Mohon tunggu...
Farida Priatmaja
Farida Priatmaja Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Nulis, baca, traveling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menyoal Legalisasi Aborsi bagi Korban Kekerasan Seksual

12 Agustus 2024   08:57 Diperbarui: 12 Agustus 2024   08:57 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menyoal Legalisasi Aborsi bagi Korban Kekerasan Seksual
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S. Pd
Pegiat Literasi

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik ketentuan aborsi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan. Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang  No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Komnas Perempuan berharap aturan ini mempercepat pengadaan dan menguatkan akses layanan dalam rangka memastikan pemenuhan hak atas pemulihan bagi perempuan korban (3/8).

Tak dimungkiri kasus kekerasan seksual termasuk rudapaksa semakin marak. Korban dari kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal ini memicu banyak pihak untuk mencari solusi akibat kekerasan seksual yang berujung kehamilan. Salah satunya adanya kebijakan legalisasi aborsi bagi korban tindak kekerasan seksual. Pasalnya kehamilan tersebut tidak diinginkan korban. 

Secara medis, aborsi bisa legal dilakukan, tetapi bersyarat dan harus dengan prosedur yang tepat, yakni sesuai standar operasional prosedur (SOP) tenaga medis. Namun, kita juga harus sadar bahwa kita tidak boleh menggunakan aborsi sebagai jalan pintas untuk mengatasi trauma akibat kehamilan hasil pemerkosaan.

Bagaimanapun, aborsi adalah tindakan merampas hak hidup seorang calon manusia secara langsung di rahim ibunya. Aborsi adalah pelanggaran terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya. Sedangkan hak hidup seorang manusia berasal langsung dari Allah Taala, Sang Pencipta. 

Memang miris! Kondisi buruknya aturan pergaulan dan derasnya arus liberalisasi saat ini sangat tidak aman bagi perempuan. Begitu sulit bagi perempuan menjaga kehormatan. Ditambah lagi minimnya ilmu agama dan tipisnya keimanan. Tak menyertakan keberadaan Tuhan dalam kehidupan. Wajar banyak bermunculan tingkah laku layaknya binatang. 

Kasus rudapaksa saat ini sering kali berawal dari media sosial. Kasus kekerasan berbasis gender---termasuk pemerkosaan perempuan---di media sosial makin berbahaya seiring kecanggihan teknologi dan kian terbukanya orang-orang mempertontonkan diri. Sepanjang 2023, akun @perupadata mencatat setidaknya enam kasus remaja berusia belasan tahun yang sempat hilang bersama orang yang dikenal dari dunia maya dan setelah bertemu ternyata berujung diperkosa. Parahnya, mereka pergi dengan orang tersebut secara sukarela (tanpa dipaksa), padahal sejatinya mereka teperdaya.

Maraknya kasus pemerkosaan di negeri ini membuktikan bahwa saat ini tengah terjadi krisis keamanan bagi perempuan. Di satu sisi, kaum perempuan dibebaskan untuk berekspresi dan bertingkah laku yang jauh dari aturan Tuhan. Berbagai celah kebangkitan syahwat juga dibuka lebar melalui liberalisasi konten media yang bahkan kehadirannya bisa diakses langsung melalui ponsel pintar tiap individu. 

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi perempuan faktanya kini tidak lagi memiliki mampu menjadi fungsi edukasi ataupun tempat ternyaman bagi anggota keluarga. Wajar gagal melahirkan generasi yang berakhlak mulia dan akidah yang kuat. 

Pandangan perempuan dalam sistem kapitalis tak lain sekedar komoditas ekonomi. Sistem pergaulan/interaksi sosial yang jauh dari suasana keimanan. Aparat pengayom masyarakat dan penegak hukum hanya menjadi pemalak rakyat melalui praktik kotor jual beli hukum jika terjadi kriminalitas seperti kekerasan seksual ataupun rudapaksa. 

Islam sebagai sebuah ideologi yang memiliki seperangkat aturan yang lengkap, jelas, dan tegas. Sanksi hukum dalam sistem Islam sebagai bagian dari penerapan syariat  selain bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa, juga bisa sebagai penebus dosa bagi pelaku di akhirat kelak.

Penerapan Islam di seluruh sistem kehidupan  akan menyuburkan  keimanan dan ketaatan sehingga kasus kriminal ataupun pemerkosaan sangat minim, bahkan tidak terjadi. Sistem sanksi yang tegas dan adil akan mampu menutup celah kejahatan seksual terhadap perempuan karena Islam mampu menyelesaikan setiap persoalan dari akarnya.
Jelas berbeda dengan sistem hukum buatan manusia yang  berubah-ubah, tak ada efek jera, sehingga tidak membuat orang lain takut untuk berbuat kejahatan serupa.

Dalam sistem Islam, kasus rudapakaa tanpa mengancam atau dilakukan atas suka sama suka maka dalam hal ini dikategorikan sebagai tindakan zina. Sanksi bagi pelanggarnya adalah mendapatkan had yang sudah ditetapkan terhadap pelaku zina. Jika pelaku belum menikah (ghairu muhsan), hukumannya adalah cambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun. Jika pelaku sudah menikah (muhsan), ia mendapat hukuman rajam sampai mati.

Rudapaksa yang dilakukan disertai paksaan dan ancaman ataupun senjata maka dihukumi sebagaimana perampok. Hukuman bagi perampok telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya di dalam QS Al-Maidah (5) ayat 33, "Sesungguhnya hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang berat. 

Begitu adilnya penerapan hukum Islam. Legalisasi aborsi bagi korban rudapaksa jelas bukan solusi bagi korban. Meski begitu, penyelesaian permasalahan tersebut harus sistemis, mulai dari akar hingga ke daunnya. Sistem sanksi dan hukum Islam itu hanya akan tegak jika sistem pemerintahannya juga menerapkan syariat Islam secara sempurna melalui negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun