Menyoal Makan Bergizi Gratis (MBG)
Nanik Farida Priatmaja, S. Pd
(Pegiat Literasi)Â
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko mengusulkan orang miskin menjadi pemasok atau supplier bahan-bahan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Budiman menjelaskan orang-orang miskin ini diberdayakan untuk memproduksi bahan-bahan pangan. Lalu hasil produksi itu digunakan untuk makanan yang dibagikan secara gratis ke anak-anak (22/10).
Wacana program MBG memang menimbulkan pro-kontra. Bagaimana tidak? Realisasi MBG sepertinya memang lumayan ribet. Mulai dari tataran teknis hingga sumber dana MBG yang pastinya tidak sedikit. Selain itu MBG juga rawan terjadinya korupsi, menimbulkan persaingan sengit di kalangan elit ataupun swasta yang ingin memenangkan tender. Hingga muncullah gagasan Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko memberdayakan orang-orang miskin dalam memproduksi bahan pangan.Â
Makan Bergizi Gratis seharusnya bukan program yang istimewa. Karena makan makanan bergizi adalah hak asasi setiap warga negara. Sudah seharusnya setiap warga negara Indonesia bisa menikmati makanan bergizi setiap hari. Tanpa perlu menunggu program MBG dari pemerintah.Â
Sayangnya tidak semua warga negara Indonesia saat ini mampu menikmati makanan bergizi setiap hari. Jangankan makan makanan bergizi, untuk sekedar makan saja, banyak rakyat yang tidak mampu. Meningkatnya angka kemiskinan dan makin tingginya angka pengangguran serta terjadinya deflasi saat ini, jelas makanan bergizi semakin sulit dijangkau terutama oleh rakyat menengah ke bawah.Â
Buruknya kondisi ekonomi saat ini nyata-nyata sangat mendzalimi rakyat. Meski banyak lapangan kerja namun tidak semuanya bisa diakses oleh rakyat. Adapun upah senilai UMR sebenarnya masih belum bisa dikatakan layak. Apalagi yang tidak memiliki pendapatan tetap ataupun upah di bawah UMR.Â
Wacana program MBG tidak sekedar butuh dukungan rakyat. Akan tetapi butuh perencanaan mendalam dan sistemik. Pendapatan negara memang sudah selayaknya digunakan untuk kepentingan rakyat. Apalagi demi mendukung terealisasinya generasi yang sehat secara fisik maupun mental. Mesikpun kecukupan gizi saja sebenarnya masih sangat jauh jika dikatakan sebagai upaya mewujudkan generasi yang sehat. Pasalnya butuh banyak hal yakni adanya sarana dan prasarana yang mendukung serta ditopang kesejahteraan rakyat.Â
Stabilnya kondisi ekonomi rakyat yang didukung oleh negara, semisal tersedianya lapangan kerja yang melimpah dengan gaji yang layak jelas akan mempermudah negara dalam mencetak generasi berkualitas. Selain itu sistem pendidikan yang berkualitas dan kondisi politik, sosial dan budaya pun harus selaras. Hal ini jelas tidak mudah diwujudkan negara kapitalisme yang hanya menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan.Â
Sistem ekonomi kapitalisme nyatanya begitu sulit menjadikan rakyat sebagai fokus yang wajib disejahterakan. Para elit dan para kapital yang hanya segelintir orang semata yang bisa sejahtera. Kalangan ekonomi menengah ke bawah hanya menjadi prioritas kedua. Misalnya banyaknya kebijakan yang sangat berpihak pada  para kapital baik dalam negeri ataupun asing.Â
Rakyat tak cukup diberi makan bergizi gratis. Apalagi dengan dalih memperbaiki kualitas generasi. Kualitas generasi harus didukung dengan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat tidak bisa diwujudkan melalui sistem ekonomi kapitalisme yang hanya fokus pada pendapatan melalui pajak dan utang.Â
Sistem alternatif yang dibutuhkan saat ini adalah sistem Islam yang rahmatan lil alamin yang fokus mengurusi urusan umat. Sistem ekonomi Islam memiliki banyak sumber pendapatan negara (bukan hanya bersumber pada pajak dan utang layaknya sistem kapitalisme). Negara Islam juga sangat berperan mengatur dan mengelola Sumber Daya Alam yangmana akan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Wajar dalam sistem Islam begitu melimpah lapangan kerja untuk rakyat, upah yang layak serta terjaminnya kebutuhan pokok (papan, pangan dan sandang).Â