Mohon tunggu...
Anis Farida
Anis Farida Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, aktivis

Menebar kebaikan untuk kebahagiaan semua makhluk

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perpanjangan PPKM Darurat: Hukum sebagai Pengendali Gas dan Rem Laju Covid-19

3 Agustus 2021   15:33 Diperbarui: 3 Agustus 2021   15:34 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengumuman perpanjangan PPKM hingga 9 Agustus 2021, melalui Instruksi Mendagri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 , Level 3 dan Level 2 Covid-19 di wilayah Jawa Bali pada Senin 2 Agustus 2021 (nasional.kompas.com), disikapi secara berbeda oleh anggota masyarakat. Sebagian bersyukur karena perpanjangan dimaknai sebagai upaya serius Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa untuk menahan laju pandemi Covid19. Namun di sisi lain dianggap sebagai belenggu aktivitas ekonomi maupun sosial bagi sebagian kelompok masyarakat. Keterbelahan pemaknaan tersebut tidak lepas dari kepentingan masing-masing pihak, baik yang pro maupun kontra .  Perbedaan pemaknaan dalam menyikapi keputusan pemerintah tersebut tidak terlepas dari pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap eksistensi Covid19.  

Perpanjangan masa PPKM hingga 9 Agustus menjadi sebuah kewajaran, karena  kasus terkonfirmasi positif covid19 masih terus meningkat di saat pemberlakuan PPKM darurat  sebulan terakhir, bahkan naik lima kali lipat di Jawa Timur. Bahwa selama 30 hari PPKM darurat terdapat 136.274 kasus baru di Jawa Timur, 8.017 meninggal dunia, serta 85.611 yang dinyatakan sembuh (detiknews.com). Membaca data tersebut, pertanyaan yang muncul mengapa di saat pembatasan justru terjadi kenaikan jumlah kasus, padahal tujuan pembatasan adalah untuk mengurangi persebaran penularan covid-19. Apakah dengan peningkatan kasus tersebut PPKM Darurat telah dinilai gagal sebagai sebuah mekanisme memotong mata rantai persebaran covid-19?  

Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan penjelasan yang utuh, baik yang bersifat teknis yang didasarkan pada beberapa indikator sebagaimana dirilis oleh beberaapa media yaitu target pencapaian testing, tracking, vaksinasi, probability rate, laju penularan dan penurunan mobilitas masyarakat, maupun data yang bersifat sosiologis, dengan memperhatikan aspek sosio kultural masyarakat. Sebagaimana dirilis melalui infografis.tempo.co, PPKM Darurat yang dilaksanakan pada rentang 3-20 Juli 2021 dinilai kurang berhasil, karena tidak memenuhi target yang ditetapkan, yaitu sebagai berikut :

  1. Testing : target 324 ribu per hari di Jawa Bali ; realisasi 127 ribu per hari secara nasional
  2. Tracing : target 15 orang per satu kasus positif atau 300 ribu kontak; realisasi 250 ribu kontak
  3. Vaksinasi : target 1 juta perhari; realisasi 546 ribu per hari
  4. Positivity rate : Target 10 persen; realisasi 25 %
  5. Laju penularan : Target maksimum 10 ribu kasus per hari; realisasi 34.257 per hari, bahkan sempat di atas 50 ribu
  6. Penurunan mobilitas ; target 30% ; realisasi 20% (sumber : tempo.co)

Pencapaian terhadap indikator yang disebutkan tersebut mempunyai arti penting yaitu ketersediaan data pendukung yang menjadi dasar dilanjutkan ataupun dihentikannya PPKM Darurat.

Namun lebih dari sekedar pemaparan data tentang pencapaian tersebut, diperlukan pemahaman tentang pemaknaan masyarakat terhadap seberapa bahaya covid-19 dan bagaimana sikap serta perilaku masyarakat terhadap hal tersebut  yang bersifat kualitatif dengan memperhatikan  konteks sosio kultural masyarakat. Ada apa dengan masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali yang mendapatkan perhatian serius terkait makin melonjaknya angka persebaran covid19. Tidakkah aturan mengenai Protokol kesehatan telah diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas ? Harapannya pengetahuan dan pemahaman tentang protokol kesehatan tersebut dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran, demi terwujudnya Indonesia sehat.

Namun mengapa masih banyak pelanggaran Prokes yang terjadi di masyarakat? Mari sejenak kita buka telinga dan mata melihat kehidupan masyarakat secara nyata untuk menghadirkan pemahaman dan pemaknaan  masyarakat terhadap eksistensi covid-19 di masyarakat. Tulisan ini menampilkan tiga contoh kasus yang dinarasikan dalam beberapa kasus berikut. 

 Kasus pertama terjadi di sebuah pemukiman yang terletak di sebuah gang menghadap jalan raya.

“ Pak mau ke mana bawa motor ga pakai masker?”, teriak seorang istri kepada suaminya, yang tengah menghidupi mesin sepeda motornya, bersiap meninggalkan rumah.

“Hanya keluar ke depan sebentar”, jawab sang suami

“Pakai masker! Aku ga mau bayarin denda masker, karena kelakuanmu!”, teriak istrinya. Kemudian sang suami masuk rumah mengambil masker dan memakainya.

Pemahaman apa yang dapat diambil dari percakapan singkat di pagi hari tersebut, secara eksplisit sang istri menegur suaminya yang akan meninggalkan rumah tanpa bermasker, dan atas teguran tsb, suaminya menggunakan masker. Kepatuhan suami tadi hanya sebatas ketakutannya pada istrinya yang tidak mau membayar denda akibat kesalahan tidak memakai masker. Masker dipakai sebatas untuk menghindari denda bukan karena kesadaran bahwa masker penting untuk memberikan perlindungan kepada diri sendiri maupun orang lain. Dan hal tersebut bukan peristiwa tunggal, namun jamak ditemui di pemukiman padat penduduk, penduduk beraktivitas ngobrol, cangkruk di warkop setempat tanpa masker, karena merasa aman, tidak sedang berada di jalan besar ataupun tempat umum yang diawasi oleh aparat penegak hukum Prokes. Bahkan di  keramaian pasar tradisional ataupun warkop pinggir jalan sebagian masyarakat juga merasa aman tidak bermasker dengan benar atau bahkan sama sekali tidak menggunakan masker karena tidak sedang diawasi oleh petugas. Dalam konteks ini petugas lebih menakutkan dibanding virus covid19, denda berupa membayar sejumlah uang lebih berat dan lebih ditakuti  dibandingkan ancaman kesehatan bahkan hilangnya nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun