Rutinitas memberi kuliah semester Genap 2020/2021 telah usai akhir Juni, alhamdulillah lebih longgar dalam mengatur waktu untuk menekuni hobi berkebun. Beberapa waktu lalu, saya sempatkan membeli beberapa sachet biji tanaman siap tabur. Ada cabe rawit, terong, sawi, dan  bayam. Tidak lupa membeli tanah untuk taman, serta kotoran kambing yang difungsikan sebagai pupuk alami bagi pertumbuhan tanaman.Â
Setelah melalui proses pencampuran tanah dan kotoran kambing, saya menyiapkan polibag berisikan campuran tersebut sebagai media tanam. Idealnya melakukan persemaian di suatu tempat khusus, namun karena agak malas kerja dua kali, maka bibit tanaman langsung saya tebar di polibag bahkan di area taman belakang rumah, bersaing dengan rumput yang memang sengaja ditanam sebagai penghias taman.Â
Secara rutin tiap pagi dan sore hari saya menyiram area taman maupun polibag, sembari menikmati secangkir kopi pahit dan kudapan tradisional, paling sering pisang, baik direbus ataupun digoreng. Luar biasa nikmatnya, mendengarkan gemericik air yang keluar dari selang, sembari duduk di tangga belakang rumah. Taman belakang berukuran sekitar 4 x 11 meter, berupa hamparan rumput, dan dua pohon kelengkeng, serta kolam ikan koi.Â
Ritual menyirami tanaman belakang cukup 20 menit, kemudian dilanjutkan ke halaman untuk menyiram dua pohon mangga, serta beberapa tanaman hias yang tertata rapi dalam pot. Pohon mangga yang berada di dekat pintu pagar menjulang tinggi sekitar 5 meter dengan daun yang lebat, sehingga situasi rumah rindang dan menyejukkan meski panas terik mentari menghajar kota Surabaya.Â
Sementara pohon mangga satunya, jenis Gadung yang rajin berbuah, nyaris sepanjang waktu. Di sisi timur rumah, juga terdapat pohon mangga yang menjulang setinggi enam meter, belum terlalu lebat daunnya, dan juga belum berbuah.Â
Kembali ke taman belakang, setelah sekitar dua minggu, bibit yang saya semai di polibag, hanya bayam dan tomat yang berhasil tumbuh dengan baik. Persemaian biji cabe tidak tampak, kosong saja polibagnya.Â
Kejutannya justru pada area taman, yang secara iseng saya tebari biji tomat dan terong, justru tumbuh subur menyeruak di antara rerumputan hijau. Saat ini sudah sekitar sebulan umur bayam yang tumbuh di polibag, tampak makin hijau dan subur, nantinya jika tetap bertahan hidup hingga panen, jadilah bayam organik yang sehat untuk dikonsumsi.Â
Kegagalan dalam menyemaikan cabe rawit tidak menyurutkan saya untuk mencoba lagi, menyemaikan biji cabe rawit yang siap tabur. Kali ini saya tanam di media polibag dan sebagian saya tebar di sisi tangga serta pinggiran sisi taman sebelah selatan. Berharap kali ini proyek persemaian cabe rawit berhasil memuaskan sebagaimana nasib bayam, terong dan tomat. Sensasi menunggu dan merawat tanaman ini sungguh mengasyikkan. Bukan masalah hasil tapi menikmati proses tumbuh tiap hari dari tanaman yang kita rawat sejak berupa biji adalah sebuah kebahagiaan.
Jika dinilai dari harga beli sayuran yang ditanam tentu bukan sesuatu yang menguntungkan, namun kepuasan tiap-tiap waktu yang diluangkan di sela rutinitas work from home itulah yang bernilai untuk batin kita di tengah berita duka tentang sakit dan kematian akibat pandemi covid19. Â Berkebun menjadi sarana batin untuk melepaskan beban, kepenatan, kejenuhan dan stress , karena pembatasan aktivitas sosial . Berinteraksi dan bercengkerama dengan tanaman, menjadi salah satu kenikmatan dalam berkebun.Â
Berkebun dapat menjaga kesehatan jiwa dan raga di saat pandemi, dengan  kegiatan berkebun juga mampu  melahirkan kebahagiaan.  Kebahagiaan terbukti penting sekali untuk meningkatkan imunitas tubuh kita. Mari kita rawat tubuh kita dengan menebar kasih sayang pada sesama makhluk hidup, tidak hanya kepada manusia, dan hewan namun juga pada tanaman. Selamat berkebun untuk menjaga kesehatan . Salam sehat dan taati Prokes demi Selamatkan Indonesia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H