinan dan bukan sebagai penentu sah dan tidaknya suatu perkawinan. (Masruhan, "positivisme hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan hingga masa orde baru", jurnal al-hukama', vol 1, no. 1 Desember 2011, 118.)

Mengapa percatatan perkawinan penting? 

Perkawinan yang sah bukan hanya sah menurut ketentuan agama, tetapi juga harus sesuai dengan hukum negara. Perkawinan yang sah menurut hukum negara, wajib dilaporkan dan tercatat pada instansi yang berwenang. Di mata negara sebuah perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama (untuk muslim) atau Kantor Catatan Sipil (untuk non muslim). 

Kemudian, anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat sesuai hukum negara, hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Tujuan pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan, sehingga memberikan kekuatan bukti autentik tentang telah terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukum. 

Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 Undang-undangan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan) tiap-tiap perkawinan  harus di catat. Ketentuan pasal ini bermakna bahwa suatu perkawinan yang telah dilakukan menurut tata cara dan aturan serta kebiasaan agamanya masing-masing, maka perkawinan tersebut adalah sah.

Berikan analisis makna filosofis, sosiologis, religious, dan yuridis pencatatan perkawinan?

Analisis Makna Filosofis, Sosiologis, Religious danYuridis Pencatatan Perkawinan

Secara filosofis Perkawinan menurut hukum Islam yang sesuai adalah berdasarkan Pancasila, khususnya sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Pencatatan perkawinan secara filosofis itu demi mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain. 

Menurut para ahli dalam analisis keberlakuan hukum, secara filosofis pencatatan perkawinan adalah untuk memberikan keamanan dan kenyamanan yang berbentuk kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum terhadap pelaku perkawinan tersebut (suami-istri). Dengan begitu, ketika tidak terpenuhinya pencatatan perkawinan, maka akibat hukumnya adalah tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mendapatkan jaminan hak-hak keperdataan akibat perkawinannya itu.

Secara sosiologis perkawinan diakui keberadaannya dilihat dari dua perspektif, yaitu pengakuan dari masyarakat dan dari pemerintah. Pertama, pengakuan dari masyarakat itu penting, dikarenakan pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial dimana tidak luput dari interaksi sesamanya. 

Cemooh dan pengakuan itu juga tidak bisa dipungkiri untuk dihindari. Dan dengan adanya pencatatan perkawinan yang sah ini akan mendapat pengakuan dari masyarakat dan terhindar dari cemoohan yang tidak diinginkan. Kemudian yang kedua yaitu pengakuan dari pemerintah, dimana pengakuan ini demi mendapatkan kepastian hukum ketika suatu hari terjadi persengketaan akibat perkawinan.

Makna religious (agama) dari adanya pencatatan perkawinan ini mungkin tidak sebegitu penting karena dalam agama pernikahan yang sah itu terpenting sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Namun dalam agama Islam juga menghendaki umatnya untuk mematuhi peraturan yang ada demi tegaknya kenyamanan dan jaminan hidup bernegara.

Kemudian secara yuridis, pencatatan perkawinan ini sangat ditekankan sekali. Pencatatan dimaksudkan dalam rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pasal 281 ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. 

Dengan demikian, melalui pencatatan perkawinan maka suatu perkawinan akan memiliki kepastian dan kekuatan hukum serta hak-hak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik.

Bagaimana menurut pandangan kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologi religious dan yuridis

Pencatatan perkawinan memiliki pentingnya yang besar dalam berbagai aspek, seperti sosiologis, religious, dan yuridis. Dalam aspek sosiologis, pencatatan perkawinan dapat memfasilitasi integrasi antara generasi, etnis, dan kelas sosial. Dalam aspek religious, pencatatan perkawinan dapat membentuk komunitas religiosa yang mempertahankan nilai-nilai agama. Dalam aspek yuridis, pencatatan perkawinan memastikan pengakuan perkawinan dalam mata hukum dan memproteksi hak-hak pasangan dan anak-anak.

Bila pernikahan tidak dicatatkan, maka akan terjadi dampak negatif pada status perkawinan dan hak-hak pasangan dan anak-anak. Perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah menurut hukum negara, sehingga pasangan dan anak-anak tidak akan mendapatkan perlindungan hukum yang seharusnya mereka dapatkan. 

Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, dan tidak memiliki hak untuk mewaris, memperoleh akta kelahiran, dan hak atas nafkah hidup. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk mencatatkan perkawinan sangat penting untuk memastikan perlindungan hukum bagi pasangan dan anak-anak.

Farida Nur Virdaus _ 222121109

Verry febriana Candra Kartika _ 222121091

Nuri Suliyati _ 222121085

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun