Kris memapaparkan, secara filosofis, alun-alun zaman dahulu, pada titik tengahnya terdapat pohon beringin. Sementara itu, pohon beringin di Alun-alun Gresik hanya tersisa dua, yakni di kanan dan kiri pendopo.
Fungsi pohon beringin di alun-alun pada masa kadipaten adalah tempat orang-orang berkumpul untuk protes kepada penguasa, yang diistilahkan mepe atau memanaskan diri di bawah terik matahari hingga adipati atau bupati turun menemui mereka.
Alun-alun Gresik sendiri masih digunakan masyarakat Gresik untuk tempat berkumpul menyuarakan protes, dikarenakan tepat di depan Alun-alun Gresik terdapat kantor DPRD Kabupaten Gresik.
 "Kalau kita lihat secara geografis, di alun-alun itu, sebelah barat selalu ada masjid, sebelah utara selalu ada pasar, di sebelah selatan ada pendopo, di sebelah timur ada penjara. Nah filosofinya apa? Seorang penguasa itu harus mampu memakmurkan rakyatnya dengan adil dan bijaksana. Memakmurkannya dengan apa? Dengan ekonomi pasar."
"Sementara itu, kalau penguasa itu baik, akan selalu menoleh ke kiri, mana itu? masjid. Sehingga ia selalu meningkatkan iman dan takwanya untuk memimpin rakyatnya, diharapkan negerinya itu menjadi baldatun thayyibatun wa robbun ghfaur, gemah ripah loh jinawi, ayem entrem toto raharjo. tetapi kalau tidak baik, korupsi, dan lainnya, maka nanti tempatnya di penjara." papar pendiri Yayasan Mataseger ini.
Alun-alun Gresik telah banyak berubah. Namun, sebagai anak bangsa, kita perlu mengetahui nilai luhur buah dari cipta, rasa, karsa warisan para leluhur agar tidak kehilangan identitas jati diri bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H