Mohon tunggu...
Farida NovitaRahmah
Farida NovitaRahmah Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa

pengunjung dunia yang kan berkemas pulang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Sejarah Hijrah Nabi: Merawat Toleransi

1 September 2019   16:52 Diperbarui: 1 September 2019   16:56 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hijrah---kata yang populer itu dapat ditarik dari sejarah peristiwa migrasi Nabi Muhammad dari Mekkah menuju Madinah untuk tetap menghidupkan dakwah beliau. 

Hijrah ke Madinah, yang sebelumnya beberapa muslimin telah behijrah ke Habasyah, dilakukan setelah kaum muslimin mendapat berbagai tindakan kriminal, ketidak-adilan, hingga pemboikotan laju ekonomi dari beberapa penguasa Mekkah

Kini, makna hijrah telah akrab bergeser menjadi perubahan diri menuju lebih baik, dari yang sebelumnya jauh dari agama menjadi semangat beragama, atau bahkan hanya dimaknai sekedar perubahan pakaian dan penampilan.

Kembali ke 1400an tahun yang lalu, dalam kitab sejarah Nabi yang fenomenal, Sirah Nabawiyah: Ar-Rahiq Al-Makhtum yang ditulis oleh Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, ketika lelaki mulia itu hendak menuju Madinah dengan segala rintangannya, terbitlah sosok-sosok penting yang menyokong kesuksesan hijrah beliau.

Mereka adalah Abu Bakr Ash-Shidiq yang berperan menemani Nabi, Ali bin Abi Thalib berperan sebagai 'duplikat' Nabi yang berkemul di ranjang beliau guna mengelabui musuh.

Asma' binti Abu Bakar sebagai pemasok pangan saat Nabi Muhammad dan Abu Bakr Ash-Shidiq bersembunyi di gua, Abdullah bin Abu Bakar bertugas sebagai pemberi kabar tentang pergerakan musuh, Amir bin Fuhairah bertugas menghilangkan jejak-jejak Nabi Muhammad dan Abu Bakr, dan Abdullah bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan.

Abdullah bin Uraiqith, siapa beliau? Saya agak kaget ketika dosen Studi Teks Arab saya mengatakan bahwa Abdullah bin Uraiqith adalah seorang nonmuslim. Kita mungkin jarang mengingatnya, atau bahkan tak mengenalnya. 

Saya sendiri, saat ujian lisan, ketika ditanya tentang sosok Abdullah bin Uraiqith, tak bisa menjawab karena luput saya pelajari sebelumnya---untuk tidak mengatakan, melupakan karena menganggap tak penting.

Adalah Abdullah bin Uraiqith, bertugas menunjukkan jalan yang tidak biasa dilewati orang ketika hendak menuju Madinah. Strategi itu dilakukan agar aman dari intaian musuh. Nabi Muhammad mengupah Abdullah bin Uraiqith untuk memanfaatkan jasanya melihat pada potensi yang dimilikinya.

Bayangkan, ketika itu, pembesar Mekkah yang amat memusuhi Nabi shallahu 'alaihi wa sallam telah menawarkan 1000 unta sebagai hadiah bagi yang berhasil menangkap Muhammad baik hidup atau mati! 

Bisa saja Abdullah bin Uraiqith yang notabene nonmuslim berkhianat pada Nabi Muhammad karena tergiur dengan hadiah tersebut walau telah diupah oleh beliau. Namun antara Nabi Muhammad dan Abdullah bin Uraiqith telah tumbuh rasa saling percaya tanpa menyoalkan kepercayaan agama.

Sungguh hal ini mengajarkan kita untuk toleransi dan menunjukkan bahwa Islam tidak merekrut pengikutnya dengan paksaan. Musuh bersama adalah kejahatan dan ketidak-adilan, bukan yang berbeda agama. 

Perlu digarisbawahi pula, Islam tidak melarang bermuamalah dengan nonmuslim. Sosok Abdullah bin Uraiqith pula yang menjadi salah satu argumen beberapa ulama yang membolehkan kepemimpinan nonmuslim atas muslim.

Kewibawaan Nabi Muhammad dalam perjalanan hijrah bersama tiga orang yang menemani beliau---Abu Bakr, Amir bin Fuhairah, dan Abdullah bin Uraiqith, semakin tercermin saat mereka singgah di rumah Ummu Ma'bad. Singkatnya, ketika itu, beliau dengan mu'jizatnya memeras susu kambing yang kering berubah menjadi deras.

Setelah terwadahi dalam sebuah cawan, beliau mempersilahkan mereka untuk meminum terlebih dahulu kemudian beliau minum paling akhir. Melihat hal tersebut, Ummu Ma'bad heran, "mengapa anda tak minum terlebih dahulu?", beliau menjawab, "pelayan umat itu minumnya paling akhir."

"Aku melihat seorang yang rendah hati, wajahnya bersinar, baik budinya," begitu kisah Ummu Ma'bad tentang Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, "dengan badan yang tegap dan bentuk kepala yang serasi dengan tubuhunya..

"Sosok Nabi Muhammad adalah sosok sempurna. Beliau pembawa agama, pemimpin bangsa, ayah, suami, pemimpin militer, dan yang paling membuatnya dikenang indah adalah semua itu terangkai dalam pribadinya yang khuluqin 'adzim, membawa misi rahmatan lil 'alamin.

Selamat tahun baru hijriyah. Semangat berhijrah. Semangat merawat toleransi!

____

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun