#1 Rasa Cinta
Pikirku, usia tua akan segera datang
Tanpa sempat rasakan cinta ala pendongeng handal
Namun... kala mata kita saling memandang
Pikiranku berkelana mencari kata yang tak kukenal
Ku temukan sosok Tuan dalam sebuah ruang
Menyapaku dengan senyuman riang
Lengkungannya bagaikan obat yang siap sembuhkan luka
Merebahkan setiap ranjau dalam batinku
Menggapai tangan kaku meminta tolong
Menggenggamnya erat tak ingin lepas
Membuatku tersadar akan definisi sebuah kata
Tuan.. hatiku begitu lama kosong melompong
Tapi kini aku kaya akan kata penuh makna itu
Rasa yang bangkitkan keinginan terpendamku
Terseok-seok ingin muncul ke permukaan,
Ingin dimiliki dan memiliki Tuan
Kita begitu berbeda, namun mampu saling bertaut
Berbagi hidup, menyatukan ritme dalam frekuensi
Menguak semua jawaban yang selama ini kucari
Saat Tuan berikan aku rasa, dan ternyata... itu cinta.
#2 Intinya hanya "Rindu"
Nampaknya... rindu memang akan selalu berat
Jarak 7.359 mil ini membuat semuanya begitu sukar
Memisahkan tautan kasih antara dua jiwa
Memupuk rindu hingga tak ingin diusik
Sudah... kuberikan semuanya padamu
Tidak ada sisa bagi yang lain
Setiap hari kita bertarung melawan perbedaan waktu
Berperang dengan sinyal yang kadang tak berpihak padaku
Meski tak semua pembicaraan kita bermutu
Setidaknya... kabarmu sudah jadi bahagiaku
Pagiku kini bukan pagimu
Malamku juga bukan malammu
Kita tetap berlomba ucapkan kata itu
Selamat pagi Tuan, dari aku yang sudah menjelang senja
Selamat berkelana untuk Tuan di perantauan sana
Selamat berjuang demi cita tuk awali hari yang sama
Untukmu, yang sedang jauh dari pelupuk mata
Yang setiap saat katakan rindu tanpa bisa bersua
Sibuk bersaing tentang rindu siapa yang paling perkasa
Sebuah rindu yang menuntut pertemuan tanpa kekang
Bagaimana, haruskah terbang ke pelukanku sekarang?
#3 Isi Kepalaku
Kepalaku penuh akan rindu yang kian merajalela
Menggerogoti hati dan menjelma rasa iri
Pada jalan setapak yang Tuan lalui tanpa aku
Pada senyuman yang Tuan berikan pada orang selain aku
Pada pesta yang Tuan datangi dan tidak ada aku
Pada kesulitan yang Tuan tanggung tanpa bantuanku
Pada segalanya, di mana seharusnya tentang Tuan dan aku
Sudahkah Tuan tahu bagaimana isi kepala kecil ini?
Bagian yang tak akan terurai dalam ratusan purnama
Pada teknologi yang membuat kita terhubung dalam jarak
Kubisikkan secara perlahan tentang cara untuk pulang.
#4 Selamatkan Aku
Hidupku tak pernah berarti seru
Seolah bukan pemeran utama dalam duniaku sendiri
Tuan pernah berjanji tuk selamatkan aku
Dari skenario hidup yang begitu buruk dan berisik
Jarak ribuan mil yang pisahkan Tuan dan aku
Membuat ikrar itu terhalang layaknya Tembok Berlin
Mampu pisahkan dua bagian yang mestinya menyatu
Menunggu Tuhan berbelas hati tuk percepat waktu
Menyatukan jeda antara jalinan kasih Tuan dan aku.
#5 Pulang Dulu
Hai Tuan yang sedang dalam kungkungan Benua Eropa
Begitu asing dari cengkeraman tanah air
Kuharap kau hanya sekedar jauh, bukan berarti pergi
Terima kasih untuk tidak pernah putus membawa kabar
Lebih banyak sabar dan penuh pengertian
Ini sudah kesekian rindu,
Menanti kepulangan Tuan dalam jangkauanku lagi
Tuan bertanya,
Nanti pulang ingin hadiah apa?
Aku menjawab,
Apa saja, yang penting pulang dulu.
**Karya puisi ini telah diterbitkan (cetak) oleh Ellunar Publisher dalam Program Nuram Marum. Puisi ini saya dedikasikan kepada seseorang yang selalu berada di dalam pikiran, semoga Tuhan selalu menyertaimu.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H